Hari sudah mulai berganti tapi tidak dengan suasana di rumah Davin. Pagi hari yang seharusnya bisa menjadi awal yang indah untuk semua orang tidak akan terjadi kali ini. Sejak semalam, suasana kelam itu masih terasa hingga saat ini. Itu semua karena Lucy yang memilih untuk tinggal.
"Vin, aku sama Laila pulang dulu ya," ucap Kevin setelah selesai sarapan.
Ana tiba-tiba berdiri dan menatap Kevin penuh harap, "Aku ikut ya? Kalian bisa anter aku pulang?"
Entah apa yang merasuki Ana hingga membuat keputusan untuk bekerja paruh waktu. Bahkan orang tuanya pun tidak tahu akan apa yang dia lakukan saat ini. Ally yang jengah dengan kemurungannya akhirnya menawarkan pekerjaan yang langsung ia setujui. Sebenarnya Ana menganggap jika ini hanya pengalihan saja, agar otaknya tidak terus tertuju pada Davin, pria yang tega membuatnya sakit hati untuk yang pertama kali karena cinta. Selain karena Davin, Ana juga ingin memanfaatkan waktu luangnya untuk menambah pengalaman, dan uang tentu saja."Ana, tolong ambilkan piring kotor di meja 10!" Ana mengangguk dan memasukkan kain lap ke dalam kantong yang terikat di pinggangnya. Dengan
"Sebelum mengakhiri kelas hari ini, saya akan memberi tugas untuk kalian." Suara lenguhan dari mahasiswa langsung terdengar begitu dosen tidak langsung mengakhiri kelas."Sebentar lagi kan ujian, Bu? Kenapa masih dikasih tugas?" celetuk Andre, salah satu mahasiswa kupu-kupu yang berarti'kuliah-pulang kuliah-pulang'dengan berani."Kalau tidak mau dikasih tugas ya nggak usah kuliah!" ucap Bu Linda yang langsung membuat Andre terdiam. Diam bukan berarti takut, tapi dia malas untuk menanggapi.
Ana mengusap kedua tangannya senang saat makanan yang dia pesan telah datang. Andre hanya pasrah begitu melihat banyaknya makanan yang dipesan oleh temannya itu. Jika bukan karena kalah taruhan, dia tidak akan mau melakukan ini. Untung saja ayahnya memberi uang saku yang cukup seolah paham jika dia akan bertemu manusia dengan spesies aneh seperti Ally dan Ana."Habis ini nambah ya?" ucap Ally membuat wajah Andre berubah kusut."Udah dong, kalian makan udah habis 300 ribu ini."
Langkah Ana terhenti saat melihat sebuah mobil yang berhenti tepat di depannya. Dia mengenali mobil itu. Perlahan Ana masuk dan terkejut saat mendapati Edo yang ada di sana dan bukan Davin seperti perkiraannya."Loh, Pak. Saya kira tadi Mas Davin.""Pak Vinno minta saya buat jemput, Dek. Makanya saya di sini. Pak Vinno lagimeetingsoalnya."Mobil berhe
Davin mematikan rokoknya dan menatap Bram yang sedang berbicara. Dia sengaja mengundang kedua sahabatnya untuk datang guna membicarakan masalah teror yang dialami Ana. Davin sadar jika diasedang berurusan dengan orang yang berbahaya sekarang."Aku udah bilang. Lucy pelakunya," ucap Kevin sambil menuangkan anggurnya ke dalam gelas.
Lucy menangis ketika semua keluarga Rahardianmenghakiminya sekarang. Dia tidak menyangka jika perbuatannya akan menyakiti banyak orang. Entah apa yang di pikirannya dulu ketika merencanakan hal keji ini. Ketika melihat Ayah Davin yang menangis karena dirinya, Lucy merasa ada batu besar yang menghantam kepalanya. Dia seolah tersadar dengan kesalahannya. Ini semua karena perasaan cinta butanya pada Davin. Bahkan pria itu tidak ingin bertemu dengannya saat ini. "Tante nggak nyangka kamu
Mobil Davin berhenti tepat di depan kafesunrise,di mana Ana bekerja paruh waktu. Setelah masalah teror yang dilakukan Lucy selesai, Ana memutuskan untuk pindah ke kos barunya dan kembali bekerja. Davin sempat melarang, tapi bukan Ana jika tidak bisa meluluhkan hati Davin. Ana meraih tasnya dan mengecek apa ada barang yang tertinggal. Setelah selesai dia menatap Davin yang masih saja diam. Ana mengerutkan hidungnya dan mencebikkan bibirnya kesal."Jangan marah dong, Mas.""Kamu berhenti kerja bisa nggak?"Ana mendengus saa
Hari jumat merupakan hari bebas untuk Ana, tidak ada kelas dan tidak ada pekerjaan, tapi bukan berarti dia bisa berleha-leha di atas kasur. Dia harus membersihkan kamarnya sekarang. Jika bukan dia sendiri yang membersihkannya siapa lagi? Dia tersenyum bahagia saat menemukan lembaran uang 5 ribu di dalam kantung celananya.Lumayan.Ana menegakkan tubuhnya yang terasa kaku begitu telah selesai mencuci semua baju yang ada di dalam ember. Dengan tenaga penuh, dia menarik ember yang beratnya menjadi 2 kali lipat itu ke luar kamar mandi. Ana harus membawa ember itu ke balkon untuk menjemur pakaiannya. Belum sampa