Ana mengusap kedua tangannya senang saat makanan yang dia pesan telah datang. Andre hanya pasrah begitu melihat banyaknya makanan yang dipesan oleh temannya itu. Jika bukan karena kalah taruhan, dia tidak akan mau melakukan ini. Untung saja ayahnya memberi uang saku yang cukup seolah paham jika dia akan bertemu manusia dengan spesies aneh seperti Ally dan Ana.
"Habis ini nambah ya?" ucap Ally membuat wajah Andre berubah kusut.
"Udah dong, kalian makan udah habis 300 ribu ini."
Langkah Ana terhenti saat melihat sebuah mobil yang berhenti tepat di depannya. Dia mengenali mobil itu. Perlahan Ana masuk dan terkejut saat mendapati Edo yang ada di sana dan bukan Davin seperti perkiraannya."Loh, Pak. Saya kira tadi Mas Davin.""Pak Vinno minta saya buat jemput, Dek. Makanya saya di sini. Pak Vinno lagimeetingsoalnya."Mobil berhe
Davin mematikan rokoknya dan menatap Bram yang sedang berbicara. Dia sengaja mengundang kedua sahabatnya untuk datang guna membicarakan masalah teror yang dialami Ana. Davin sadar jika diasedang berurusan dengan orang yang berbahaya sekarang."Aku udah bilang. Lucy pelakunya," ucap Kevin sambil menuangkan anggurnya ke dalam gelas.
Lucy menangis ketika semua keluarga Rahardianmenghakiminya sekarang. Dia tidak menyangka jika perbuatannya akan menyakiti banyak orang. Entah apa yang di pikirannya dulu ketika merencanakan hal keji ini. Ketika melihat Ayah Davin yang menangis karena dirinya, Lucy merasa ada batu besar yang menghantam kepalanya. Dia seolah tersadar dengan kesalahannya. Ini semua karena perasaan cinta butanya pada Davin. Bahkan pria itu tidak ingin bertemu dengannya saat ini. "Tante nggak nyangka kamu
Mobil Davin berhenti tepat di depan kafesunrise,di mana Ana bekerja paruh waktu. Setelah masalah teror yang dilakukan Lucy selesai, Ana memutuskan untuk pindah ke kos barunya dan kembali bekerja. Davin sempat melarang, tapi bukan Ana jika tidak bisa meluluhkan hati Davin. Ana meraih tasnya dan mengecek apa ada barang yang tertinggal. Setelah selesai dia menatap Davin yang masih saja diam. Ana mengerutkan hidungnya dan mencebikkan bibirnya kesal."Jangan marah dong, Mas.""Kamu berhenti kerja bisa nggak?"Ana mendengus saa
Hari jumat merupakan hari bebas untuk Ana, tidak ada kelas dan tidak ada pekerjaan, tapi bukan berarti dia bisa berleha-leha di atas kasur. Dia harus membersihkan kamarnya sekarang. Jika bukan dia sendiri yang membersihkannya siapa lagi? Dia tersenyum bahagia saat menemukan lembaran uang 5 ribu di dalam kantung celananya.Lumayan.Ana menegakkan tubuhnya yang terasa kaku begitu telah selesai mencuci semua baju yang ada di dalam ember. Dengan tenaga penuh, dia menarik ember yang beratnya menjadi 2 kali lipat itu ke luar kamar mandi. Ana harus membawa ember itu ke balkon untuk menjemur pakaiannya. Belum sampa
Ana keluar dari kelas sambil mengecek ponselnya. Berharap jika ada pesan masuk dari Davin, tapi dia tidak menemukan apapun di sana. Ana mendengus dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Dia harus ekstra sabar saat berpacaran dengan Davin. Entah kenapa pria itu selalu menguji kesabarannya. Seharusnya Davin membujuknya sekarang agar tidak marah lagi, tapi apa? Ana bahkan tidak melihat ada upaya yang benar dilakukan Davin selain tadi malam.Sebenarya Ana hampir saja luluh, tapi saat mendengar ucapan Davin yang
Davin bersandar pada kursinya sambil menikmati pemandangan kota dari balik dinding kaca ruangannya. Tangannya mengelus pelan dagunya sambil berpikir. Dia memang membiarkan Ana untuk sendiri tapi tidak sekalipun dia benar-benar meninggalkan gadis itu. Davin sudah meminta Edo untuk mengawasi Ana dari kejauhan. Dia juga sudah menerima setidaknya 4 kali telepon dari Edo tentang kegiatan gadisnya hari ini.Pintu ruangan terbuka dan muncul Kevin dan Bram yang berdecak melihat Davin yang duduk santai di kursi kerjanya. Meja pria itu juga terlihat bersih, membuktikan jika Davin tidak melakukan apapun sejak pagi.Kevin menghampiri Davin dan menendang kakinya pelan, "Nggak ikut rapat malah enak-enakan di sini.""Udah ada Edo kan tadi?""Kamu kenapa sih, Vin?" tanya Bram yang mulai kesal karena Davin bertingkah seperti orang bodoh.Kevin tersenyum mengejek saat menyadari sesuatu. "Putus ya sama Ana?"Davin mendengus dan berdiri dari kursinya. Dia ikut
Ana duduk di lobi kampus menunggu Edo menjemputnya. Davin sempat menghubunginya tadi untuk tidak pulang terlebih dahulu dan di sinilah dia sekarang, menunggu kedatangan asisten pribadi kekasihnya. Ada perubahan yang terjadi pada teman-teman Ana dan perubahan itu terjadi sejak kejadian di mana Davin berbuat ulah di kampusnya. Berita itu tersebar dengan cepat dan Ana dapat merasakan dampaknya sekarang. Banyak berita yang bermunculan dengan teori-teori yang membuatnya mendengus tidak suka. Untung saja dia masih mempunyai Ally dan Andre yang mengetahui bagaimana jalan kisah asmaranya.Ana menggoyangkan kakinya ketika bosan mulai menyerang. Sepertinya Edo terjebak macet sekarang. Pandangan matanya mengedar ke sekitar dan tak sengaja bertemu dengan Alex yang sedang duduk di sisi lain lobi. Dengan cepat Ana mengalihkan pandangannya berharap jika Alex tidak menyadari keberadaannya."Ana?" panggilan itu membuat Ana menghela nafas kesal dan menatap Alex dengan tersenyum, t