"Jeno, lihat Ayah. Yeayyy Jeno bisa terbang!!!" seru Arsya yang tampak asik bermain bersama Jeno. Ya, bagi Arsya itu menyenangkan, namun jika Anjani melihatnya mungkin Arsya akan di cubit keras-keras, sebab saat ini Arsya mengangkat tubuh Jeno tinggi-tinggi di atas tubuhnya, siapapun yang melihat hal itu mungkin akan berteriak karena mengerikan. Tapi anehnya, baik Arsya dan Jeno malah tertawa menikmati.
"Jeno terbang lagi ya, hushhhh" ujar Arsya kembali mengangkat Jeno tinggi - tinggi. Ya beginilah jika ia lepas dari pengawasan Anjani, bermain dengan Jeno semauanya.
Jeno tertawa menampilkan gusinya yang belum tumbuh gigi, bermain terbang - terbangan seperti ini sudah menjadi kegiatan rutin yang Arsya dan Jeno selepas Arsya pulang kerja. Karena kalau Arsya pulang kerja, Anjani akan pergi mandi, di sana itu lah ia melakukan aksinya bersama Jeno.
"Mas"
Mendengar namanya di panggil Anjani, dengan cepat Arsya langsung menurunkan Jeno dan duduk manis di a
"Sya, ibu sama bapak pergi dulu ya, kamu jangan kemana - mana sebentar lagi mas mu pulang." ujar Tuti berbicara kepada Nisya yang sedang duduk melamun diatas tempat tidurnya. Cewek itu hanya menetap kearah Tuti sejenak kemudian memutuskan kontak matanya.Tuti yang melihat respon Nisya hanya menghembuskan napas berat saja, ia lantas menutup kembali pintu kamar Nisya dan berjalan menghampiri suaminya yang sudah menunggu diatas motor.Nisya menggigit kuku jempolnya, keadaannya cewek itu masih sama, tatapan matanya masih kosong, ekspresi wajahnya pun hanya satu, datar. Tak ada minat hidup dan aura yang keluar dari wajah manis gadis itu.Nisya beranjak turun dari tempat tidurnya, ia berjalan kedepan jendela, menatap lurus kearah luar rumahnya. Cuaca hari ini cukup bagus, mengingat kan Nisya pada suasana di kampusnya, biasanya di cuaca yang seperti ini ia bersantai di gazebo sembari menikmati bakso atau mie ayam bersama teman -
Anjani menatap cemas kearah Nisya yang tengah terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit, entah apa yang terjadi pada cewek itu hingga membuat ia hampir saja kehilangan nyawanya. Nisya kritis, urat nadinya hampir terputus, namun masih bisa tertolong karena Anjani bergerak cepat memanggil bantuan medis.Anjani belum tau jelas sebab dari goresan luka di urat nadi cewek itu, entah ia sendiri yang melukai tangannya, atau laki - laki tak di kenal yang memukuli wajah Arsya.Jeno menggeliat di dalam gendongannya, membuat Anjani bangkit dari duduknya kemudian menimang Jeno yang mungkin mengantuk."Kenapa, sayang?" tanya Anjani dengan nada lembutnya kepada Jeno."Ooo.." gumam Jeno seraya berontak dari gendongan Anjani."Shuttt, gak boleh nakal, tante Nisya lagi istirahat.." ujar Anjani seakan melarang anaknya untuk menangis.Tangan Anjani menepuk bokong Jeno pelan, biasanya kalau J
7 Tahun KemudianHari libur bagi Arsya bukan lagi hari dimana ia bisa bersantai dan beristirahat di rumah. 8 tahun umur pernikahan, ia dan Anjani sudah di karunia 4 orang anak yang membuat waktu liburnya di sibukan dengan bermain dan mengurus buah hatinya.Sih sulung Arjeno Shakeel Cakrawala, bocah tampan yang sebentar lagi akan menduduki bangku sekolah dasar.anak kedua ada Archie Javier Cakrawala, anak laki-laki kedua yang umurnya 2 tahun lebih muda dari Jeno, tapi ia lebih aktif bermain di luar rumah bersama teman - temannya berbeda dengan Jeno yang lebih suka bermain di dalam rumah saja.Arjuno Keenan Cakrawala, sih bungsu gak jadi. Selain sudah lancar berbicara dan berjalan, Juno juga sudah lancar mengganggu kedua abangnya ketika sedang belajar.Kemudian ada sih bungsu yang baru berumur tiga bulan, anak ke empat Arsya dan Anjani yang satu ini berjenis kelamin perempuan, namanya
Ada sebuah keharusan yang tidak bisa di tunda. Meninggalkan seorang istri yang baru di pinangnya dua bulan lalu demi mengejar cita-cita. Membuatnya terpaksa membuka celah pada keharmonisan yang selalu mereka jaga. Sebuah jarak akan menguji kekuatan kedua cinta mereka. Memilih bertahan atau meninggalkan? Arsya dengan keras bersumpah tidak akan ada yang bisa merusak rumah tangga mereka dengan cara apapun, jarak, komunikasi dan rindu yang mungkin akan menjadi masalah baru. Namun, Arsya bersumpah semua hal kecil itu tidak akan menggoyahkan bentang rumah tangga mereka. Itu janji yang Arsya berikan pada Anjani -istrinya. Memberi bekal kepercayaan selama mereka berpisah. Sebagai seorang istri yang perngertian dan bijaksana, Anjani berusaha untuk turut percaya. Ikut menjaga dan merawat hubungan jarak jauh mereka. Seperti yang suaminya katakan; jarak, komunikasi dan rindu. Itu hanya setitik masalah yang mungkin ada mener
Meski sudah tiga bulan berlalu sejak kepergian Arsya mengejar gelar Magister-nya di kota istimewa Yogyakarta. Akan tetapi tanpa kehadiran Arsya di sisinya masih terasa asing bagi Anjani. Sang suami yang terbiasa berada di dekatnya kini menghilang sampai waktu yang tak ditentukan.Anjani mengusap perutnya yang mulai menonjol, kehadiran jabang bayinya seolah menggantikan sosok Arsya yang selalu menemaninya kemana pun.Mata Anjani menatap lesuh layar laptopnya. Sudah dua hari dirinya tidak tidur demi merevisi draft skripsi. Anjani tidak boleh lengah, ia harus cepat menyelesaikan skripsinya, dengan begitu ia bisa cepat lulus dan menyusul Arsya ke Jogja.“Sabar ya, Nak. Bunda janji sebentar lagi kita akan bersama Ayah setiap hari, nggak perlu nunggu tanggal merah dan hari libur lagi.” Kata Anjani sambil mengusap perutnya yang mulai membucit.Senyum Anjani terbentang, berinteraksi den
Anjani Pov“Bab empat sudah ditandatangani pak Broto?”Aku mendongak, lalu mengangguk, “Sudah pak,” jawabku sambil menatap Pak Ardan yang tengah fokus mengecek bab empat draf skripsiku.Sesuai janji yang di buat Pak Ardan dua hari lalu via pesan singkat, hari ini aku mulai bimbingan dengannya di cafe Camilla sejak beberapa menit lalu.“Deadline skripsimu bulan depan?” tanya Pak Ardan tanpa menatap kearahku.“Iya, Pak.”“Dan kamu baru sampai bab empat?”Aku mematung, bingung harus menjawab apa. Wajah dingin Pak Ardan membuatku mengulas senyum tipis saja tak mampu.“Satu minggu,” kata Pak Ardan sambil menaruh draf skripsiku ke atas meja, “Selesaikan bab lima dalam waktu satu minggu. Lusa temui saya lagi."Aku menghela nafas panjang. Mau protes pun
“Lo nggak capek apa Jan kuliah dengan keadaan hamil kayak gitu?” Anjani menghela nafas, pertanyaan yang sudah sering ia dengar. Katanya mereka prihatin dengan keadaan tubuhnya yang tengah hamil tapi masih harus disibukan dengan kegiatan perkuliahan. Padahal Anjani fine - fine saja menjalaninya. Anjani tersenyum simpul, menatap Naura yang menunggu jawaban darinya, “Jangankan merasa lelah, ngeluh aja gue jarang. Keadaan gue yang kayak gini nggak menyusahkan gue sama sekali kok, serius!" Cecilia yang duduk disamping Naura ikut menyahut, “Mungkin belum kali, baru tiga bulan kan? Nanti kalo udah gede juga baru kerasa capeknya,” “Betul tuh! Lagian kok lo boleh nikah sebelum lulus kuliah, kalo gue sih udah diusir dari rumah kali,” Nah kalau ini Jiya yang bicara. Demi apapun, mendengar ocehannya membuat Anjani menahan diri untuk tidak menarik rambut cewek bermulut lemes itu. Tidak etis se
Arsya: Jek, lagi sama bini gue gak? Jee Katama: lo kira hidup gue cuma dipake buat ngintilin bini lo? Arsya: sensi amat, gue kan cuma nanya Jee Katama: gak tau, digondol kucing kali bini lo Arsya mengusap wajahnya kasar. Dari pagi Anjani tidak ada kabar. Papahnya bilang Anjani pamit pergi dari rumah jam sembilan tadi dan sampai siang ini ponsel istrinya itu masih tidak aktif. Terlebih Jeka –sahabat karib Anjani sendiri tidak mengetahui keberadaan istrinya itu. Padahal kalo kemana-mana mereka pasti selalu bareng. Gimana Arsya tidak panik seperti ini? Memang semenjak kejadian masalah seminggu lalu komunikasi antara dirinya dan Anjani terasa hambar. Tidak romantis dan penuh perhatian seperti biasanya. Anjani cenderung singkat dan slow respon setiap membalas chatnya. Tidak bisa dipungkiri, sebenarnya Arsya memang kecewa saat mengetahui Anjani berbohong padanya. Seperti apa sih sosok Ardan sampai - samp