Evelyn sedang mengemasi barang - barangnya bersiap untuk kembali ke apartemennya.
"Kamu mau kemana sayang ?" Malvin tiba - tiba masuk kamarnya.
"Aku akan kembali ke apartemenku, bukankah kita sudah memenangkan proyek itu? "
"Tinggallah disini saja bersamaku, kita masih harus bekerja keras untuk proyek yang kita menangkan."
"Kenapa aku harus tinggal disini ?" Evelyn ingin tau alasan Malvin.
"Karna kamu sekretaris aku." jawab Malvin dengan berdiri dan mendekap Evelyn dari belakang, "selain itu, karna kamu sekarang adalah milikku." Tegas Malvin berbisik di telinga Evelyn.
Evelyn merinding mendengarnya.
"Kamu serius ?" tanya Evelyn seraya membalikkan badannya.
"Kamu meragukanku ? Jika tak serius, kenapa aku harus melakukan semua ini."
Evelyn tersenyum memeluk Malvin. Ia tak menyangka Malvin bisa mencintainya, tak sia - sia usahanya selama ini. Karna Malvin merupakan sosok yang sulit jatuh cinta.
"Bersiaplah, kita akan makan malam." ajak Malvin yang dijawab anggukan oleh Evelyn.
Melvin mengajak Evelyn makan malam di sebuah restoran dengan nuansa romantis dan di iringi sebuah musik classic.
"Kamu romantis juga ya." kata Evelyn tersenyum.
"Apapun untukmu, sayang. Kau wanitaku, takkan aku biarkan ada orang lain yang mendekatimu." Malvin menggenggam tangan Evelyn.
Evelyn sangat bahagia, ia merasa seperti dunianya telah di dapatkannya. Sesuatu yang sangat diimpikannya yaitu Malvin menjadi miliknya.
"Aku juga takkan membiarkan satu orangpun wanita yang berusaha mendekatimu, terlebih rekan - rekan bisnismu yang dengan terang - terang centil dan berusaha menarik perhatianmu itu."
Malvin tertawa memdengar pernyataan Evelyn. Karna memang benar ada beberapa rekan bisnis perempuan yang dengan terang - terangan berusaha menggodanya, hal itu pasti takkan luput dari perhatian Evelyn karna ia adalah sekertarisnya.
"Kenapa kamu malah tertawa ? Kamu senang mereka melakukan hal itu ?" Evelyn cemberut.
"Tidak sayang ... aku juga tidak memperdulikan mereka."
"Awas ya." Malvin kembali tertawa. Ia suka melihat ekspresi Evelyn yang terlihat menggemaskan saat cemburu.
⭐️⭐️⭐️
Keesokan harinya, Evelyn bersiap untuk berangkat kerja seperti biasa. Ia bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.
"Selamat pagi sayang, kamu terlihat lebih cantik dari biasanya, apa tidurmu nyenyak ?" sapa Malvin.
"Selamat pagi ... tentu saja, aku jadi lebih bersemangat pagi ini." jawab Evelyn dengan mencium pipi kanan dan kiri Malvin.
"Kita sarapan dulu yuk." sambungnya.
Malvin mengangguk, "Terima kasih sayang."
Setelah sarapan, mereka berangkat ke kantor bersama. Sesampainya di lobi kantor seperti biasa Evelyn sudah ada yang menunggunya, Jenifer sahabatnya.
Setelah memastikan Malvin masuk ke dalam kantor terlebih dulu kemudian Jenifer mendekati Evelyn.
"Kamu masih berangkat bareng si bos ? Berarti kamu masih tinggal di apartemennya ?"
Evelyn tersenyum dan mengangguk.
"Aahhh, beruntungnya ... kenapa kamu tidak pernah menceritakannya padaku, lalu apa saja yang sudah kamu lakukan selama tinggal disana ? Kenapa kamu tidak kembali ke apartemenmu sendiri ?" Jenifer memberondong pertanyaan dengan terus berjalan mengikuti Evelyn.
"Kita membicarakan banyak hal ... dan boss melarangku kembali ke apartemenku"
"Bagaimana bisa ? Atau jangan - jangan kamu sudah tidur ya sama si boss."
Evelyn melototi Jenifer, "Apa yang kamu bicarakan!"
"Aahh ... aku tahu jika kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku."
Evelyn terus berjalan tanpa menjawab pertanyaan Jeni.
"Jangan - jangan memang benar ya ve ? Kamu sudah jadian ?" kata jenifer lagi setengah berteriak.
"Ssstt ... sudah ya, lebih baik sekarang kamu diam dan mulai bekerja." kata Evelyn tersenyum melihat ekspresi sahabatnya.
"Awas ya, kamu mempunyai hutang cerita padaku." jenifer lalu pergi ke ruangannya dengan menahan rasa penasarannya.
⭐️⭐️⭐️
Jam istirahat kantor, Evelyn dan Jeni makan siang di kantin kantor, mereka juga memesan kopi kesukaan mereka berdua.
"Barusan kamu dari mana ? Lama sekali aku menunggumu."
"Aku dari toilet, kenapa?"
"Kamu benar - benar sudah menjadi kekasih si boss ?"
"Kamu menanyakan itu lagi."
"Kamu belum menjawab pertanyaanku."
Sebenarnya Evelyn bingung menjawab pertanyaan Jeni, ia ragu membocorkan hubungannya dengan bossnya karna bossnya belum pernah terlihat menjalin hubungan dengan wanita manapun.
Evelyn lebih memilih diam tak menangggapi pertanyaan Jeni.
"Kamu tahu, tadi saat kamu ke toilet, ada seorang gadis masuk ruangan boss kita." Jenifer mulai bercerita memancing untuk melihat reaksi Evelyn.
"Lalu?" jawab Evelyn berusaha tak menanggapi.
"Apa kamu tidak cemburu ?"
Evelyn mengedikkan bahu, "Aku sekretarisnya, jadi aku juga tahu siapa - siapa yang akan bertemu dengan boss kita."
"Baiklah, baiklah ... kamu memang yang paling tahu."
Merekapun tertawa bersama.
"Eh, apa kamu melihat wanita yang baru saja keluar dari ruangan boss kita? Jangan - jangan dia adalah kekasih boss kita, kamu lihat bukan dia sangat agresif begitu sama boss." terdengar seseorang membicarakan Malvin di belakang kursi Evelyn.
"Iya, dia sangat cantik, terlihat sangat serasi bersama bos kita."
"Yah, patah hati dong aku."
Evelyn beranjak dari tempat duduknya dengan membawa makan siang dan kopi yang sengaja ia bungkus untuk malvin. Masih terdengar tiga perempuan tadi masih membicarakan Malvin.
Evelyn pergi meninggalkan Jeni yang masih bingung dengan sikap Evelyn yang tiba - tiba berubah.
"Eh Ve, kanu mau kemana? Kita belum selesai makan."
"Ve, tunggu aku."
Evelyn terus berjalan tanpa menghiraukan teriakan Jenifer, ia langsung menuju ruangan bossnya.
Evelyn membuka pintu ruangan Malvin tanpa mengetuknya terlebih dahulu, Malvin duduk di sofa yang terdapat diruangannya dan terlihat seorang wanita duduk disebelah Malvin dengan genitnya. Sedangkan Malvin berbicara dengan laki - laki di seberang tempat duduknya.
Tok tok tok... Evelyn mengetuk pintu. Sontak ketiganya menoleh padanya. Evelyn masuk kemudian meletakkan makan siang dan kopi di meja Malvin.
"Makan siang anda tuan, saya permisi." kata Evelyn seraya menatap Malvin dalam, lalu meninggalkan ruangan Malvin.
⭐️⭐️⭐️
Setelah pertemuan tadi, Malvin segera memanggil Evelyn, Evelyn pikir ia akan mendapatkan penjelasan dari Malvin. Namun kenyataannya berbeda.
"Ve, segera atur pertemuan kita dengan perusahaan Dudde corp. atur jadwalnya besok siang." kata Malvin.
"Baik boss, apa ada hal lain lagi yang ingin anda sampaikan bos ?" tanya Evelyn.
"Tidak ada, kamu boleh kembali ke tempatmu."
"Baik tuan, permisi."
Evelyn keluar dengan menahan emosinya, mukanya ditekuk dan dihembuskanya nafasnya dengan kasar.
Triingg.. Terdengar notifikasi handphonenya, Evelyn duduk dikursinya dan merogoh saku untuk mengambil ponselnya.
"Terima kasih makan siangnya sayang."
Pesan itu dari Malvin, setelah membacanya, Evelyn melempar ponselnya ke meja.
"Haahh, seperti tidak terjadi sesuatu saja, kupikir dia memanggilku untuk menjelaskan, ternyata tidak, sekarang ia hanya berterima kasih melalui pesan, kenapa tidak dia katakan saja tadi di dalam."
Evelyn menggerutu sambil lanjut mengerjakan pekerjaannya.
Lalu ia kembali mengambil ponselnya, diketiknya layar handphonenya untuk membalas pesan dari Malvin.
"Sama - sama sayang, tadi aku menitipkannya pada sekretarismu itu, apa kamu sudah memakannya ?" pesan dari Evelyn.
Evelyn meletakkan ponselnya dan beranjak ke toilet.
Malvin tersenyum melihat ekspresi Evelyn dari ruangannya, ia semakin tertawa membaca chat balasan dari Evelyn.Di toilet, Evelyn bertemu Jeni. Melihat muka Evelyn yang ditekuk membuat Jeni pemasaran dan bertanya."Kamu kenapa ?" tanya Jeni."Kenapa apanya ?" jawab Evelyn sambil bercermin."Muka kamu ditekuk gitu."Evelyn hanya diam membenahi make upnya."Aku mau keluar dulu." kata Evelyn."Kemana ?"Evelyn tidak menjawab ucapan Jenifer dan langsung melengang pergi. Evelyn keluar dari kantornya dan berjalan kaki mencari cafe untuk merilekskan pikirannya sejenak.Disaat masih jam kantor begini, tidak seharusnya Evelyn keluar untuk bersantai, karna sebenarnya pekerjaanya masih banyak menunggu untuk diselesaikan.Evelyn yang giat dan cekatan akan meninggalkan pekerjaannya saat pikirannya kacau, ia tida
Malvin menatap Evelyn tajam setelah pria itu menciumnya dengan sedikit kasar. Evelyn membalas tatapan Malvin tanpa mengatakan apapun."kenapa kamu mendiamkan aku ?" tanya Malvin lembut.Evelyn hanya tetap diam dan terus menatap Malvin."kenapa kamu menghindariku ?" tanya Malvin lagi masih dengan lembut."perlukah aku menjawab pertanyaanmu ? Kenapa kamu tidak menanyakan itu pada hatimu?" jawab Evelyn tak kalah lembut."apa maksudmu ?" Malvin mulai kembali tersulut emosi, ia merindukan Evelyn, merindukan kehangatannya. Namun wanita itu seperti selalu sengaja menghindarinya."aku lelah, aku ingin istirahat" Evelyn sedikit mendorong Malvin mundur, lalu membuka pintu dan meninggalkan Malvin yang masih termangu."sial !" umpat Malvin sedikit berteriak.Sebenarnya ia tahu, Evelyn tengah cemburu dengan sikap Marina yang selalu berusaha terlihat mesra dengan
Evelyn berlari ke ruangan Malvin untuk memberi tahu berita yang baru saja ditunjukkan Jenifer padanya."Malvin ...." panggil Evelyn dengan nafas terengah - engah setelah sampai diruangan Malvin."ada apa ? Kenapa kamu terburu - buru seperti itu ?" tanya Malvin."kamu tahu kenapa karyawan disini berkumpul dan berbisik - bisik ? Mereka sedang membicarakan kita" kata Evelyn menunjukkan ponsel milik Jeni yang tadi dibawanya tanpa persetujuan pemiliknya.Tadi Evelyn langsung berlari membawa ponsel milik Jeni, setelah sahabatnya itu memberitahu berita yang sedang ramai di bicarakan teman - temannya."sial ... siapa yang membuat berita murahan seperti ini ?" tanya Malvin."tentu saja aku" kata Marina yang tiba - tiba masuk tanpa permisi ke dalam ruangan Malvin."bukankah itu benar ? Jadi sangat disayangkan jika berita besar seperti ini tidak dipublikasikan" lanju
Tuang Gerald memandang Malvin dan Evelyn secara bergantian seolah meminta penjelasan dari mereka berdua. Evelyn hanya diam menunggu Malvin menjelaskan kepada ayahnya."dia memang tinggal di apartemenku yah, karna aku yang memintanya ... kami sedang mengerjakan proyek besar yang membuatnya harus sering lembut di kantor, jadi aku memintanya untuk tinggal bersamaku""saat Marina datang, aku sedang makan dan Eve sedang mandi di kamarnya, kami tidak melakukan apa - apa" kata Malvin menjelaskan.Tuan Gerald masih dalam pembawaannya yang tenang, ia tidak mengatakan apapun, baginya wajar jika nyatanya Eve memang tinggal di apartemen putranya, karna memang ia adalah sekretarisnya."Marina, aku tunggu pengakuanmu saat konferensi pers besok ... dan aku tidak menerima penolakan" kata tuan Gerald seraya meninggalkan mereka bertiga.Malvin bangkit dan berjalan mendekati Evelyn."kau percaya padak
Pagi Evelyn disambut dengan turunnya hujan, sepertinya musim hujan sudah mulai datang. Beruntung hari ini adalah hari minggu jadi Evelyn libur bekerja. Ia memutuskan untuk berbelanja bulanan di supermarket di lantai 1 apartemen Malvin.Dengan ditemani Malvin ia belanja keperluan untuk sebulan kedepan."kamu mau masak apa hari ini ?" tanya Malvin."kamu mau dimasakin apa ?""aku mau soup daging""oke siap boss " Evelyn tersenyum dengan mengangkat tangannya. Malvin mengusap rambutnya gemas.Mereka berdua melanjutkan belanja, membeli minuman serta bumbu - bumbu yang diperlukan.Setelahnya mereka memasak bersama di dapur Malvin.Di sela - sela kegiatan memasak mereka, ada seseorang yang datang. Padahal hari sedang hujan. Malvin dan Evelyn saling pandang ketika ada yang memencet tombol di samping pintu apartemennya itu."biar aku yang buka" kata Ma
Malvin menghembuskan nafas lelah, ia membaringkan tubuhnya pada kasur empuk di kamar hotel yang ia sewa, ia mulai gelisah karna Evelyn tidak dapat dihubunginya sejak kemarin.Malvin sempat kesal pada ayahnya karna ia merasa telah dibohongi, tujuan ayahnya meminta Malvin ke Kanada sebenarnya untuk bertemu seorang gadis, putri dari teman ayahnya.Malvin teringat saat di bandara ia dijemput oleh seorang perempuan yang berpenampilan layaknya seorang bodyguard. Badannya yang tegap serta ekspresinya yang dingin dan tidak banyak bicara membuat mereka berdua hanya berdiam di dalam mobil, tanpa ada percakapan apapunKetika tiba di kediaman teman ayahnya, barulah Malvin tahu jika perempuan yang menjemputnya itu bukanlah seorang bodyguard melainkan putri mereka."Dena, ibu sudah melarangmu memakai pakaian seperti itu, jika kamu tetap berpenampilan seperti itu, maka tidak ada satu orang pria pun yang tertarik padamu" ucap nyony
Malvin membayar tagihannya dan segera berlari kecil menuju tempat dimana tadi ia memarkirkan mobil Dena sambil sesekali mengedarkan pandangannya mencari Dena.Sesampainya di tempat parkir, ia tidak menemukan yang ia cari. Mobil Dena tidak ada disana, wanita itu sudah pergi, Malvin tahu wanita itu pasti akan membuat ulah dan merepotkannya."sial !" umpatnya.Sedikit ada rasa penyesalan kenapa tadi ia memberikan kunci mobilnya pada Dena. Seharusnya, ia tidak mempercayai wanita itu begitu saja.Jam sudah menunjukkan pukul enam sore, saat Malvin menuju rumah Robert menggunakan taxi, setelah menghabiskan waktunya di sebuah cafe untuk mengisi perutnya dan sedikit bersantai.Sebenarnya ia lelah dan ingin langsung kembali ke hotelnya, namun ternyata hotelnya lumayan jauh. Akhirnya ia putuskan untuk bersantai di sebuah cafe. Baru setelah itu ia melanjutkan ke rumah Robert, ayah Dena.Sesampa
Malvin mengambil pakaiannya di lemari dan kembali ke kamar mandi untuk mengenakannya. Selang lima menit, Malvin sudah terlihat rapi dengan celana pendek dan kaosnya.Malvin melihat selimutnya yang tadi berantakan sudah rapi dilipat. Ia melirik Dena yang duduk dikursi, ia yakin Dena yang melipat selimutnya. Malvin tersenyum dan mendekati Dena, kemudian duduk di kursi depan Dena yang terhalang oleh meja."jadi, apa yang membawamu kesini ?" tanya Malvin dengan ekspresi datar. Ia tidak ingin terlihat bahagia karna Dena memakai pakaian yang telah ia beli untuknya, menurutnya itu sudah cukup untuk menghargai usahanya kemarin."aku ingin minta maaf""aku tahu aku sudah keterlaluan, tapi mungkin benar kita bisa berteman, dengan begitu aku tidak perlu membencimu dan kamu pun tidak perlu membenciku""untuk apa aku harus membencimu ? Dan mengapa kamu membenciku ?" tanya Malvin serius."kamu be