Share

10. Biarkan Aku Pergi dari Sini

“Siapa yang menembakmu?” tanya Anna disela dia menjahit luka kemudian membalutnya dengan perban.

Ia cekatakan membersihkan dan merapikan peralatan P3k yang dipakai olehnya. Hal itu menghadirkan pertanyaan dikepala Elang tentang tindakan yang Anna lakukan barusan, seakan wanita itu sering melakukannya.

“Apa yang kau lakukan hingga terluka seperti ini? Kau harusnya pergi ke rumah sakit, dan melapor ke polisi,”

Pria mata hazel itu tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Anna padanya, dirinya hanya sibuk memperhatikan wanita yang baru saja mengeluarkan peluru.

“Kenapa kau tidak takut dengan luka tembakan?”

Anna melirik Elang, sorot hazel mata milik pria itu berartikan sebuah kebingungan tentang dirinya. Tentu saja dia kebingungan, seorang wanita yang baru dia temui mengobati luka tembakan.

“Aku pernah tertembak di kaki dan aku mengobatinya sendiri,” seru Anna. “Mau lihat?” tanya Anna menatap ke arah Elang.

“Tidak, terima kasih,” ucap Elang sambil beranjak dari tempat duduk tetapi tubuhnya merasa sakit membuatnya tanpa sengaja memeluk Anna membuat wanita itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh di atas Elang.

Ervin memalingkan wajahnya, dia tidak bisa menyaksikan moment pertama yang terjadi pada tuannya. Untuk keli pertama hal seperti ini terjadi.

Sejenak kedua mata mereka saling bertemu, menatap ke dalam sepasang mata yang tengah berada di depan mereka. Tubuh Anna merasa risih karena berada di atas, tetapi tangan Elang menarik pinggang rampingnya agar lebih dekat.

Elang mencoba untuk memanfaatkan kesempatan yang tengah ada, di hadapannya ada bibir yang menggoda sejak kedatangan wanita itu ke mansion miliknya. Ia ingin mencecap jengkal-jengkal bibir itu, dan membuat wanita dihadapannya menjadi miliknya.

Anna berusaha untuk memberontak, tetapi pelukan Elang begitu sulit. Hingga deringan ponsel milik Elang berbunyi membuat keinginannya tidak terpenuhi. Anna memanfaatkan hal itu dan kabur dari cengkeraman Elang, ia bergegas masuk ke dalam kamar.

Elang hanya bisa menatap pasrah ketika lenggang tubuh Anna menjauh darinya, kehilangan kesempatan untuk mencicipi bibir yang selalu membuatnya tergoda.

“Ervin, apa kau telah mendapatkan informasi tentangnya?” tanya Elang yang telah menyadari kedatangan Ervin.

“Belum. Mereka masih mencarinya,”

“Kenapa begitu lama? Bukankah kalian bisa menemukannya lebih cepat?”

Asistennya itu kebingungan menjelaskan. “Tidak ditemukan apapun tentangnya selain informasi yang telah kuberikan, dia tidak memakai sosmed atau memiliki teman dan keluarga. Kehidupannya di negara ini sangat sederhana,”

“Itu mustahil, dia tidak takut melihat luka tembakan, dan juga pandai menjahit luka,”

“Mungkin karena dia pernah menjadi relawan di Palestina karena itu tidak terkejut,”

Elang menghela nafasnya dengan kasar. “Relawan ya, itu masuk akal melihat tindakan yang dia lakukan,”

Langkah kaki Elang menaiki anak tangga, ia memilih merebahkan tubuhnya di atas sofo tanpa baju dan hanya memakai celana panjang. Tindakan yang dilakukan oleh Anna masih terekam di otaknya, apalagi ketika Anna membuka kemejanya tanpa segan. Tubuhnya terasa panas ketika mengingatnya.

“Em. Tuan,” panggil Ervin lirih. “I-itu, kita berhasil merebut truk itu tetapi di sana tidak ada pemimpinnya. Semua yang mengawal hanya anak buahnya, bahkan Benn Kavin tidak ada di sana,”

“Sangat bodoh, hanya menyuruh anak buah yang mengawal,”

“Aku membawa pria yang telah mengkhianti kita,”

“Bagus, itu sudah cukup. Aku ingin istirahat,”

Telah seminggu, wanita itu berada dikediaman Elang. Tidak banyak yang dilakukan olehnya, selain dikawal oleh dua orang pria bertubuh besar, menghabiskan waktu di belakang rumah, atau membaca buku. Anna hanya bisa mengamati keadaan sekitarnya, begitu banyak penjaga, dan juga CCtv.

“Aku harus menemukan cara agar keluar rumah ini, segera. Denn pasti mencariku,”

Elang tidak memberinya ponsel atau mengizinkannya menelfon, membuatnya merasa seperti burung dalam sangkar.

“Biarkan aku pergi dari sini,” seru Anna saat sarapan pagi.

Beberapa pelayan di sana menatapnya dengan ketidaksukaan, karena ia keras kepala dan susah di atur, tapi wanita itu bermasa bodoh dengan apa yang dipikirkan oleh lain tentangnya.

“Tidak, sebelum kau menandatanganinya,” ucap Elang sambil menikmati sarapannya.

Anna mengebrak meja membuat para pelayan melihat ke arahnya. Beberapa orang berbisik jika Anna tidak tahu diri.

“Aku tidak akan menandatanganinya. Tidak ada yang berhak mengatur hidupku,”

“Jika seperti itu, kau tidak boleh pergi dari sini,”

“Arrgghh … sialan, brengsek,” umpat Anna kemudian pergi meninggalkan Elang yang tengah tersenyum melihat raut wajahnya yang frustasi.

Meminta pada pria itu secara baik-baik sepertinya tidak bisa. Bagi Elang entah apa yang membuatnya tidak ingin melepaskan Anna. Anna membuatnya tertarik, tidak seperti wanita yang dia temui melemparkan tubuh mereka tetapi Anna sama sekali tidak menunjukan ketertarikan hal itu membuatnya tertantang.

“Ervin, wanita itu. Bagaimana penilaianmu?” tanya Elang yang tengah menatap himpitan gedung-gedung perusahaan dari lantai atas kantornya.

“Em. Beberapa hari ini, aku melihatnya dia tidak seperti wanita-wanita lain,”

“Kau berpikir seperti itu juga ya,”

“Ya, semua pakaian yang kau berikan padanya, tidak pernah tersentuh sama sekali. Tapi, dia meminjam baju,”

Elang menatapnya dengan tatapan tidak suka.

“I-itu, hari pertama dia di mansion. Dia tidak ingin memakai pakaian yang anda beli, jadi dia meminjam pakaianku. Tapi, aku telah membelikannya pakaian baru agar dia tidak meminjam pakaianku,”

Elang terdiam. Di ruangan itu terlihat begitu banyak barang yang dibeli olehnya, dipindahkan dari kamar Anna ke kantornya. Semua barang-barang itu tidak terpakai sama sekali.

“Semua barang-barang ini tidak disentuh olehnya sama sekali,” kata Ervin sambil memeriksa barang tersebut.

“Aku tidak mengerti jalan pikiran wanita itu. Wanita-wanita lain begitu menyukai semua barang-barang ini, kenapa dia tidak?”

Ervin yang mendengar hal itupun tidak bisa memberikan komentar, wanita yang tengah bersama dengan mereka sangat berbeda.

“Banyak wanita yang ingin menikah denganku, kenapa dia tidak ingin menikah denganku,”

Sejenak Elang memejamkan matanya, memperlihatkan pahatan wajah yang begitu sempurna tanpa sebuah kecacatan.

Ketika Elang masih dalam pikirannya, Anna tengah mondar-mandir di kamar.

“Tidak, aku tidak boleh seperti ini. Mereka pasti mencariku, aku yakin mereka tengah mencariku, aku harus keluar dari tempat ini, bagaimanapun caranya,” gumamnya.

Dia mencari barangnya, seketika dia ingat jika dia tidak membawa barang apapun, kecuali kartu identitas dan dompetnya ketika dia pergi ke markas rahasia dan itu adalah hal yang sering dia lakukan untuk menyamarkan identitas sebagai seorang mahasiswa.

Ia kembali memakai pakaian yang digunakannya saat datang. Pintu kamar dikunci oleh dari dalam, ditambah nakas digunakannya untuk menahan pintu itu.

Clek!

“Nona, aku ingin mengambil piring makannya,”

Tidak ada sahutan dari dalam, membuat wanita itu segera membuka pintu kamar. Namun, pintunya tidak terbuka, ia bisa merasakan sendiri ada sesuatu dari dalam kamar yang mengganjal pintu.

“Oh tidak, tuan Elang bisa marah,”

Bersambung …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status