Share

TAKDIR YANG TAK SEHARUSNYA

    Hampir 3 bulan Kartika berada di rumah Sania. Entah sudah berapa banyak pria yang Kartika layani di kamar hotel. Hampir setiap malam dia dipaksa untuk melayani tamu- tamu. Tamu- tamu yang ia layani adalah tamu- tamu pilihan. Bukan orang sembaranga. Begitu juga dengan Wendah dan  Ayu , nasib mereka setali tiga uang dengan Kartika. Ketiganya saat ini hanya bisa pasrah dengan keadaan yang mereka jalani saat ini. 

    Kartika sudah tidak pernah menangis lagi sekarang. Ia hanya bisa pasrah dan menahan sakit hatinya. Dari uang tips yang ia kumpulkan, Kartika mulai belajar memakai make up dari Teti. Sania tidak pernah meminta uang tips yang diberikan oleh para tamu. Bagi Sania, ketiga gadis itu masih sangat menguntungkan. Hingga tiba di bulan ke 4 saat tamu mulai bosan dengan ketiga gadis itu. Sania pun memutuskan untuk memindahkan ketiga gadis itu ke Mess nya untuk bergabung bersama para gadis yang lain. 

    Seumur hidup, Kartika hanya pernah mendengar yang namanya diskotik dan tempat hiburan malam. Tapi, ia tidak pernah sekalipun bermimpi untuk menjadi bagian dari tempat itu. Mess milik Sania dikelola oleh Mami Sundari. Sundari adalah mantan wanita penghibur juga. Tapi, karena Sania pernah berhutang budi pada Sundari ia pun mempercayakan Mess dan gadis-gadis miliknya . Sesekali, Sania datang untuk mengecek keuangan. Dan juga mengecek gadis- gadis di sana. Mereka yang sudah tua dan dianggap tidak menghasilkan lagi, akan dibiarkan. Pergi dari sana pun tidak akan cari. Bahkan, ada beberapa yang diusir paksa. 

    Tidak sedikit mantan wanita malam yang sudah diusir pada akhirnya mangkal di pinggir jalan dekat stasiun kereta api Bandung untuk mencari pelanggan dengan tarif yang tidak seberapa. Mami Sundari seorang wanita yang berusia 40 tahun. Dia masih cantik di usianya yang tidak lagi muda itu. Saat Kartika, Wendah dan Ayu datang mereka langsung di tempatkan bersama gadis yang lain. Beberapa gadis yang sudah agak lama bekerja di sana melirik sinis kepada mereka bertiga. Bahkan salah satu di antara mereka tampak jelas memperlihatkan ketidaksukaannya pada mereka bertiga. 

    "Ini namanya Kartika, Wendah dan Ayu. Mereka pindahan dari rumah bos, akur-akur ya kalian. Nanti malam mereka sudah mulai bekerja sama seperti kalian. Nama mereka Kartika, Wendah dan Ayu. Kamu, Marini ajak mereka untuk ke kamarnya. Pakai kamar yang sebelah kamarmu saja, trus kamu ajarin ya gimana peraturan di sini," kata Mami Sundari. 

    Seorang gadis yang di panggil Marini langsung mendekat dan membawa mereka ke kamar mereka. 

"Kalian di sini kerja dari jam 10 malam ya. Kalau kalian mendapat tamu, jatah kalian 40 persen. Uang tips boleh kalian simpan sendiri untuk biaya hidup kalian. Ingat ya, kalian jangan macam- macam di sini. Ada tukang pukul Mami Sania. Beliau memang jarang kemari tapi, ya tukang pukulnya itu tetap menjaga di sini. Kalian juga jangan mencari keributan dengan yang lain. Mereka senior di sini. Kalau ada apa- apa kamarku di sebelah kamar kalian. Sekarang, kalian bisa istirahat. Mumpung masih siang kalian tidur, nanti sore baru bangun. Ya, kalian pasti di rumah Mami Sania begitu juga, kan?" 

"Iya, teh. Teteh sudah lama di sini?" tanya Kartika. Marini mengangguk, "Sekitar 3 tahun. Ya sudah, kalian istirahat saja. Aku mau tidur dulu ya, semalam aku baru bisa tidur pukul 3."

    Kartika, Neneng dan Euis pun segera masuk ke kamar dan membereskan barang mereka yang tidak seberapa. Hanya ada kasur yang cukup untuk mereka bertiga tidur. Sebuah lemari kecil, meja untuk menyimpan makanan dan meja rias. Kamar mandi ada di luar kamar mereka. Kamar mandi itu mungkin di pakai bernama- sama. 

"Habis manis sepah di buang,"kata Ayu sambil membaringkan dirinya di atas kasur. 

"Sabar saja, Ay. Mungkin sudah takdirnya kita harus begini," kata Wendah berusaha menenangkan. 

    Kartika tidak tau harus berkata apa. Ia hanya bisa diam, ia sendiri tidak bisa berbuat sesuatu yang bisa mengeluarkannya dari tempat ini. 

"Kar, aku lihat kau tambah pendiam sekarang. Kau baik-baik saja, kan?" tanya Ayu. 

"Aku nggak tau, harus bagaimana selain pasrah menjalani semuanya. Aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk berada dan tinggal di tempat ini." 

"Kata Mami Sania tadi sebelum dia pergi, di sini kita boleh kok pergi jalan- jalan keluar. Bisa ke BIP atau jalan- jalan dan belanja di kepatihan. Atau kita bisa ke Kosambi, kata Teti di sana banyak yang bagus. Ya, aku kan bukan asli Bandung. Dulu, aku dan Wendah sering bermimpi untuk jalan- jalan ke Bandung. Ke kebun binatang, ke BIP, ke gedung sate. Jalan- jalan ke taman lalu lintas. Ah, pokoknya banyak lah yang kami pengen datangi. Tapi, sekarang malah nyasar di tempat hiburan malam. Aku ingat sama Ibuku, apa sekarang Ibu masih ingat sama aku, sama Wendah juga." 

    "Emang kamu nggak pernah ke Bandung gitu sebelumnya?" tanya Kartika. Ayu menggeleng, "Kan,aku pernah bilang kami berdua paling jauh main ke Cirebon, Kar. Rumah nenek kami kan di Sindang laut. Jadi, kalau ke Cirebon ya kami paling ke sana. Kalau nggak ya main ke Grage. Mau kemana lagi? Bapak kami nggak pernah perhatian sama anak. Ya mau gimana, istrinya aja banyak. Anaknya juga bukan hanya kami. Jadi, ya kami terima nasib ajalah. Kamu masih lebih enak, Kar almarhum bapakmu sayang sama kamu, kan?" 

    Kartika menghela napas panjang. "Seandainya saja bapak masih ada, pasti aku tidak akan berada di sini. Apa salah dan dosaku kepada Ibu aku sama sekali tidak tau, teh. Padahal selama ini aku selalu menurut pada setiap perkataan beliau. Tidak sekalipun aku membantah ucapannya. Tapi, Ibu sejak dulu memang sepertinya selalu saja mencari- cari kesalahanku. Saat ini yang aku pikirkan hanya adikku, teh. Bagaimana dengan Agung? Siapa yang menemani nya jika aku tidak ada. Ibu bekerja dari pagi sampai sore. Pagi Ibu tidak sempat memasak, Agung biasanya aku yang mengurus. Aku ingin pulang..." Kartika mulai menangis setelah 2 bulan terakhir ini ia menahan diri untuk tidak menumpahkan air mata. 

    Kartika merasa begitu perih dan terluka. Ibu yang sangat ia cintai, yang seharusnya mencintai dan menyayangi malah menjerumuskan dirinya ke lembah hitam yang teramat dalam. 

   Melihat Kartika yang menangis tersedu,Ayu pun memeluk Kartika, Wendah pun ikut memeluk keduanya dan mereka pun saling bertangisan. 

"Heh...! Anak baru, kalian nggak bisa diem ya?! Berisik tau?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status