Umur pernikahan baru 2 bulan, Anjani harus menelan kenyataan pahit kalau suaminya akan meneruskan studinya di kota sebrang. Anjani tidak bisa berbuat banyak mengingat ia masih belum menyelesaikan kuliahnya di Jakarta. Dengan berat hati, Arsya pergi ke Jogja meninggalkan istri dan calon anaknya yang baru berumur 2 minggu di kandungan. Awalnya mereka kira semua hanya tentang waktu saja, karena lambat laun mereka akan bersatu kembali, tapi apa mungkin semua berjalan seperti yang mereka bayangkan, sedangkan orang ketiga hadir dan mencari ruang. Memilih bertahan atau meninggalkan?
View MoreAda sebuah keharusan yang tidak bisa di tunda. Meninggalkan seorang istri yang baru di pinangnya dua bulan lalu demi mengejar cita-cita. Membuatnya terpaksa membuka celah pada keharmonisan yang selalu mereka jaga. Sebuah jarak akan menguji kekuatan kedua cinta mereka.
Memilih bertahan atau meninggalkan?
Arsya dengan keras bersumpah tidak akan ada yang bisa merusak rumah tangga mereka dengan cara apapun, jarak, komunikasi dan rindu yang mungkin akan menjadi masalah baru. Namun, Arsya bersumpah semua hal kecil itu tidak akan menggoyahkan bentang rumah tangga mereka. Itu janji yang Arsya berikan pada Anjani -istrinya. Memberi bekal kepercayaan selama mereka berpisah.
Sebagai seorang istri yang perngertian dan bijaksana, Anjani berusaha untuk turut percaya. Ikut menjaga dan merawat hubungan jarak jauh mereka. Seperti yang suaminya katakan; jarak, komunikasi dan rindu. Itu hanya setitik masalah yang mungkin ada menerpa mereka. Tapi, mereka melupakan masalah terbesarnya.
Orang ketiga.
Tidak ada yang tahu siapa yang akan goyah hatinya lebih dulu, sebab, satu sisi yang kosong akan menjadi incaran orang ketiga yang datang mencari ruang.
"Mas... Jangan pergi," Maka dari itu Anjani khawatir sekarang. Ketika ia sudah menyiapkan mentalnya untuk menyambut hari ini tiba, keikhlasan itu runtuh semua. Anjani merasa belum siap melepas Arsya pergi meninggalkannya di kota besar ini seorang diri.
Apapun yang Anjani inginkan, Arsya turuti meski nyawa menjadi taruhannya. Tetapi, untuk keinginan wanitnya yang satu itu, membuat Arsya merasa sangat bersalah karena tak bisa mengabulkannya.
"Sayang, lihat Mas," telapak tangan Asrya terangkat, mengangkup wajah Anjani dengan lembut dan perlahan mengangkatnya, meminta Anjani untuk menatap manik legamnya.
"Ini hanya sementara, nanti setelah kamu lulus kuliah, kita sama-sama lagi, ya. Mas akan sering-sering pulang ke Jakarta, jenguk kamu dan bayi kita," ujar Arsya dengan tutur kata yang lembut, satu tangannya bergerak mengusap perut Anjani yang masih rata namun ada kehidupan di dalam sana. Anak mereka yang baru berumur dua minggu.
Takdir senakal itu memisahkan Arsya dari Anjani yang sedang mengandung anak pertama mereka.
"Ingat pesan mas, kamu gak boleh kelelahan, jangan telat makan, dan harus istirahat yang cukup. Kamu gak boleh stress, ya, kasihan nanti dedeknya. Walaupun mas gak ada di samping kamu, tapi kamu harus selalu cerita kalau ada masalah. Satu lagi, sholatnya gak boleh ketinggalan." Pesan yang cukup panjang, dan itu berhasil menyentuh hati sang istri. Semua amanat dari Arsya semakin membuat Anjani takut memulai harinya tanpa Arsya. Meski hanya sementara.
"Mas juga." Anjani hanya mampu mencicit kecil.
"Juga apa?"
"Jangan kelelahan, ingat makan, ingat istirahat, sholat harus di nomor satukan." jeda, tatapan Anjani berubah galak, "Gak boleh lirik dan genit sama cewek-cewek di sana!" peringatnya galak.
Arsya terkekeh pelan, lalu menenggelamkan wajah Anjani ke dalam dada bidangnya. Anjani melingkarkan tangannya di pinggang Arsya, mendusel manja di dada Arsya yang memberinya kehangatan.
"Kamu harus tau, hal tersulit yang nggak bisa Mas lakuin di dunia ini adalah berpaling dari kamu."
7 Tahun KemudianHari libur bagi Arsya bukan lagi hari dimana ia bisa bersantai dan beristirahat di rumah. 8 tahun umur pernikahan, ia dan Anjani sudah di karunia 4 orang anak yang membuat waktu liburnya di sibukan dengan bermain dan mengurus buah hatinya.Sih sulung Arjeno Shakeel Cakrawala, bocah tampan yang sebentar lagi akan menduduki bangku sekolah dasar.anak kedua ada Archie Javier Cakrawala, anak laki-laki kedua yang umurnya 2 tahun lebih muda dari Jeno, tapi ia lebih aktif bermain di luar rumah bersama teman - temannya berbeda dengan Jeno yang lebih suka bermain di dalam rumah saja.Arjuno Keenan Cakrawala, sih bungsu gak jadi. Selain sudah lancar berbicara dan berjalan, Juno juga sudah lancar mengganggu kedua abangnya ketika sedang belajar.Kemudian ada sih bungsu yang baru berumur tiga bulan, anak ke empat Arsya dan Anjani yang satu ini berjenis kelamin perempuan, namanya
Anjani menatap cemas kearah Nisya yang tengah terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit, entah apa yang terjadi pada cewek itu hingga membuat ia hampir saja kehilangan nyawanya. Nisya kritis, urat nadinya hampir terputus, namun masih bisa tertolong karena Anjani bergerak cepat memanggil bantuan medis.Anjani belum tau jelas sebab dari goresan luka di urat nadi cewek itu, entah ia sendiri yang melukai tangannya, atau laki - laki tak di kenal yang memukuli wajah Arsya.Jeno menggeliat di dalam gendongannya, membuat Anjani bangkit dari duduknya kemudian menimang Jeno yang mungkin mengantuk."Kenapa, sayang?" tanya Anjani dengan nada lembutnya kepada Jeno."Ooo.." gumam Jeno seraya berontak dari gendongan Anjani."Shuttt, gak boleh nakal, tante Nisya lagi istirahat.." ujar Anjani seakan melarang anaknya untuk menangis.Tangan Anjani menepuk bokong Jeno pelan, biasanya kalau J
"Sya, ibu sama bapak pergi dulu ya, kamu jangan kemana - mana sebentar lagi mas mu pulang." ujar Tuti berbicara kepada Nisya yang sedang duduk melamun diatas tempat tidurnya. Cewek itu hanya menetap kearah Tuti sejenak kemudian memutuskan kontak matanya.Tuti yang melihat respon Nisya hanya menghembuskan napas berat saja, ia lantas menutup kembali pintu kamar Nisya dan berjalan menghampiri suaminya yang sudah menunggu diatas motor.Nisya menggigit kuku jempolnya, keadaannya cewek itu masih sama, tatapan matanya masih kosong, ekspresi wajahnya pun hanya satu, datar. Tak ada minat hidup dan aura yang keluar dari wajah manis gadis itu.Nisya beranjak turun dari tempat tidurnya, ia berjalan kedepan jendela, menatap lurus kearah luar rumahnya. Cuaca hari ini cukup bagus, mengingat kan Nisya pada suasana di kampusnya, biasanya di cuaca yang seperti ini ia bersantai di gazebo sembari menikmati bakso atau mie ayam bersama teman -
"Jeno, lihat Ayah. Yeayyy Jeno bisa terbang!!!" seru Arsya yang tampak asik bermain bersama Jeno. Ya, bagi Arsya itu menyenangkan, namun jika Anjani melihatnya mungkin Arsya akan di cubit keras-keras, sebab saat ini Arsya mengangkat tubuh Jeno tinggi-tinggi di atas tubuhnya, siapapun yang melihat hal itu mungkin akan berteriak karena mengerikan. Tapi anehnya, baik Arsya dan Jeno malah tertawa menikmati."Jeno terbang lagi ya, hushhhh" ujar Arsya kembali mengangkat Jeno tinggi - tinggi. Ya beginilah jika ia lepas dari pengawasan Anjani, bermain dengan Jeno semauanya.Jeno tertawa menampilkan gusinya yang belum tumbuh gigi, bermain terbang - terbangan seperti ini sudah menjadi kegiatan rutin yang Arsya dan Jeno selepas Arsya pulang kerja. Karena kalau Arsya pulang kerja, Anjani akan pergi mandi, di sana itu lah ia melakukan aksinya bersama Jeno."Mas"Mendengar namanya di panggil Anjani, dengan cepat Arsya langsung menurunkan Jeno dan duduk manis di a
Usai kepulangan keluarga kecil Juna ke Bandung beberapa jam lalu, kini Gerry harus melepas kepergian Anjani dan Arsya karena satu jam lagi jadwal penerbangan pesawat yang akan membawa Anjani dan Arsya ke Jogjakarta.Arsya dan Anjani berangkat ke bandara di antar Gerry, Renya, Neisya dan Deka. Keempatnya meluangkan waktu untuk mengantar Arsya dan Anjani ke bandara. Sesampainya di bandara mereka duduk menunggu sembari mengobrol dan bercanda."Deka, kapan - kapan main dong ke Jogjakarta, sama Handa juga." ujar Anjani tersirat rasa meledek, ia baru saja dapat bocoran dari Renya kalau ternyata Deka berpacaran dengan Handa.Jelas Anjani mengenal Handa, sebab saudara laki-laki Handa adalah sahabat baik Anjani. Rumah mereka juga bersebelahan. Padahal dulu Handa dan Deka gemar sekali bertengkar dan menjadi rival. Tapi entah bagaimana ceritanya mereka bisa saling jatuh cinta. Entahlah, hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu
"Kalian ini bawa bayi pulang malam - malam." ujar Gerry yang baru saja memergoki anak dan menantunya yang baru tiba di rumah usai berkelana kerumah teman lama mereka.Sekarang sudah jam sebelas malam tapi Arsya dan Anjani baru pulang kerumah bersama Jeno yang sudah tertidur pulas di gendongan Anjani. Gerry yang melihat itu tentu saja menggelengkan kepalanya, tak habis pikir kenapa mereka pulang kerumah larut malam bersama Jeno yang seharusnya sudah tertidur dengan nyaman di atas kasur empuk nya, bukan di gendongan Anjani."Maaf, pah." ujar Arsya merasa bersalah, ia mengangkat pandangannya menatap Gerry dengan tatapan memohon.Gerry berdecak, "Anjani, bawa Jeno masuk. Arsya, kamu temanin papah main catur." ujar Gerry kemudian beranjak pergi.Anjani dan Arsya yang mendengar itu saling melempar tatapan dan tersenyum tipis, kalau Gerry mengajak Arsya main catur itu tandanya Gerry sudah memaafkan mereka.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments