Malvin tersenyum melihat ekspresi Evelyn dari ruangannya, ia semakin tertawa membaca chat balasan dari Evelyn.
Di toilet, Evelyn bertemu Jeni. Melihat muka Evelyn yang ditekuk membuat Jeni pemasaran dan bertanya.
"Kamu kenapa ?" tanya Jeni.
"Kenapa apanya ?" jawab Evelyn sambil bercermin.
"Muka kamu ditekuk gitu."
Evelyn hanya diam membenahi make upnya.
"Aku mau keluar dulu." kata Evelyn.
"Kemana ?"
Evelyn tidak menjawab ucapan Jenifer dan langsung melengang pergi. Evelyn keluar dari kantornya dan berjalan kaki mencari cafe untuk merilekskan pikirannya sejenak.
Disaat masih jam kantor begini, tidak seharusnya Evelyn keluar untuk bersantai, karna sebenarnya pekerjaanya masih banyak menunggu untuk diselesaikan.
Evelyn yang giat dan cekatan akan meninggalkan pekerjaannya saat pikirannya kacau, ia tidak ingin membuat kesalahan dengan cara tetap bekerja sedangkan pikirannya tidak bisa fokus pada pekerjaan.
Di kantor, Malvin menunggu Evelyn kembali, sudah 30 menit sejak Evelyn beranjak dari tempat duduknya, ia tidak melihat Evelyn lagi. Malvin mencoba menghubunginya namun ponsel itu hanya berdering.
Malvin beranjak keluar dari ruangannya menuju meja Evelyn, dilihatnya ponsel Evelyn tergeletak begitu saja di meja. Ia tak membawa ponselnya. Malvin mengedarkan pandangannya, di carinya Evelyn di sekeliling kantor tapi tidak di temukannya.
"Jenifer." panggil Malvin.
"Ya boss." kata Jeni mendekat pada bossnya.
"Apa kau melihat Evelyn ?"
"Tidak boss, tapi tadi Evelyn mengatakan akan keluar." kata Jeni.
"Baiklah terima kasih." Malvin segera keluar gedung kantornya untuk mencari Evelyn.
⭐️⭐️⭐️
Tidak jauh dari kantornya, Evelyn masuk ke sebuah cafe yang tidak terlalu ramai, ia memutuskan untuk duduk di meja ujung dekat jendela.
Ia memesan coffe latte, namun saat akan membayar pesanannya, Evelyn mencari tasnya.
' astaga, aku tidak membawa apapun ' batinnya seraya menepuk dahinya.
"Kak, maaf aku ..."
"Biar aku yang membayarnya, coffe lattenya juga satu ya mas." Malvin memutus ucapan Evelyn.
Evelyn terkejut dan sontak melihat ke belakangnya.
"Tu-tuan Malvin." ucapnya terbata.
"Kenapa kau menghilang saat jam kerja ?" tanya Malvin.
Seketika Evelyn teringat, ia pergi keluar kantor karna moodnya memburuk berkat pria dihadapannya ini.
"Maaf tuan." hanya itu yang keluar dari mulut Evelyn dan segera berlalu untuk kembali duduk di kursinya tadi.
Malvin mengekori Evelyn di belakangnya, lalu duduk di hadapan wanita itu. Malvin menatap Evelyn yang memandang keluar jendela.
"Kamu tidak ingin kembali ke kantor ?" tanya Malvin setelah 10 menit mereka hanya diam.
"Nanti setelah moodku membaik." jawab Evelyn dingin.
"Kamu tidak takut dipecat oleh bossmu ?"
"Jadi kamu akan memecatku boss ? Kamu yang membuat moodku menjadi buruk !" kata Evelyn kesal.
Malvin tertawa mendengar penyataan Evelyn.
"Apa aku melakukan kesalahan ?" tanya Malvin yang membuat Evelyn semakin kesal.
"Kamu kembali saja ke kantor, dan bermesraan dengan wanita yang sejak tadi bergelayut manja di tanganmu."
Malvin semakin tertawa "Jadi kamu cemburu ?"
Evelyn hanya meliriknya kemudian menyesap kopinya.
"Mana mungkin aku cemburu, aku hanya tidak suka kamu membiarkannya."
"Dia Marina, anak dari rekan bisnis papa." kata Malvin menjelaskan.
Ia menunggu respon dari Evelyn yang masih belum mau melihatnya.
"Lalu ?" kata Evelyn tanpa menoleh.
"Dia ke kantor karna disuruh oleh papa."
"Untuk apa ?" tanya Evelyn tanpa menoleh.
"Dia akan bekerja di kantor kita."
"Apa ?" hampir saja Evelyn tersedak mendengar penjelasan Malvin.
Bagaimana nanti ia akan bekerja jika ada seseorang yang membuat moodnya buruk, sedangkan kesan pertama saja sudah seperti ini, gadis bernama Marina itu dengan berani menempel dan bergelanyut manja pada Malvinnya.
Tapi mungkin saja Marina seperti itu karna tidak tahu jika Malvin adalah miliknya, Malvin sudah mempunyai kekasih, pikir Evelyn.
"Jangan khawatir ...." Malvin menggenggam tangan Evelyn, seolah mengerti apa yang ada di pikiran wanita itu.
"Apa kamu menyukai dia menempel padamu seperti itu ?" sinis Evelyn.
"Tenang saja, aku tidak akan tertarik padanya ... apa kamu berpikir aku mudah jatuh cinta ?"
"Tetap saja, tingkah lakunya membuatku sungguh tidak nyaman."
⭐️⭐️⭐️⭐️
Sudah dua hari Marina bekerja di perusahaan Malvin, sudah dua hari juga Evelyn mendiamkan Malvin. Ia sengaja melakukannya agar Malvin tahu, ia tidak menyukai sikap Marina.
Sikap Malvin yang tetap acuh membuat Evelyn percaya, Malvin tidak akan dengan mudah tertarik pada Marina meski nyatanya Marina gadis yang sexy, cantik dan sangat agresif. Namun justru sikapnya yang acuh membiarkan Marina terus bermanja - manja membuat Evelyn muak. Ini adalah kantor bukan tempat umum yang bisa dengan bebas melakukan apa saja, pikir Evelyn.
Sebenarnya Marina bukan benar - benar bekerja untuk Malvin, ia hanya belajar karna ia adalah putri satu - satunya perusahaan hans corp. yang nantinya akan melanjutkan perusahaan besar yang bekerja sama dengan perusahaan Malvin.
Trrttr ... Ttrrrtt ... Ttrrrtt ....
Suara dering pesan di ponsel Evelyn mengagetkan lamunannya. Evelyn mengambil ponselnya yang membuka pesan masuk.
"Berikan aku waktumu, jangan lembur lagi, hari ini kita pulang bersama."
Pesan dari Malvin, Evelyn tersenyum. Selama dua hari ini Evelyn memang beralasan lembur untuk menghindari Malvin.
"Aku sudah memberikan semua waktu dan tenagaku untukmu dan perusahaanmu tuan Malvin."
Malvin menghembuskan nafas kasar membaca balasan yang ia terima dari Evelyn. Ia tidak tahu harus bagaimana bersikap, ia sangat mencintai wanitanya itu, namun ia juga tidak tahu bagaimana menyikapi sikap manja Marina.
Seperti saat ini, Marina meminta Malvin menemaninya makan siang di kantin perusahaan. Marina sengaja melakukan itu untuk menunjukkan kedekatannya dengan pemilik perusahaan pada semua karyawannya.
Marina tengah menyuapi Malvin saat Evelyn datang untuk makan siang di kantin bersama dengan Jenifer.
"Sudahlah Marina, makanlah sendiri makananmu, aku disini hanya untuk menemanimu, bukan untuk meminta makananmu." ketus Malvin pada Marina.
"Aku ingin berbagi makananku denganmu." balas Marina dengan suara manjanya.
Evelyn semakin jengah melihatnya, kemudian ia pergi meninggalkan kantin perusahaan, jeni yang juga melihat kejadian itu berteriak memanggil Evelyn yang pergi meninggalkannya.
Malvin yang sedari tadi menunduk mendengar seseorang memanggil nama Evelyn sontak mengangkat pandangannya, ia sadar Evelyn melihat apa yang baru saja Marina lakukan padanya.
"Ahhh ... sial !" Malvin mengumpat marah.
Tanpa mempedulikan Marina lagi, Malvin keluar kantin meninggalkan Marina yang terus berteriak memanggil namanya.
⭐️⭐️⭐️⭐️
Malvin menggenggam tangan Evelyn dengan sedikit menariknya untuk segera pulang bersamanya. Evelyn yang tahu Malvin tidak akan menerima penolakannya akhirnya memilih pasrah mengikuti Malvin.
Selama dalam perjalanan mereka berdua hanya diam, Malvin fokus pada jalanan didepannya sedangkan Evelyn menatap kosong keluar jendela.
Ketika sampai di apartemen Malvin, ia kembali menggenggam tangan Evelyn seolah - olah Evelyn akan lari jika ia tidak memegang tangannya.
Setelah Malvin masuk ke apartemennya, ia langsung menuju kamarnya dengan tetap memegang tangan Evelyn, menutup pintunya dan mendorong Evelyn pada belakang pintu yang tertutup.
Tanpa aba - aba dan tanpa mengatakan apapun Malvin mencium bibir Evelyn penuh amarah.
Malvin telah mendapat hasil pemeriksaan Dokter yang dikirim ke alamat kantornya.Setelah membaca isi dari surat tersebut, Malvin langsung menghubungi Shella."Batalkan semua janji hari ini." Kata Malvin setelah telephonnya tersambung."Tapi, Tuan Malvin, hari ini ada rapat penting.""Aku ada urusan yang lebih penting. Kita bisa mengatur kembali jadwal rapat." Malvin tidak ingin mendengar penolakan."Baik, Tuan. Saya akan segera membatalkan dan menjadwalkan ulang.""Bagus."Malvin memutus sambungan telephon, ia merapikan meja kerja dan segera keluar dari ruangannya.Melihat Malvin keluar dari ruangan, Shella buru-buru bangkit untuk menanyakan ke mana Bosnya itu akan pergi. Namun, suaranya terhenti karena langkah kaki Malvin yang lebar membuatnya segera hilang dari pandangan.Shella hanya mengembuskan napas dan akhirnya berpasrah mengerjakan tugas yang di berikan oleh Bosnya.Malvin segera melajukan mobilnya menuju
Setelah pulang dari rumah Jenifer, Evelyn jadi lebih banyak diam. Alex masih dengan sabar menemaninya. Mereka berdua duduk di ruang tengah di rumah Evelyn."Apa kau ingin kita mendaftar olahraga khusus untukmu hari ini?"Evelyn yang bersandar di dada Alex hanya menggeleng. Alex mengusap lembut rambut Evelyn penuh kasih sayang."Apa kau ingin kita membuat kue resep baru?"Evelyn lagi-lagi hanya menggeleng. Ia memainkan kancing kemeja milik Alex dengan masih menyandarkan kepalanya di dadanya."Apa kau ingin melihat gaun pernikahan yang akan kau kenakan di pernikahan kita?"Evelyn mendongak, tangannya terulur menyentuh dagu Alex dan mengusapnya dengan lembut.Alex menatapnya penuh kasih sayang, ia sedikit terkejut dengan tindakan Evelyn. Namun, ia tersenyum."Ada apa, Sayang?""Apa kau serius ingin menikahi ku?""Kau masih menanyakan hal itu? Apa kau meragukanku? Aku sudah menyiapkan pesta kecil untuk pernikahan kita
Kejadian yang mempertemukan Evelyn dengan Malvin tanpa sengaja sangat mengguncang Evelyn. Kabar pernikahan mereka sudah cukup menyakitinya, namun, ia bisa mengatasinya jika saja Malvin tidak datang secara tiba-tiba.Pertemuan mereka seolah menguak luka lama yang telah susah payah Evelyn mengobatinya.Alex hanya diam karena ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya tetap berusaha berada di sisi Evelyn dan memeluknya.Malvin telah mengetahui semua kenyataannya. Alex pikir, jika saja dirinya di posisi Malvin, ia akan terus memperjuangkan Evelyn.Namun, Alex tidak tahu apa yang di pikiran Malvin, dan apa yang akan dilakukannya. Alex hanya bisa menebak-nebak dan menyiapkan diri apa pun yang akan terjadi selanjutnya.Malam itu, Evelyn kembali tertidur di pelukan Alex, ia terlalu lelah menangis. Siang hari setelah pergi begitu saja dari rumah Jenifer, mereka berdua menginap di sebuah hotel yang tidak jauh dari rumah Jenifer.Alex tidak tahan membiark
"Cium aku, Malvin.""Apa?!""Cium aku."Malvin hanya diam dan memalingkan wajahnya. Dena segera menarik tubuh Malvin dan menciumnya.Malvin tertegun, dan ketika ia sadar, ia segera mendorong tubuh Dena menjauh."Kenapa?"Malvin tetap diam dan menatap Dena."Kenapa kamu tidak mau menciumku? Kita bahkan pernah tidur bersama. Kenapa, Malvin?""Hentikan, Dena!" Kata Malvin marah."Apa?!" Jawab Dena tak kalah marah."Sebaiknya kau pulang ke rumahmu." Kata Malvin seraya meninggalkan Dena sendiri di ruangan itu.Malvin masuk ke dalam kamar, dengan menutup keras pintunya. Ia mengusap kasar wajahnya.Malvin menyadari, semua ini memang bermula karena kesalahannya. Ia tak sanggup untuk menjalani kehidupan bersama Dena. Namun, ia juga tak mampu membawa Evelyn kembali kepadanya.Malvin masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan air dingin dan membiarkan tubuhnya basah tersiram air beserta pakaian yang masih melekat d
Alex menemani Evelyn berbelanja keperluan ibu hamil, ia membeli beberapa pakaian yang nyaman digunakan ketika hamil."Apa kau ingin mengikuti senam ibu hamil?""Tentu.""Aku akan menemanimu mendaftar besok."Evelyn mengangguk. Hari ini ia bersenang-senang, Alex tidak memberinya kesempatan untuk bersedih.Pria bermata sipit dan memiliki kulit putih itu ingin Evelyn melupakan masa lalunya, dan memulai kehidupan baru bersama dirinya.Diam-diam Alex membeli sebuah kalung, sesuai dengan janjinya kepada Evelyn. Ia akan memberikan yang baru untuk Evelyn.Menjelang malam, Alex bersama Evelyn sudah berada di rumah. Seperti biasa, Alex menyiapkan makan malam untuk Evelyn.Namun, malam ini lebih spesial. Alex memasak sendiri di dapur Evelyn dengan disaksikan langsung oleh Evelyn.Pria bertubuh atletis itu sepertinya tidak pernah melupakan olahraga, dengan gerakan cekatan ia memasak membuat Evelyn terkagum."Waw, kamu s
Evelyn kembali tidak bisa tidur. Pikirannya kini tertuju kepada Alex. Apakah sudah tepat ia memilih Alex untuk mendampinginya?Selama ini memang Alex yang selalu ada untuknya, kadang, Evelyn merasa bukan tanpa alasan Alex baik kepadanya.Tapi, bukankah suatu kesalahan jika ia merebut Alex dari kekasihnya? Lalu apa bedanya ia dengan Dena?Dan, apakah sudah benar jika Alex harus bertanggung jawab atas sesuatu yang bukan kesalahannya?Evelyn mengusap perutnya perlahan, kehamilannya sudah memasuki usia empat bulan. Perut buncitnya perlahan mulai terlihat.Tanpa sadar Evelyn akhirnya tertidur.Di tempat lain, Malvin berdiri di balkon apartemen menghadap pemandangan kota. Tatapannya kosong.Seseorang memeluknya dari belakang."Apa yang kau pikirkan? Ini sudah larut, bisakah kita tidur?""Tidurlah duluan,aku masih ingin di sini."Dena enggan melepas pelukannya."Apa kau masih memikirkan Evelyn?"Malvin meliriknya
Alex mengeluarkan loyang dari dalam oven."Brownies, akan lebih nikmat jika dimakan dalam keadaan dingin.""Oh, ya?""Iya, apalagi menginap, rasa cokelatnya akan lebih mantab.""Jadi, aku dilarang mencobanya?""Boleh saja."Evelyn meraih loyang yang baru saja Alex letakkan di meja. Evelyn langsung berteriak dan menarik tangannya kembali.Alex meraih tangan Evelyn, dan mengguyurnya dengan air mengalir."Hati-hati, itu masih panas, bukankah aku baru saja mengeluarkannya dari oven? Kenapa kau menjadi sangat ceroboh?""Maaf, aku terlalu bersemangat.""Tunggu di sini."Alex membawa Evelyn duduk di ruang TV, lalu ia keluar untuk pulang dan mengambil obat untuk luka bakar.Alex memberi salep pada tangan Evelyn yang mulai memerah."Diamlah di sini, biar aku yang menyiapkan browniesnya untukmu."Evelyn mengangguk. "Terima kasih."Evelyn tidak tahu, kenapa Alex menjadi begitu sangat memanj
Jumat pagi, Evelyn telah bersiap-siap. Ditemani Alex, ia akan pergi ke pusat pembelanjaan bahan kue. Hal baru yang akan ia pelajari dan mulai ia minati.Sejak beberapa hari yang lalu, Evelyn jadi suka melihat tutorial membuat kue. Kesukaan itu bermula, saat Evelyn mulai suka ngemil, salah satu tanda kehamilannya yang tidak disadari oleh Evelyn.Evelyn juga sempat berpikir untuk berjualan kue, namun, ia perlu banyak belajar untuk itu. Dengan antusias ia menunjukkan kepada Alex, dan dengan senang hati Alex menawarkan diri untuk membantunya."Kamu ingin membuat kue apa?""Aku ingin brownies.""Baiklah, kita belanja bahan untuk membuat brownies.""Apa kau juga pandai membuat kue?""Sedikit."Alex dan Evelyn berjalan beriringan, memilih bahan premium untuk membuat kue."Apa kau memiliki oven?""Aku sudah membelinya secara online kemarin." Jawab Evelyn dengan tersenyum."Maaf kemarin aku terlalu sibuk." Kata Alex."Un
"Hamil?" Terdengar suara seseorang yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.Sontak Alex dan Evelyn melihat ke asal suara. Ia sangat terkejut karena Malvin sudah berdiri di sana."Malvin?" Hanya kata itu yang keluar dari mulut Evelyn karena terlalu terkejut melihat Malvin tiba-tiba berada di sana. Suatu kebetulan yang tidak pernah terpikir olehnya.Malvin berjalan mendekat dengan angkuhnya."Kau hamil? Dengan siapa? Pria Brengsek ini? Dasar Bajingan!" Malvin menghantam wajah Alex dengan keras.Reflek Evelyn menjerit histeris. "Alex!"Malvin tidak mempedulikan teriakan Evelyn, ia terus memukul Alex tanpa perlawanan dari Alex. Ia hanya bisa mengelak serangan Malvin yang kadang-kadang tetap tepat sasaran.Evelyn terus berteriak dan berusaha mengentikan Malvin. Tapi pria itu tetap tidak mau berhenti."Malvin, hentikan! Aku mohon." Evelyn mulai kembali menangis.Malvin menghentikan aksinya, Evelyn langsung berlari menghampi