Matahari sudah menampakkan dirinya begitu tinggi, tapi sama sekali tak mengusik tidur nyenyak seorang gadis yang masih meringkuk manja di dalam selimut putih tebal yang membungkus tubuh mungilnya.
Wika berdecak sebal saat mendengar suara teriakan mamanya yang membuka pintu kamar dan masuk ke dalam. Bu Asti geleng-geleng kepala melihat anak gadisnya yang belum juga bangun, kebiasaan klasik seorang Wika yang sangat susah bangun pagi.
"Wika, bangun sayang, hari ini kamu ada kelas pagi kan?" panggil Bu Asti mengguncang-guncang tubuh anaknya.
"Ehmmm," Wika berdeham sebagai jawaban.
"Ya Tuhan! Anak ini, kenapa sangat susah sekali membangunkannya?!" desah Bu Asti merasa frustasi dan menyerah menghadapi Wika.
Mendengar suara derap langkah kaki yang mulai berjalan menjauh dari kamarnya, Wika langsung membuka selimut dan duduk di ranjang dengan kepala bersandar di kepala ranjang.
"Aishh! Malasnya lah aku kuliah hari ini." gerutu Wika. "Pagi ini ada kelas mata kuliah pak Pras lagi." Semakin lenyap lah semangat dalam diri Wika.
Dengan langkah malas Wika bangkit dan turun dari ranjang, melangkah masuk ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kuliah pagi.
Tak butuh waktu lama bagi Wika untuk mandi, Wika memilih-milih pakaian yang akan dia pakai untuk pagi ini di walk in closet. Terkejut ketika berbalik badan dan menemukan mamanya yang berdiri dengan senyuman manis.
"Ada apa, ma? Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Wika heran.
"Ada tamu yang datang sepagi ini ke rumah kita loh," masih dengan senyuman manis Bu Asti menjelaskan.
"Siapa?"
"Tetangga baru."
"Uhuuk!" Wika tersedak air liurnya sendiri saat mendengar siapa orang yang bertamu sepagi ini ke rumahnya.
"Eh, kamu gak apa-apa sayang?" Bu Asti membantu menepuk punggung belakang Wika.
"Tidak apa-apa ma, cuma kaget saja."
"Ya ampun, kamu kaget hanya karena dengar tetangga baru itu yang kemari."
Wika tidak menjawab, karena ia masih merasa syok.
Untuk apa pak Pras datang sepagi ini ke rumahnya? batin Wika bertanya-tanya.
"Untuk apa tetangga baru itu datang ke rumah kita ma?" tanya Wika yang tak tahan lagi menahan rasa penasarannya.
Bu Asti nyengir, "antar piring kue cokelat kemarin yang kita kasih."
"Hanya piring kosong?"
"Tidak, dia balikin piring kita dengan balasan isi roti tawar selai cokelat."
"Apa?" kaget Wika.
"Dia datang bersama putrinya, cantik dan imut sekali anaknya." kata Bu Asti menyukai dan gemas pada Vania.
"Ya udah mama sana gih temani mereka!" usir Wika agar Pras cepat pulang.
"Ada papa yang mengajak tetangga baru itu mengobrol." Wika memutar bola matanya jengah mendengar ucapan ibunya.
******
Saat Wika dan Bu Asti menuruni tangga rumahnya, sosok Pras dan Vania masih ada di rumah itu. Tepatnya di meja makan, papa Wika mengajak Pras dan Vania untuk sarapan bersama dan di selingi obrolan.
Pras menoleh ke arah Wika dan Bu Asti yang baru sampai di meja makan. Cepat-cepat Wika membuang pandangannya ke arah lain.
"Nah, itu anak saya." ucap pak Dayu memperkenalkan putrinya Wika.
Pras mengangguk tersenyum, "iya pak, saya sudah tahu, kan kemarin pagi putri bapak mengantarkan kue cokelat yang sangat disukai putri saya. Terima kasih."
"Ah iya, benarkah? Saya tidak tahu." kata pak Danu tertawa kecil.
"Kakak cantik!" jerit Vania berlari ke arah Wika yang terdiam kaku bak patung.
Wika menangkap tubuh kecil Vania ke dalam pelukannya, lalu Wika merundukkan tubuhnya berjongkok di depan Vania.
"Hai gadis kecil, bagaimana kabarmu?" sapa Wika menoel hidung mancung Vania.
"Sangat baik kakak cantik, kakak cantik apa kabar?"
"Sangat baik sama sepertimu."
"Syukurlah kalau begitu, iya kan papa?" kata Vania menoleh ke arah Pras.
Pras tertegun saat tiba-tiba anaknya mengatakan begitu, Pras tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan sang anak.
Pak Dayu melirik ke arah arlojinya yang melingkari pergelangan tangannya. Kemudian pak Dayu bangkit berdiri dan merapikan penampilannya.
"Ma, papa pergi berangkat kerja dulu ya." pamit pak Dayu pada sang istri.
Melihat itu Pras juga ikut bangkit berdiri dari duduknya seraya memanggil Vania. Melirik ke arah arlojinya juga dan kaget melihat sudah jam berapa sekarang ini.
"Saya juga pamit bu, pak. Vania, ayo nak kemari, papa akan mengantarkanmu ke rumah Tante Sofi."
Vania berlari kecil ke arah Pras, Wika bangkit dari posisi jongkoknya dan menegakkan tubuhnya kembali berdiri.
"Ah iya, bukannya tadi nak Pras bilang seorang dosen ya?" tanya pak Dayu saat ingin melangkah keluar namun terhenti ketika mengingat sesuatu.
"Iya, Pak Dayu benar."
"Dosen di universitas mana?" tanya pak Dayu lagi.
Pras tersenyum kemudian menyebutkan nama universitas tempat ia bekerja mengajar sebagai dosen.
"Wah, pas sekali kalau begitu nak Pras. Wika juga kuliah di universitas itu."
"Benarkah?" tanya Pras pura-pura terkejut.
"Iya, Wika juga kuliah disana."
"Baiklah, kalau begitu, bagaimana jika kita berangkat bersama?" ajak Pras menoleh ke arah Wika yang syok.
"Mau, mau, mau! Vania mau papa, kakak cantik maukan pergi bersama Vania dan papa?" seruan suara Vania yang bersorak gembira membujuk Wika agar mau ikut pergi bersama mereka.
Wika menoleh ke arah papa dan mamanya secara bergantian, pak Dayu dan Bu Asti kompak menganggukkan kepala mereka. Tersenyum sebagai kode jika mereka mengizinkan Wika pergi bersama Pras.
Wika memegang pelipisnya merasakan kepalanya yang mendadak berdenyut pusing. Astaga!
Wika pov.Aku tidak akan pernah menyangka jika hari ini aku berada di dalam satu mobil bersama pak Pras, di dalam mobil miliknya.Mama dan papaku juga bahkan tak menolak tawaran pak Pras yang mengajakku untuk berangkat bersama. Mau tak mau pun aku akhirnya terpaksa patuh, dan disinilah aku sekarang berada.Ku lirik pak Pras yang tampak fokus menyetir, wajah tampannya terlihat makin tampan jika di lihat dari jarak sedekat ini. Rahang yang tegas dengan warna kulit putih alami, lalu bibirnya yang tebal berwarna merah alami. Entah kenapa fokus mataku hanya tertuju pada bibir pak Pras, membayangkan bibir pria itu yang terbuka ketika bicara dengan lawan bicaranya.Aku menggelengkan kepala berulang kali saat tak bisa lepas dari bibirnya, eh maksudku tak bisa lepas fokus dari bibirnya."Kenapa?" tanya pak Pras yang tak mengalihkan perhatiannya dan tetap fokus menatap jalanan depan."Apanya ya pak?" tanyaku bingung kenapa tiba-tiba ia bertanya.
Pras pov.Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis yang duduk di sampingku saat ini, mahasiswi yang suka bolos di jam mata kuliahku. Apa dia pikir aku ini pria bodoh yang akan dengan sangat gampangnya ia tipu, memasang wajah sedih agar aku mengiba dan membiarkannya pergi untuk tidak kembali mengikuti pelajaran bahasa Inggris."Turun!" titahku setelah memarkirkan mobilku dengan aman. Ku lihat matanya liar jelalatan celingukan kesana-kemari. Aku pun mengikuti arah pandangan matanya."Kenapa? Cari apa?" tanyaku heran.Wika nyengir cengengesan. "Enggak ada pak." "Ya sudah, ayo turun!" titahku dan langsung keluar dari dalam mobil.Setelah aku keluar, Wika tak kunjung keluar dan masih betah di dalam mobilku. Dengan kesal aku melangkah ke sisi mobil yang lain, membuka pintu mobil dan menatap tajam Wika."Apalagi sekarang? Kenapa tidak keluar juga?" tanyaku geram."Sabar dong pak, ini juga mau keluar kok." katanya santai seolah men
Sebelumnya, follow terlebih dahulu.Terima kasih untuk antusias dan support kalian untuk cerita ini Happy reading!Wika pov."Dosen kamvreett!" omelku sangat kesal pada pak Pras.Seharusnya pria itu senang dong karena hari ini aku tidak bolos di jam mata kuliahnya. Ah, tapi apa yang aku dapat hari ini? Cuma di permalukan di depan semua mahasiswa lainnya. Sialll!Sepertinya pak Pras menaruh dendam padaku sehingga dengan sengaja melakukan itu. Bodo ah, apapun itu alasannya tetap saja aku kesal dan benci padanya.Karena di usir dari kelas, tak di izinkan untuk mengikuti mata kuliahnya pun aku memutuskan pergi ke kantin. Memesan makanan pada ibu kantin karena tadi memang aku tidak sempat sarapan. Sementara si Pras kutu kupret itu malah puas sarapan di rumah ku. Lhaa, kan kamvreett banget.Sambil menikmati makanan dan minuman yang ku pesan, aku pun membuka ponsel dan sibuk membu
"Maaf, karena telah salah menuduhmu. Aku pikir kamu salah satu orang dari komplotan penculik yang lagi viral. Melihat bagaimana cara kamu seperti sedang mencoba membujuk keponakan ku." kata Sofi tersenyum canggung, merasa sangat menyesal pada Wika.Wika sebenarnya kesal mendapat tudingan seperti itu, apalagi tadi Sofi bertindak kasar dengan menepiskan tangannya kuat."Tidak apa-apa," jawab Wika kalem."Hhh, aku panik sekali tadi saat tak ada Vania di sampingku. Makanya aku langsung cari dan begitu ketemu malah melihat Vania bersama seseorang." jelas Sofi yang masih merasa tak enak pada Wika."Iya mbak, gak apa-apa.""Kakak cantik, tidak marah?" tanya Vania polos.Wika menggelengkan kepalanya, "enggak sayang." Wika kembali menyentuh lembut pipi Vania."Lain kali Vania jangan nekat pergi sendirian ya," titah Wika yang di angguki Vania cepat."Ah ya, perkenalkan namaku Sofi." ucap Sofi mengulurkan tangan kanannya."Wika, tetan
"Mbak sedang apa?" tanya Wika menghampiri Sofi yang tengah berjibaku di dapur.Sofi menoleh pada Wika dan tersenyum, "masak buat makan malam." jawabnya dan kembali fokus pada bahan-bahan masakannya."Butuh bantuan?" tanya Wika menawarkan diri."Memang kamu bisa masak?"Wika menggeleng, "ya gak terlalu sih, tapi aku bisa masak air, masak mie instan dan telur dadar. Hehe, hanya itu yang paling gampang." tukas Wika nyengir."Dasar!" Sofi geleng-geleng kepala."Ah, aku mau bantu, boleh ya?" tanya Wika yang kini sudah memegang pisau dan mengambil satu buah kentang untuk ia kupas.Sofi hanya diam membiarkan Wika yang berniat ingin membantunya, tak ada salahnya juga toh Sofi jadi lebih merasa terbantu."Mbak tinggal sendirian disini?" tanya Wika memecahkan suasana hening diantara mereka."Ya." jawab Sofi singkat.
Ini sudah dua hari berlalu semenjak Wika yang berada di rumah Sofi, sejak malam itu ketika Pras dan Wika pulang bersama dari rumah Sofi, setelahnya mereka berdua terlihat tak saling bertemu baik di rumah maupun di kampus.Selama dua hari ini pula Wika terlihat menjadi mahasiswa yang rajin di kampusnya. Tak pernah bolos lagi di mata kuliah lainnya kecuali bahasa Inggris, tak ada alasan mengapa Wika memilih bolos di mata kuliah Pras, intinya ia hanya tak suka saja dengan Pras yang semakin membuat ia membenci pria itu karena tempo hari Pras sudah membuatnya malu luar biasa.Saat jam istirahat, Wika dan teman-temannya kompak keluar dari kelas dan menuju kantin demi mengisi perut mereka yang sudah sangat lapar."Wika, kau pergi kemana saat tempo hari mengajak ketemuan di mall?" tanya Ulfa setelah mereka berempat sudah duduk manis di kantin."Hmm, aku?" tunjuk Wika pada dirinya sendiri. "Aku ada di mall kok." "Hei, kami berempat datang ke mall tapi kau tak a
Denger ya pak, sorry banget nih, bapak bukan tipe saya. Kata-kata itu terus berputar di kepala dan pikiran Pras. Rangkaian kata-kata yang di ucapkan Wika itu seharusnya membuat Pras senang. Namun anehnya tiap kali kata-kata itu terngiang di telinganya, rasanya Pras mendadak mendidih dan merasa sangat kesal. Dadanya sesak penuh amarah.BRAAAKK.Pras menggebrak meja yang berhasil mengalihkan perhatian dari para dosen-dosen lainnya yang kebetulan berada disitu. "Sialll!" umpat Pras amat sangat kesal dan lagi-lagi berhasil mencuri perhatian teman se-profesinya yang semakin bingung dengan sikap Pras.Hanya karena ucapan seorang gadis kecil yang nakal membuat Pras marah dan mencak-mencak. Lihat saja, Pras akan membalas ucapan Wika.Dan apa tadi dia bilang? Pras bukan tipenya. Hhh, lain waktu ketika Pras bertemu dengannya, maka Pras akan mengatakan hal yang sama."Kau juga bukan tipeku, ciihhhh!" gumam Pras masih belum menyadari keberadaannya
"Vania, kamu kenapa sayang?" tanya Pras pada putrinya yang beberapa hari ini terlihat manyun dan murung. Tak seperti biasanya yang selalu terlihat ceria dan gembira.Vania menatap ke arah papanya dengan tatapan sedih, "kangen kakak cantik, papa.""Uhuukkk!" Pras tersedak makanan yang ada di mulutnya, luar biasa kaget dengan jawaban sang anak.Sofi yang melihat kakaknya tersedak pun buru-buru menyodorkan segelas air mineral pada Pras yang langsung di ambilnya. Pras masih batuk-batuk dan Sofi menepuk-nepuk pelan punggung Pras.Vania yang melihat itu pun semakin manyun, Vania berpikir jika karena dirinyalah sang papa tersedak makanan."Maaf, papa." ucap Vania menundukkan kepalanya tampak sangat menyesal.Sofi dan Pras saling tatap, merasa bingung dengan Vania yang tiba-tiba meminta maaf."Minta maaf untuk apa sayang?" tanya Sofi menyentuh lengan kecil Sofi.