Warning... !!!
Bab ini mengadung adegan dewasa, bijaklah memilih bacaan.. !!
21++
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
Malvin terdiam kemudian menghentikan sebuah taxi. Mereka pulang menuju apartemen Malvin. Saat hendak turun dari taxi, Evelyn memeluk Malvin. Akhirnya Malvin menggendong Evelyn masuk ke apartemennya. Dengan susah payah Malvin berjalan dan berusaha membuka pintu apartemennya karna Evelyn semakin erat memeluknya.
"Jangan pergi ... jangan pergi ...." Evelyn meracau.
Malvin membaringkan tubuh Evelyn di tempat tidurnya, namun Evelyn tetap enggan melepaskan pelukannya, dengan terus mengatakan "jangan pergi ...."
Malvin menatap Evelyn hangat, kemudian tangan kanannya terulur membelai rambut Evelyn, mengusap pipi Evelyn dan menyentuh bibir mungil Evelyn. Hati Malvin bergetar.
"Aku tidak akan meninggalkanmu Evelyn." Bisik Malvin.
Detik itu juga mata Evelyn yang sedari tadi tertutup kemudian terbuka. Dengan lembut dan tiba - tiba Malvin mencium bibir Evelyn. Evelyn kembali memejamkan mata dan membalas ciuman Malvin.
Seakan tidak ingin terhenti, Malvin terus melumat bibir Evelyn, mengesapnya hingga dalam, penuh hasrat yang semakin lama ciumannya terasa semakin memanas dan menggebu-gebu. Malvin melepaskan ciumannya untuk mengatur nafas, Malvin menatap iris mata Evelyn dalam yang kini juga sedang menatapnya, kemudian Evelyn kembali memejamkan matanya seolah telah siap menerima semua perlakuan Malvin terhadapnya.
Malvin tersenyum, lalu kembali berbisik "Kamu menyukainya ? Bersiaplah, kita akan bersenang-senang malam ini."
Malvin mengecup telinga Evelyn lembut dengan sedikit membasahinya, Evelyn mendesah membuat Malvin semakin bergairah. Diciuminya rahang hingga leher Evelyn dengan mesrah, Evelyn menggeliat menikmatinya. Malvin kembali mencium bibir Evelyn, mengulurkan lidahnya menelusuri rongga mulut Evelyn. Tangan kanannya bergerak melepaskan kancing baju Evelyn.
Evelyn meraba dada bidang milik Malvin, dilepasnya juga kancing kemeja Malvin satu persatu. Malvin berdiri, dibantunya Evelyn melepaskan pakaiannya. Kemudian berganti melepas pakaian Evelyn dan menyisakan pakaian dalamnya.
Evelyn bangkit kemudian membungkukkan badannya, meraba sesuatu milik Malvin, meremas dan kemudian mencumbunya. Malvin mengerang menikmatinya, Malvin tidak menyangka Evelyn begitu agresif namun Malvin sangat menyukainya.
Kini Malvin secara bergantian mencium dada Evelyn yang begitu pas ditangan Malvin, melumatnya serta meremasnya membuat Evelyn semakin mendesah, sementara itu tangan kanan Malvin meraba bagian intim Evelyn, memasukkan dua jemarinya secara perlahan.
Evelyn merasa sudah sudah sangat basah, Malvin masih saja terus mempermainkan bagian intim milik Evelyn. Malvin mencium tubuh Evelyn dari dada, perut hingga intimnya. Evelyn terus mendesah.
Akhirnya Malvin merasa sudah berada dipuncaknya, disatukannya tubuh mereka. Evelyn menggigit bibir bawahnya.
Malvin tahu, ini adalah untuk pertama kalinya untuk Evelyn, juga untuk dirinya.
Malvin terus menggerakkan tubuhnya, semakin keras hingga akhirnya mencapai pelepasannya. Malvin merebahkan tubuhnya disebelah Evelyn, ditatapnya Evelyn kemudian dikecupnya kening Evelyn. Lalu mereka berdua sama-sama tertidur.
⭐️⭐️⭐️
Hari sudah menjelang siang saat Evelyn bangun dari tidur, dirasakannya ada sesuatu yang berat menindih tubuhnya, tangan Malvin. Evelyn tersentak kaget melihat Malvin tidur disebelahnya, lalu ia teringat kejadian semalam saat dirinya begitu menginginkan Malvin. Terbuai dan sangat menikmati setiap sentuhan tangan Malvin.
Evelyn menangis, ia meruntuki dirinya sendiri, ia merasa sangat bodoh, dilihatnya tubuhnya masih tanpa sehelai benang. Tiba-tiba Malvin terbangun mendengar isak tangis Evelyn, dikecupnya puncak kepala Evelyn.
"Kenapa kamu menangis sayang ?" tanya Malvin.
Evelyn semakin menangis, ia tidak tahu harus merasa bagaimana dan berbuat apa. Entah dia harus marah atau bahagia, dan ia juga tidak tahu apa harus diam atau justru berlari. Yang bisa Evelyn lakukan saat ini hanya menangis.
Malvin menggengam tangan Evelyn. "aku berjanji akan bertanggung jawab Evelyn"
Evelyn mendongak menatap Malvin tajam. Malvin tidak mengerti arti dari tatapan Evelyn.
"Evelyn, maafkan aku... Aku tahu, aku pria brengsek. Tapi sungguh, aku tidak berniat memanfaatkan keadaanmu yang sedang mabuk ... Evelyn, aku benar - benar mencintaimu sejak beberapa waktu yang lalu."
Evelyn merasa tulang-tulang sendinya lemas, namun hatinya serasa diremas, sakit. Detak jantung Evelyn berdetak lebih cepat. Seharusnya ia bahagia. Pikir Evelyn.
Evelyn membuang muka, dan dengan dibalut selimut Evelyn menuju kamar mandi. Malvin semakin tidak mengerti dengan tingkah laku Evelyn. Malvin mengikuti Evelyn menuju kamar mandi, namun Evelyn membanting pintu saat Malvin berada tepat di depan kamar mandi.
Malvin mengusap kepalanya kasar. Ia benar-benar tidak mengerti dengan sikap Evelyn. Jika Evelyn marah, seharusnya ia menampar Malvin ataupun memakinya. Bukan hanya diam dengan tatapan yang sama sekali tidak dapat diartikannya.
Sedangkan di dalam kamar mandi, Evelyn menangis dan mulai menenggelamkan badannya di dalam bathup. Dalam hati Evelyn inilah yang ia tunggu. Evelyn menunggu saat-saat Malvin mengungkapkan perasaannya pada Evelyn. Tapi mengapa bukan kebahagiaan yang dirasakannya. Justru sangat sakit dihati Evelyn.
Malvin merasa Evelyn sudah cukup lama berada di kamar mandi. Namun Evelyn belum juga keluar. Malvin mencoba mengetuk pintu kamar mandi.
"Evelyn ...."
"Evelyn, apa kamu belum selesai ?"
Tidak ada jawaban. Malvin menunggu beberapa saat.
"Evelyn ...."
Malvin kembali mengetuk kamar mandi. Namun tetap tidak ada jawaban. Malvin mulai khawatir.
"Evelyn, apa kau mendengarku ?" Malvin memastikannya sekali lagi, namun tetap tidak ada jawaban dari Evelyn.
Akhirnya Malvin mencoba membuka pintu kamar mandi yang ternyata tidak terkunci. Mungkin Evelyn lupa menguncinya. Namun Malvin sangat terkejut melihat Evelyn menenggelamkan dirinya dalam bathup. Malvin segera berlari dan mengangkat tubuh Evelyn karena panik.
"Malvin, apa yang kamu lakukan?! Aku sedang berendam!" teriak Evelyn terkejut karena tiba-tiba ada seseorang yang mengangkat badannya dalam keadaan tanpa busana.
"Apa kamu tidak tahu aku sangat khawatir melihatmu seperti itu tadi, hmm?" Malvin merasa lega karena ternyata Evelyn hanya sedang berendam.
"Turunkan aku, Malvin." Evelyn memukul dada Malvin. Ia merasa malu karena Malvin terus memandanginya. Terlebih saat ini Evelyn dengan keadaan sangat sadar tanpa menggunakan sehelaipun benang.
"Tidak untuk saat ini Evelyn. Kau telah membangunkan sesuatu yang sejak tadi tertidur." Malvin mendudukkan Evelyn diatas wastafel. Tangan kirinya memegang cengkuk leher Evelyn dan mulai menciumnya dengan kasar. Sementara tangan kanannya meremas bagian dada Evelyn sebelah kiri.
Evelyn menggeliat tanpa bisa menolak. Seperti terhipnotis Evelyn mulai membalas ciuman Malvin. Mengalungkan tangannya di leher Malvin. Perlahan ciuman itu menjadi lumatan - lumatan lembut. Hingga keduanya kehabisan nafas dan melepas ciuman mereka.
Malvin berbisik ditelinga Evelyn.
"Aku mencintaimu Evelyn."
Evelyn merinding, ucapan Malvin terdengar seperti meremas hati Evelyn. Evelyn memejamkan mata berusaha mengatur perasaannya. Namun, Malvin terus mencium telinga Evelyn dengan sedikit membasahinya. Perlahan ciuman itu turun ke leher Evelyn, membuat Evelyn merintih dan tidak bisa berfikir jernih lagi. Semua terasa menghanyutkan perasaan Evelyn, membuat Evelyn tak mampu untuk menolak namun justru sangat menikmatinya.
"Sekali lagi, Sayang."
Permintaan Malvin membuat pipi Evelyn memerah, Evelyn memeluk Malvin untuk menyembunyikan wajahnya, kemudian berbisik di telinga Malvin.
"Sesuai permintaaanmu, Tuan."
Malvin tersenyum mendengar jawaban Evelyn. Mereka melakukannya sekali lagi. Tapi kali ini Evelyn lebih mendominasi, ia terlihat begitu agresif dan lincah.
Evelyn sedang mengemasi barang - barangnya bersiap untuk kembali ke apartemennya."Kamu mau kemana sayang ?" Malvin tiba - tiba masuk kamarnya."Aku akan kembali ke apartemenku, bukankah kita sudah memenangkan proyek itu? ""Tinggallah disini saja bersamaku, kita masih harus bekerja keras untuk proyek yang kita menangkan.""Kenapa aku harus tinggal disini ?" Evelyn ingin tau alasan Malvin."Karna kamu sekretaris aku." jawab Malvin dengan berdiri dan mendekap Evelyn dari belakang, "selain itu, karna kamu sekarang adalah milikku." Tegas Malvin berbisik di telinga Evelyn.Evelyn merinding mendengarnya."Kamu serius ?" tanya Evelyn seraya membalikkan badannya."Kamu meragukanku ? Jika tak serius, kenapa aku harus melakukan semua ini."Evelyn tersenyum memeluk Malvin. Ia tak menyangka Malvin bisa mencintainya, tak sia - sia usahan
Malvin tersenyum melihat ekspresi Evelyn dari ruangannya, ia semakin tertawa membaca chat balasan dari Evelyn.Di toilet, Evelyn bertemu Jeni. Melihat muka Evelyn yang ditekuk membuat Jeni pemasaran dan bertanya."Kamu kenapa ?" tanya Jeni."Kenapa apanya ?" jawab Evelyn sambil bercermin."Muka kamu ditekuk gitu."Evelyn hanya diam membenahi make upnya."Aku mau keluar dulu." kata Evelyn."Kemana ?"Evelyn tidak menjawab ucapan Jenifer dan langsung melengang pergi. Evelyn keluar dari kantornya dan berjalan kaki mencari cafe untuk merilekskan pikirannya sejenak.Disaat masih jam kantor begini, tidak seharusnya Evelyn keluar untuk bersantai, karna sebenarnya pekerjaanya masih banyak menunggu untuk diselesaikan.Evelyn yang giat dan cekatan akan meninggalkan pekerjaannya saat pikirannya kacau, ia tida
Malvin menatap Evelyn tajam setelah pria itu menciumnya dengan sedikit kasar. Evelyn membalas tatapan Malvin tanpa mengatakan apapun."kenapa kamu mendiamkan aku ?" tanya Malvin lembut.Evelyn hanya tetap diam dan terus menatap Malvin."kenapa kamu menghindariku ?" tanya Malvin lagi masih dengan lembut."perlukah aku menjawab pertanyaanmu ? Kenapa kamu tidak menanyakan itu pada hatimu?" jawab Evelyn tak kalah lembut."apa maksudmu ?" Malvin mulai kembali tersulut emosi, ia merindukan Evelyn, merindukan kehangatannya. Namun wanita itu seperti selalu sengaja menghindarinya."aku lelah, aku ingin istirahat" Evelyn sedikit mendorong Malvin mundur, lalu membuka pintu dan meninggalkan Malvin yang masih termangu."sial !" umpat Malvin sedikit berteriak.Sebenarnya ia tahu, Evelyn tengah cemburu dengan sikap Marina yang selalu berusaha terlihat mesra dengan
Evelyn berlari ke ruangan Malvin untuk memberi tahu berita yang baru saja ditunjukkan Jenifer padanya."Malvin ...." panggil Evelyn dengan nafas terengah - engah setelah sampai diruangan Malvin."ada apa ? Kenapa kamu terburu - buru seperti itu ?" tanya Malvin."kamu tahu kenapa karyawan disini berkumpul dan berbisik - bisik ? Mereka sedang membicarakan kita" kata Evelyn menunjukkan ponsel milik Jeni yang tadi dibawanya tanpa persetujuan pemiliknya.Tadi Evelyn langsung berlari membawa ponsel milik Jeni, setelah sahabatnya itu memberitahu berita yang sedang ramai di bicarakan teman - temannya."sial ... siapa yang membuat berita murahan seperti ini ?" tanya Malvin."tentu saja aku" kata Marina yang tiba - tiba masuk tanpa permisi ke dalam ruangan Malvin."bukankah itu benar ? Jadi sangat disayangkan jika berita besar seperti ini tidak dipublikasikan" lanju
Tuang Gerald memandang Malvin dan Evelyn secara bergantian seolah meminta penjelasan dari mereka berdua. Evelyn hanya diam menunggu Malvin menjelaskan kepada ayahnya."dia memang tinggal di apartemenku yah, karna aku yang memintanya ... kami sedang mengerjakan proyek besar yang membuatnya harus sering lembut di kantor, jadi aku memintanya untuk tinggal bersamaku""saat Marina datang, aku sedang makan dan Eve sedang mandi di kamarnya, kami tidak melakukan apa - apa" kata Malvin menjelaskan.Tuan Gerald masih dalam pembawaannya yang tenang, ia tidak mengatakan apapun, baginya wajar jika nyatanya Eve memang tinggal di apartemen putranya, karna memang ia adalah sekretarisnya."Marina, aku tunggu pengakuanmu saat konferensi pers besok ... dan aku tidak menerima penolakan" kata tuan Gerald seraya meninggalkan mereka bertiga.Malvin bangkit dan berjalan mendekati Evelyn."kau percaya padak
Pagi Evelyn disambut dengan turunnya hujan, sepertinya musim hujan sudah mulai datang. Beruntung hari ini adalah hari minggu jadi Evelyn libur bekerja. Ia memutuskan untuk berbelanja bulanan di supermarket di lantai 1 apartemen Malvin.Dengan ditemani Malvin ia belanja keperluan untuk sebulan kedepan."kamu mau masak apa hari ini ?" tanya Malvin."kamu mau dimasakin apa ?""aku mau soup daging""oke siap boss " Evelyn tersenyum dengan mengangkat tangannya. Malvin mengusap rambutnya gemas.Mereka berdua melanjutkan belanja, membeli minuman serta bumbu - bumbu yang diperlukan.Setelahnya mereka memasak bersama di dapur Malvin.Di sela - sela kegiatan memasak mereka, ada seseorang yang datang. Padahal hari sedang hujan. Malvin dan Evelyn saling pandang ketika ada yang memencet tombol di samping pintu apartemennya itu."biar aku yang buka" kata Ma
Malvin menghembuskan nafas lelah, ia membaringkan tubuhnya pada kasur empuk di kamar hotel yang ia sewa, ia mulai gelisah karna Evelyn tidak dapat dihubunginya sejak kemarin.Malvin sempat kesal pada ayahnya karna ia merasa telah dibohongi, tujuan ayahnya meminta Malvin ke Kanada sebenarnya untuk bertemu seorang gadis, putri dari teman ayahnya.Malvin teringat saat di bandara ia dijemput oleh seorang perempuan yang berpenampilan layaknya seorang bodyguard. Badannya yang tegap serta ekspresinya yang dingin dan tidak banyak bicara membuat mereka berdua hanya berdiam di dalam mobil, tanpa ada percakapan apapunKetika tiba di kediaman teman ayahnya, barulah Malvin tahu jika perempuan yang menjemputnya itu bukanlah seorang bodyguard melainkan putri mereka."Dena, ibu sudah melarangmu memakai pakaian seperti itu, jika kamu tetap berpenampilan seperti itu, maka tidak ada satu orang pria pun yang tertarik padamu" ucap nyony
Malvin membayar tagihannya dan segera berlari kecil menuju tempat dimana tadi ia memarkirkan mobil Dena sambil sesekali mengedarkan pandangannya mencari Dena.Sesampainya di tempat parkir, ia tidak menemukan yang ia cari. Mobil Dena tidak ada disana, wanita itu sudah pergi, Malvin tahu wanita itu pasti akan membuat ulah dan merepotkannya."sial !" umpatnya.Sedikit ada rasa penyesalan kenapa tadi ia memberikan kunci mobilnya pada Dena. Seharusnya, ia tidak mempercayai wanita itu begitu saja.Jam sudah menunjukkan pukul enam sore, saat Malvin menuju rumah Robert menggunakan taxi, setelah menghabiskan waktunya di sebuah cafe untuk mengisi perutnya dan sedikit bersantai.Sebenarnya ia lelah dan ingin langsung kembali ke hotelnya, namun ternyata hotelnya lumayan jauh. Akhirnya ia putuskan untuk bersantai di sebuah cafe. Baru setelah itu ia melanjutkan ke rumah Robert, ayah Dena.Sesampa