Share

2 | Who Is He?

Tanpa berbicara, entah siapa dia mendorongku masuk ke dalam mobil. Baiklah, adanya dia memang menolongku agar wajah kacauku tidak muncul dalam berbagai majalah maupun internet pada esok pagi, tapi aku mulai takut saat dia mengemudikan mobil layaknya pembalap liar. Bunyi klaksonnya bisa membuat siapapun tuli.

"Kau bisa membuka jaketku sekarang." Suara berat khas pria terdengar.

Pikiranku menerawang kemana-mana. Bagaimana kalau dia berniat menculikku, lalu meminta tebusan pada ibuku yang jauh berada di Hungaria? Bagaimana kalau dia satu dari sekian orang yang memberikanku teror? Bagaimana--?

"Tidak ada untungnya bagiku untuk menculik wanita dewasa. Tetapi untuk bercinta denganmu patut ku pertimbangkan." Nafasku tertahan. Benar kata Emily Campbell –sahabatku, hari kamis memang bukanlah hari keberuntunganku. Lihat saja aku baru saja diselamatkan oleh pria mesum.

Dengan ragu-ragu aku menyingkirkan jaket miliknya dari wajahku. Mataku seketika disuguhkan dengan sosok pria berkemeja coklat dibalik kemudi. Dia menggulung lengan kemejanya hingga mencapai siku. Kemudian hal yang terlintas dalam benakku selanjutnya ialah; tidakkah dia kedinginan? Faktanya dia membiarkan 3 kancing teratas bajunya terbuka dengan kondisi London yang hampir mencapai suhu 2 derajat celicius. Ah ya, tadi dia melepaskan jaketnya untukku.

"Rasanya aku tidak mendengar ucapan terima kasih." Sarkasnya sembari matanya tetap lurus memandang jalanan. Ku intip dirinya diam-diam (lagi). Walaupun dengan rambut acak-acakan dan setumpuk tattoo yang menempel pada lengan kirinya, tetapi itu tidak mengurangi pesona pria tersebut. Astaga, apa yang baru saja ku pikirkan?

"Kenapa kau menolongku? Kau pasti mempunyai maksud tersembunyi, kan? Akui itu!" Tuduhku berkoar-koar.

Tawa hambarnya tiba-tiba saja meledak sebelum ida memberikan tatapan selayaknya menelanjangiku. "Ya, aku penjahat. Oleh karena itu aku akan langsung membawamu ke motel untuk ku setubuhi, lalu ku bunuh. Apa itu yang kau inginkan?"

Bulu kudukku meremang, diikuti keberanianku yang terjun bebas mencapai titik terendah. "Turunkan aku. Kau bisa mengambil ponsel dan dompetku. Jadi... tolong turunkan aku."

"Tidak mau."

"Brengsek."

Mobil tiba-tiba di rem secara mendadak, membuatku nyaris terpental ke dashboard. Pria mesum itu dengan lancangnya menyentuh pinggangku. Sontak aku berusaha mendorong, namun yang ku terima justru rengkuhannya yang semakin erat. Garis wajahnya tergambar keras, seakan menjelaskan bahwa amarah mendominasi. Mungkinkah sebutan kasarku menyakitinya? Tidak. Seharusnya akulah yang kesal selepas diperlakukan seperti tadi.

Campuran mint dan asap rokoknya berhembus menyapaku. Hijau matanya terpancar menghakimi. Aku belum pernah terjebak oleh sepasang mata manapun, termasuk Julian sekalipun.

"Penilaianku keliru. Ternyata kau sangatlah menggairahkan." Di saat itu aku mendorong salivaku secara paksa melalui kerongkongan. "Terlebih tatapanmu mencerminkan betapa tidak berdayanya dirimu di hadapanku. That's turn me on so bad."

"Kau bajingan gila!" Pekikku selepas mendapatkan kesadaranku.

Dengan ubun-ubunku yang nyaris pecah, aku hendak membuka pintu mobil secepat kilat. Aku harus lari dari kegilaan ini! Namun kegesitanku tak sebanding dengannya, sebab dia terlebih dahulu menarik pergelangan tanganku. Detik selanjutnya pinggangku direngkuhnya, tetapi kali ini sentuhannya terasa lebih manusiawi. Gurat amarahnya hilang, tergantikan oleh senyum tipis.

Ketik dia semakin mengikis jarak, aku mulai berpikir dia berniat memanfaatkan kesempatan untuk menciumku. Pun aku hendak menamparnya sebelum pria ini melakukan sesuatu yang tak terduga, "Akan merepotkan jika kau mati di mobilku." Dia menarik seatbeltku dalam satu gerakan, menjadikanku segera membuang muka. "Jangan berpikiran mesum, Nona. Bajingan gila ini hanya akan memakaikanmu sabuk pengaman."

Sudah satu jam kami berputar-putar di daerah yang sama. Setelah rasa maluku berkurang, aku pun buka suara. "Turunkan aku di sini. Kekasihku akan datang menjemput."

"Kau memiliki kekasih?"

"Ya."

"Siapa namanya? Apa dia lebih tampan dariku?" Aku mendelik risih ke arahnya. "Ah ya, sudah ku duga jika aku lebih tampan. Kaku sekali. Katakan saja kalau kekasihmu jelek."

"Hey! Julian yang paling tampan."

Dia menganggukan kepala tidak jelas. "Nama yang buruk. Omong-omong kau tidak penasaran dengan nama pria yang sudah menyelamatkanmu?"

"Tidak."

Duh, kenapa kami malah jadi berbincang?

Pria tersebut terkekeh seolah ada yang lucu. Dia mengidap bipolar, ya? "Kalau begitu sebutkan tempat tinggalmu. Aku akan mengantarkanmu."

"Cukup turunkan aku di sini. Apartemenku sangat jauh." Ya, aku memang berbohong. Bagaimanapun juga aku tidak mau ada orang asing yang mengetahui tempat tinggalku, terlebih orang aneh seperti dirinya.

"Okay. Kau yang meminta. Kalau begitu kita akan mengelilingi London sampai besok pagi."

Oh, astaga!

"Apartemen Ontario!" Di akhir aku menyerah, menjerit dengan seluruh kekesalan. "Kau puas?!"

"Kita bahkan belum sempat bersenang-senang. Bagaimana bisa kau menganggap bahwa aku sudah puas?"

Dasar, orang gila!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status