Home / Romansa / Love Affair (Bahasa Indonesia) / 3 | You Must Be Kidding

Share

3 | You Must Be Kidding

Author: ByMiu
last update Last Updated: 2020-09-25 19:38:49

Aku memandangi resah jam yang melingkar dipergelangan tangan kiriku. Entah mengapa, bagiku detiknya terasa berjalan sangat cepat.

"Emily, aku harus pergi sekarang. Aku tidak ingin terlambat." Sudah berkali-kali aku berbicara dengan kalimat yang sama, tetapi Emily Campbell masih menyeretku keluar masuk satu persatu outlet mall.

"Sebentar lagi, masih ada yang ingin ku beli." Emily berjalan mendahuluiku dengan menggenggam seluruh belanjaannya, sementara aku hanya mengekor pada sahabatku ini.

Emily bisa dibilang sama dengan gadis kebanyakan, matanya akan menggelap jika sudah melihat barang baru terpampang. Berbanding terbalik denganku. Aku hanya berbelanja jika aku benar-benar membutuhkan suatu barang.

"Lily, bisa aku meminjam uangmu? Kartu kreditku sudah limit." Pinta Emily diikuti cengiran kudanya.

"Tentu saja." Aku merogoh dompetku, lalu memberikan kartuku padanya.

"Aku akan segera menggantinya."

"Tidak usah kau pikirkan. Setelah ini aku benar-benar harus pergi." Emily pun mengangguk dengan cepat seraya memberikan kartuku pada wanita yang berdiri dibalik mesin kasir.

Aku melirik ponselku yang terus berbunyi, siapa lagi jika bukan Matthew. Dia sudah mengingatkanku dari jauh-jauh hari bahwa pemotretan kali ini sangat penting.

"Maaf, boleh saya berfoto dengan anda?" Tanya salah satu pegawai saat kami hendak pergi. Wajahnya tergurat senang hingga dia menutup mulutnya sendiri. Tatapannya turut berbinar memperhatikan kami.

"Ya, mari." Jawabku.

Oh ini sebenarnya sudah terlambat. Aku tidak mungkin datang tepat waktu ke tempat pemotretan, tetapi aku tidak bisa mengabaikan permintaannya. Pegawai tersebut berdiri di tengah, diapit olehku dan Emily, sementara pegawai lainnya bersiap mengambil foto.

"Maaf, apa saya bisa berfoto berdua dengan anda saja? Saya sangat mengidolakan anda." Ucap pegawai itu pelan seraya melihatku. Emily yang mendengar hal itu langsung menunduk dan menepi.

"Bagaimana jika aku yang memotret kalian?" Tawar Emily tiba-tiba. "Biarkan aku yang memegang ponselmu." Lanjut Emily pada pegawai yang awalnya akan mengambil foto kami.

Emily membidik beberapa kali dengan raut yang jelas-jelas dipaksakan tersenyum. Pegawai tersebut memelukku erat sebelum akhirnya aku dan Emily melenggang pergi.

Entah para pegawai itu sadar atau tidak, Emily juga berprofesi sama denganku. Hanya saja dia memang baru menjajaki dunia model dengan serius selama 6 bulan terakhir. Kini aku merasa tidak tahu harus bersikap bagaimana pada Emily. Pasalnya hal barusan sudah sering terjadi, dan aku tidak ingin terus-menerus menyinggung perasaan Emily secara tidak langsung.

Gadis berambut pirang ini tiba-tiba saja menghentikan langkahnya, menatapku. "Lily, mengapa kau melamun?"

"Aku lapar." Ucapku kikuk.

Emily menekan ujung hidungku. "Kau pembohong yang payah. Lihatlah, hidungmu kembang-kempis seperti ini." Tawa Emily pecah disertai dia mengamit lenganku. "Ayo cepat sebelum kau terlambat. Kau cukup duduk manis di mobil dan biarkan Emily Campbell yang menyetir. Let's go!"

*****

"Kata sepakat perusahaanku dengan anda sudah tidak berlaku dari 2 jam yang lalu. Kami tidak bisa mentolerir rekan kerja yang tidak profesional. Jadi anda bisa pergi sekarang." Ucapan pemimpin umum itu memang benar adanya. Sebenarnya aku bisa mempersempit keterlambatanku apabila jalanan tidak menggila seperti tadi.

"Tidak bisakah anda mempertimbangkannya lagi, Tuan?" Aku melirik Emily yang kini bersuara juga, tengah membujuk, agar tetap menjadikanku model di brand parfumnya.

"Anda siapa?"

"Saya model baru, Emily Campbell. Kami mohon agar anda mempertimbangkan lagi keputusan anda."

Pria itu memperhatikan Emily, lalu tersenyum tipis. "Maaf, tapi ini bukan keputusan saya semata, melainkan keputusan kami atas nama perusahaan. Keputusan ini pun sudah bulat dan tidak bisa dibatalkan."

"Baik tuan, saya mengerti. Maafkan atas ketidakprofesionalan saya." Ucapku menengahi.

"Tidak semudah itu, Lily. Dia dan perusahaan sialannya harus memberikan ganti rugi karena telah membatalkan perjanjian ini secara sepihak." Emily kini mengomel pada pria yang tengah menggelengkan kepalanya. Mungkin dia terlanjur kesal dengan tingkah laku kami.

"Sudah hentikan, Emily." Bisikku.

Matthew yang awalnya hanya diam lantas menarik paksa Emily. Aku tahu apa yang terlintas dipikiran managerku ini. Dia tak ingin namaku terlihat semakin buruk di hadapan publik.

"Maaf Tuan, kami sangat mengerti keputusan anda. Sekali lagi maaf. Kami permisi." Matthew kini membawaku dan Emily keluar dengan mencengkram kami.

"Kau kemana saja sebenarnya, Lily? Kau tahu kita baru saja kehilangan pohon uang! Mereka tadinya sudah menawarkan harga tinggi dengan memintamu untuk menjadi modelnya." Matthew menginjak pedal rem dalam-dalam setelah mendudukkan kami berdua di kursi belakang.

Aku hanya terdiam tidak merespon gerutuan Matthew, sama halnya dengan Emily. Kami terlalu sibuk akan pikiran masing-masing.

Tiba-tiba ponselku bergetar, dari Emily.

From: Emily

Lily, maafkan aku. Ini tidak akan terjadi jika aku tidak memaksamu menemaniku berbelanja...

Aku menoleh pada Emily yang tetap menundukkan wajahnya. Pasti dia dilanda perasaan bersalah.

To: Emily

Ini bukan salahmu. Kau tidak perlu meminta maaf.

Emily mendongak. Aku tersenyum simpul pada sahabatku ini dan langsung memeluknya. Seolah aku dan dia mempunyai ikatan batin, di saat bersamaan kami tertawa. Tawa kami kian lepas, mana kala mendengarkan Matthew yang masih terus memberikan wejangan dari kursi kemudinya.

*****

"Bagaimana menurutmu? Kau suka?" Aku terdiam melihat dress berwarna merah yang Julian taruh di atas sofa. Mengetahui aku bungkam, membuatnya berpikir bahwa aku tidak menyukai hadiah pemberiannya. Padahal pikiranku berkelana pada peristiwa beberapa hari kemarin, di mana aku diselamatkan oleh pria misterius. Entah mengapa hari ini tiba-tiba mengingat sosok nya lagi. "Apa dress ini sedemikian buruknya?"

Aku memberikan Julian pelukan erat, kemudian mengecup pipinya. "Ini sangat cantik. Kau tidak perlu membelikanku hadiah setiap saat."

Julian menyembunyikan anak rambut di belakang telingaku. Mata biru lautnya memandangku penuh kasih. "Bahkan aku sanggup memberikan seluruh isi dunia untukmu, sepanjang kau bahagia."

"Termasuk satu cup mie instant di malam hari?" Candaku iseng, teringat bahwa aku seharusnya sedang dalam misi marah terhadap pencuri makanan di apartement ini.

"Terkecuali itu." Kepalanya menggeleng, menolak. Kami tertawa geli bersama. "Kau tahu, aku sebenarnya kurang setuju jika kau mengenakan pakaian minim di depan orang banyak. Namun saat aku melihat dress ini, aku tahu kau akan panas apabila memakainya."

Julian menyusuri jarinya di wajahku, kemudian mencium bibirku. Dia melumatku penuh, menginginkanku untuk aktif membalas gerakannya. Aku yang tengah menikmati sentuhan kekasihku, langsung terlonjak begitu sekelebat melihat sesosok pria. Dia berdiri dengan melipatkan kedua tangannya. Tatapannya tajam, seolah menyalak marah. Sontak hal itu membuatku menarik diri dari tubuh Julian.

"Kenapa, sayang?" Julian protes tanpa mengetahui bahwa dibalik panggungnya ada pria asing yang tengah memergoki kami berciuman. Tunggu, dia tidak asing. Dia adalah pria mesum yang pernah menolongku dari kejaran paparazzi. Lalu kenapa ia bisa masuk ke sini... Ke apartmentku?!

"Apa aku mengganggu ketenangan di sini?" Satu sindiran tajamnya membangkitkan amarahku.

"Hey, mate! Kau akhirnya datang juga." Julian berbalik menghampiri... mungkin temannya? Oh, sial! Dari sekian banyak orang, bagaimana mungkin bisa mereka saling mengenal?

Pandangan Julian beralih padaku yang tengah menunjukkan ekspresi aneh, sebab mulutku setengah terbuka, terus menganga. Keterkejutanku nyatanya tak hanya sampai di situ saja, lantaran kalimat-kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut kekasihku jauh lebih menggemparkan.

"Lily sayang, kau pernah bertemu dengannya bukan?" Tanya Julian memastikan. Tanpa butuh jawabanku, Julian disepersekian detik melanjutkan pembicaraannya dan rasanya aku benar-benar ingin pingsan. "Dia adalah bodyguardmu sekaligus pengganti August. Namanya Alex. Alex Willis."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   Info Cerita Baru

    Hallo. Aku mau ucapin terima kasih banyak buat antusias pembaca Love Affair.Anyway, kalian bisa baca karyaku yang lain di Good Novel diantaranya; Untuk Asa, Intimate Partner, dan Long Way Home. Atau boleh juga mampir ke aplikasi Dreameku. Salah satu buku yg mau aku rekomendasikan adalah: IN LAW (rate 18+).Sinopsis:Pernikahan indahku selama dua tahun akan menjadi sempurna apabila tidak ada Harry. Harry adalah pria paling brengsek yang pernah aku temui. Hingga suatu hari ia menyentuh batas kehidupan rumah tanggaku bersama Harvey, yang tak lain adalah kakak kandungnya sendiri.Yuk, kalau penasaran bisa langsung cus ke Dreame (username: bymiu). Silahkan dibaca karena kebetulan masih FREE alias no koin.Sekian dulu infonya.-bymiu

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   Bonus Chapter

    BONUS CHAPTER-Enam bulan kemudian-Persiapan pernikahan ternyata begitu melelahkan. Perihal baju, dekor, catering, dan hal-hal sepele seperti warna untuk souvenir saja, Lily dan Alex bisa sampai bertengkar. Tentu, karena Lily ingin semua tema pernikahan mereka bernuansa pink. Pun sama halnya ketika H-1 hari pernikahan, Lily mendadak ingin Alex mengecat rambutnya menjadi pink muda."Lily, pernikahan satu kali seumur hidup. Dan kau memintaku melakukan hal... itu?" Tanya Alex sambil menjatuhkan bokongnya di kursi. Wajahnya nampak pucat, tidak percaya atas kemauan calon istrinya."Apa permintaanku berlebihan?"Alex terdiam, lalu mengacak-ngacak rambut hitamnya gusar. "B-bukan itu, sayang. Tapi aku baru saja memikirkan, di foto pernikahan kita nanti rambutku ternyata berwarna pink. Aku tidak sanggup membayangkannya.""Kenapa dibayangkan? Kau hanya perlu melakukannya, bahkan itu tidak begitu sulit." Santai Lily, mulai terlihat k

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   38 | The One and Only

    "Mom?"Suara Trixie sukses menyadarkan kami. Posisiku yang berada dalam pelukan Alex bisa membuat Trixie bertanya hal yang macam-macam. Aku tak sanggup meladeni cara berpikirnya. Bagaimana ia bertanya tentang ini itu dan tentang siapa ayahnya. Dan aku semakin mengutuk atas apa yang Trixie lihat saat ini.Aku mendorong Alex. Aku harus membedakan apa yang perlu ku hadapi dengan apa yang menjadi masa lalu. Alex adalah masa laluku. Masa laluku yang buru lebih tepatnya."Alex? Mengapa kau ada di sini?"Mendengar Trixie memanggil nama Alex secara langsung terasa sangat salah. Aku segera menarik tangan Trixie guna membawanya masuk ke dalam. Beruntung ia menurut. Tanpa menoleh lagi, ku tinggalkan Alex bersama Julian yang sedari tadi diam

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   37 | Miss You

    Alex's POVHal pertama yang ku lakukan setelah bebas adalah mencari tahu di mana keberadaan Lily. 6 tahun berlalu tanpa melihatnya merupakan tahun-tahun tersulit. Julian sempat mengunjungi lapasku tepat ketika aku di penjara 8 bulan. Ia bercerita bahwa Lily telah melahirkan seorang bayi perempuan bernama Trixie. Masih jelas diingatanku, di hari itu aku bungkam sebelum akhirnya menangis haru. Tuhan sudah memberikan dua sosok hebat yang menjadi kebahagiaan terbesarku.Aku kerahkan semua usaha guna menemukan Lily dan Trixie. Bahkan rumah yang sempat kami tinggali dahulu juga ku datangi. Aku tahu, aku terlalu bodoh lantaran mengira Lily masih bertahan di sana. Rumah tersebut tak lebih hanya meninggalkan kenangan pahit baginya. Kematian Thomas, tertangkapnya diriku, dan kebersamaan kami yang dinilainya sebagai kepalsuan. Jujur sedari awal aku bertemu dengan Lily, aku sudah menyukainya. Aku sudah tahu bahwa aku tidak akan mampu memenuhi misi gila Thomas. Ben

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   36 | They Finally Meet

    Sorak-sorai pesta kemenangan masih berlangsung meriah di podium sirkuit. Para wartawan sibuk mengambil gambar, menyiarkannya ke televisi di seluruh dunia. Aku sedikit beruntung karena Ezra tidak menang. Pun aku mundur satu langkah, melambaikan tangan pada Sofie yang berada di bawah podium."Kau terlambat bukan?" Pekik Sofie lantang, lantaran suasana di sini benar-benar berisik. Aku mengangguk. Ini sudah pukul dua, dan aku terlambat satu jam dari yang seharusnya. Oh, aku bisa membayangkan bagaimana cemberutnya Trixie."Lain kali ku traktir makan siang." Ujarku pada Sofie sebagai bentuk terima kasih.Di atas heels 12 cmku, aku berlari menuju ruang ganti. Pakaianku yang nyaris basah seluruhnya oleh bir, menjadikan banyak mata pria mengekoriku. Aku menyilangkan tanganku di bagian

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   35 | I Still Remember

    "Mom, di mana Millyku?!"Aku menggeram kesal, nyaris menjerit karena ulah Trixie. Ia terus menghentak-hentakan kakinya di anak tangga. Aku yakin, ia akan berbuat demikian hingga aku meladeni rengekannya, atau lebih parah lagi sampai gendang telingaku akhirnya pecah. Oh aku tidak tahu! Tak ingin semua bertambah runyam, aku memutuskan berhenti mengaduk kari di wajan, lalu menghampirinya."Siapa Milly?""Boneka unicornku!"Menekan kepalaku, aku mengembuskan nafas sekaligus. Mengapa nama unicorn itu rumit sekali? "Kapan terakhir kali kau memainkannya?""Kemarin.""Di mana?"Ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status