Tidak ada sahutan dari dalam, membuat wanita itu segera membuka pintu kamar. Namun, pintunya tidak terbuka, ia bisa merasakan sendiri ada sesuatu dari dalam kamar yang mengganjal pintu. Sejenak ia celigak-celiguk mencari pengawal yang berjaga tetapi tidak ada satupun yang dilihatnya.
Tidak ingin mengambil resiko, ia memilih untuk mendobrak sendiri pintu itu, cukup lama hingga akhirnya pintu terbuka membuat matanya membulat ketika mendapati ketidakberadaan Anna di dalam ruangan itu.
“Oh tidak, tuan Elang bisa marah,” gumamnya sambil memegang kepalanya. “A-aku harus menghubungi tuan memberitahukan hal ini padanya,” kata wanita itu sambil melangkah keluar, namun matanya tertuju pada secarik kertas di atas meja membuatnya penasaran.
“Astaga, gadis ini sungguh gila. Bisa-bisanya dia meninggalkan pesan seperti ini untuk Tuan,”
Bagi Anna menumbangkan beberapa pengawal tidak sulit untuknya apalagi untuk dirinya seorang bos mafia yang telah terlatih ahli bela diri. Kehidupan yang keras saat mudah, mengharuskannya memilih ilmu bela diri, dan itulah yang membuatnya bisa menjadi seorang boss mafia. Untuk menjadi seorang boss mafia wanita dan disegani, tentunya telah banyak hal yang dia lewati untuk mendapatkan posisinya saat ini.
Sepanjang perjalanan, dia tidak menemukan seseorang yang dapat membawanya kembali.
“Sial. Haruskah aku kembali dan membawa salah satu mobil yang terparkir? Tapi, sama saja mencari mati jika aku kembali,”
Berjalan sepanjang 100 meter baru berhasil berada dibibir jalan, dan bisa menemukan jalan utama. Beberapa mobil dipanggil olehnya, namun tidak ada yang berhenti.
Anna tidak mengetahui ada sebuah mobil yang melaju, dan hampir membuatnya tertabrak.
Ctik!
Rem mobil diinjak dengan tiba-tiba, ditambah dengan ban mobil terlihat tengah membekas di jalanan, karena dipaksa untuk berhenti. Anna mencoba menghindar dengan berpindah tempat ke pinggiran jalan, untungnya dia lincah bisa menghindar sesegera mungkin.
“Ervin. Kenapa tiba-tiba me-rem?” tanya Elang, nada bicaranya penuh dengan emosi. Kepalanya terbentur hal itu membuatnya lamunannya buyar.
“A-ada seseorang, aku hampir menabraknya,” jawab pria itu terbata-bata.
“Hei, kalau jalan pakai mata, kau cari mati ya?” umpat pria yang tengah mengemudi.
Anna membersihkan pakaiannya yang kotor, kemudian menatap pria itu. Tampangnya dingin, dan datar.
“Ka … kau …”
Pria di dalam mobil, membulatkan mata ketika melihat Anna yang tengah berdiri, namun Anna tidak memperdulikan hal itu, tujuannya adalah kembali ke rumah, hanya itu yang dia pikirkan saat ini.
“Ada apa?”
“Gadis yang hampir—“ ketika Ervin melihat kembali, Anna sudah tidak ada di sana.
“A-anda tidak melihat gadis itu?” tanya Ervin pada atasannya.
“Gadis mana?” tanya Elang melihat gadis yang dimaksudnya.
“Mungkin aku salah lihat, dia mirip dengan gadis yang tuan kurung di rumah, tapi terlihat berbeda,”
Elang mengangkat sebelah alisnya, dia tidak paham dengan apa yang tengah dikatakan oleh asistennya itu.
“Sudahlah, kembali ke Mansion sekarang juga,” titah Elang.
Ervin tengah berfikir jika gadis yang dilihatnya adalah Anna, namun di sisi lain dia tidak yakin jika itu adalah Anna. Mobilnya kembali melaju, ketika sampai di pintu gerbang, tidak ada yang membuka pintu membuat Ervin mengklakson mobil, tapi tidak ada yang membukanya.
“Tidak ada yang membuka gerbangnya,” jelas Ervin sambil turun dan membuka pintu gerbang sendiri.
“Mereka pasti sedang bersenang-senang, awas saja kalian,” umpat Ervin sambil kembali ke dalam mobil.
Elang hanya menatap ke luar jendela, dengan siku yang tengah tersandar disandaran lengan. Dia tidak memperdulikan jika asistennya itu tengah kesal. Beberapa menit kemudian, mobil kembali melaju. Tidak ada penyambutan dari pengawal mereka.
“Kenapa tidak ada pengawal sama sekali?” tanya Ervin sambil melihat ke arah belakang. Atasnnya tidak memberikan respon sama sekali.
Beberapa pengawal terlihat tengah tidak sadarkan diri, membuat Elang membuka kaca mobil.
“Siapa yang melakukannya?” tanya Ervin agak mempercepat laju mobil.
Setiba di depan Mansion, terlihat begitu banyak pengawal yang tengah terkapar di sana. Bersamaan itu pula seorang wanita berpakaian maid bertubuh gedut keluar dengan raut wajah panik mendekat ke arah Elang.
“T-tuan. Ga-gawat tuan,” resah wanita itu.
Elang hanya menatap dingin membuat wanita itu sejenak terdiam kemudian mengamati keadaan sekitarnya. Terlihat begitu banyak para pengawal yang tidak sadarkan diri tengah diperiksa oleh Ervin.
“G-gawat tuan,”
“Tenanglah, hembuskan nafas, kemudian bernafaslah dengan pelan, setelah itu katakan apa yang terjadi,” kata Ervin mencoba menenangkan wanita maid itu. “Sudah tenang, bukan?! Katakan apa yang gawat,”
“I-itu, n-na kabur,”
Elang seketika terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh maid itu, matanya membulat tidak percaya. Apa Anna yang menumbangkan para pengawalnya? Apa itu mungkin?
Emosi kian bekecamuk di dalam dada Elang, sejak ia turun dari mobil dan mendapati penjaga mansionnya tidak sadarkan diri. Ia hanya bisa merenggangkan dasi yang terasa menyesakkan.
“Apa aku harus menurunkan beberapa orang untuk menculiknya kembali?” tanya Ervin.
“Tidak perlu. Bangunkan mereka semuanya, dan cari tahu siapa yang melakukan semua ini, dan aku ingin tahu bagaimana gadis itu bisa menghilang,” titah Elang sambil masuk ke dalam rumah diikuti oleh maid.
“A-aku minta maaf, tuan. Harusnya aku tahu, jika dia ingin kabur,” kata wanita itu, sambil berlutut di depan Elang.
“Ingin kabur?” tanya Elang mengerutkan keningnya.
“Ya, d-dia memakai kembali pakaiannya, aku tidak tahu jika dia ingin kabur jadi ku tinggalkan saat mengantarkan makanan tadi, ketika ak—“
“Pergilah, aku tidak ingin diganggu olehmu,”
Sesegara mungkin maid itu pergi, dia tidak mungkin berlama-lama di sana, dia paham jika Elang akan mengamuk jika perintahnya tidak diikuti.
Elang mencoba untuk meraih remote tv, kemudian menghidupkannya. Kini menampilkan beberapa gambar di sana, terdapat beberapa channel dilayar yang ditampilkan, memperlihatkan seluruh rumahnya.
Dia mengerutkan keningnya, ketika dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Tidak ada pelaku yang membuat pengawalnya tumbang terekam sama sekali.
“Mustahil, tidak terekam sama sekali,” umpatnya mengepal erat benda ditangannya. “Arrghh!” seketika remote melayang membuat layar monitor di depannya retak.
“Tuan, me—ap-apa yang terjadi?”
Ervin terkejut ketika melihat apa yang tengah terjadi di ruangan itu. Layar monitor yang pecah, serta wajah Elang yang tidak bersahabat sama sekali. Rasanya bukan waktu yang tepat untuk berbicara dengan pria itu.
“Apa yang kau temukan? Apa yang mereka katakan?”
“Mereka tidak tahu siapa yang menyerang mereka, karena begitu cepat,”
“Tidak berguna. Apa mereka semuanya tidak ada yang bisa melawan? Huh?! Menjaga satu gadis saja tidak becus, dan dikalahkan oleh orang tidak dikenal. Aku tidak percaya mereka tergabung dalam Velenosa, memalukan,” Elang menaikan nada bicaranya, dia begitu kesal dengan apa yang baru saja terjadi.
Ervin terdiam, tidak berani menyela perkataan pria di depannya itu.
“Bunuh mereka semua. aku tidak butuh mereka yang tidak berguna,” titah Elang sambil duduk dan menaruh kedua kakinya di atas meja, tidak lupa menaruh kaki kanannya di atas kaki kirinya.
“Masukan saja mereka semua ke kandang, biarkan mereka disantap oleh hewan kesayanganku,”
Bersambung …
“Kenapa dengan wajahmu?” tanya Elang Aderra, bukan jawaban yang diberikan oleh Febia membuat Elang Aderra segera bergegas masuk ke dalam mobil. “Hai …” Sebuah senyuman terbit disertai sapaan pada Elang Aderra. Pria itu perlahan-lahan keluar dari membuat Sharon mengerutkan keningnya. “Kenapa kau seperti melihat hantu? Kau tidak akn masuk?” tanya Sharon membuat Elang Aderra perlahan-lahan memundurkan tubuhnya dan mengunci pintu mobil. “Sejak kapan, wanita itu—“ Perkataan Elang Aderra mengantung. “Saat Anna masuk ke dalam mobil,” ucap Febia seakan tahu kalimat terakhir yang ingin ditanyakan oleh Elang Aderra padanya. Ervin yang sejak tadi sudah di dalam mobil, mengerutkan keningnya melihat Elang Aderra yang belum masuk ke dalam mobil, ia pun ke luar. “Ada apa? Apa terjadi masalah?” tanya Ervin. Sreett! Kaca mobil terlihat terbuka, memperlihatkan seorang wanita yang saat ini tengah duduk. “Apa yang kalian lakukan di sana? Febia, apa kita tidak akan pulang?” tanya Sharon membuat Erv
“Oh. Aku tahu, apa dia salah satu pria yang tidur denganmu?” tanya Deff dengan suara lantang. Plak! Satu tamparan mengenai wajah Deff, Anna menatap pria itu penuh emosi. Bisa-bisanya pria itu melontarkan kalimat yang membuatnya sakit hati. Deff hanya bisa menyeka ujung bibirnya menggunakan lidah karena rasa sakit. “Jangan bicaramu. Kau tidak berhak mengatakan seperti itu padaku,” ucap Anna dengan tatapan penuh emosi. Bahkan, terlihat air mata tertahan di pelupuk matanya. Rasa sakit yang berasal dari dalam hati kini menjalar disekujur tubuhnya. Entah kenapa, rasa sakit itu, begitu tidak bisa membuatnya menahan diri. Anna mengepal tangannya dengan sangat erat. Ia tidak habis pikir, bisa-bisanya pria itu mengatakan hal menyakitkan padanya. “Terus bagaimana kau menjelaskan padaku tentang hubunganmu dengan Elang Aderra? Bukankah kau menggodanya?” “Aku tidak pernah melakukan hal yang seperti kau tuduhkan padaku, tapi percuma juga aku menjelaskan padamu, pria yang hatinya sudah dinodai
Pamer Kemesraan 2 Ma-maaf, tuan Elang Aderra. Apa yang sedang—“ “Aku hanya tidak ingin kekasihku capek karena berdiri. Jadi, aku memberinya tempatku.” Mata Clara begitu membulat sempurna mendengar pernyataan yang baru saja dikatakan oleh Elang Aderra. Kekasih? Reuel Anna kekasihnya? Tidak hanya Clara, bahkan Anna sendiri bahkan begitu terkejut. Bisa-bisanya, pria itu mengatakan jika dia adalah kekasihnya, bahkan dengan santainya mengusap rambutnya. Anna terdiam sejenak. "Sharon. Aku harap kau bisa membantu, keluar dan pukul wajah pria ini," ucap Anna membatin. "Kenapa aku harus melakukannya? Bukankah kau sangat tidak ingin jika aku mengantikan posisimu? Kau bahkan membuatku tidur." Sharon menjawab dengan begitu menusuk membuat Anna menyesal meminta bantuan pada kepribadiannya itu. "Sebaiknya kau selesaikan masalahmu saja sendiri." Anna menghela napas kasar, saat mendengar perkataan Sharon. "Aku tidak bisa melakukannya." "Kenapa? Karena saat ini kau berpura-pura menjadi seo
Elang Aderra melangkah turun dari mobil bertepatan dengan mobil milik Anna yang tiba di perusahaan milik Deff. Keduanya saling bertatapan satu sama lain, sampai akhirnya Febia memilih masuk lebih dulu, dan Anna mengikutinya dari belakang. Pria itu terkejut melihat Anna yang berada di sana, lebih anehnya lagi bukan dia yang diikuti tetapi mengikuti. “Apa aku tidak salah lihat. Ervin?” tanya Elang Aderra melepas kacamatanya, dia pikir mungkin karena dia memakai kacamata dia jadi salah lihat.Dia masih menatap ke arah wanita yang baru saja masuk itu. Tatapannya dipenuhi rasa ingin tahu, dengan apa yang dilihatnya. “Tidak. Kau tidak salah lihat. Dia mengawal Febia,” ucap Ervin menatap dua wanita yang baru saja masuk ke perusahaan itu. “Apa kau bisa jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Elang Aderra membuat Ervin menggelengkan kepalanya. Bagaimana dia tahu apa yang terjadi, sedangkan dia baru saja melihat hal itu. Keduanya terdiam, membuat beberapa orang yang melihat El
Biar kami menyelesaikan masalah kami “Wanita bodoh ini. Bisa-bisanya dia memberontak,” umpat Sharon. “Hai … kita bertemu lagi, sepertinya kalian kau bercerita banyak hal dengan Anna.” Elang Aderra yang berada di samping menatapnya dengan raut wajah berubah. Apalagi saat tahu jika Anna tidak sadarkan diri, maka Sharon yang akan mengambil alih tubuh wanita itu. “Kenapa dengan wajahmu? Apa kau tidak suka melihatku?” tanya Sharon yang melihat wajah Elang Aderra yang tertekan saat melihatnya. “Ya.” Sharon melirik ke arah Elang Aderra, kemudian memutar bola matanya karena tidak menyukai jawaban Elang Aderra. “Sial. Sepertinya tidak ada yang menyukai kehadiranku,” keluh Sharon sambil menyandarkan tubuhnya. Wanita itu malas untuk membuka suara. Bahkan sampai rumah, ia langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan kesal. Febia yang melihat Sharon, hanya bisa menghela napasnya. Ia sangat tahu jika wanita itu tengah marah. “Apa kau bisa jelaskan apa yang sedang terjadi?” tanya E
“Tidak. Aku tidak akan membiarkan kau berbicara dengannya,” tegas Sharon kemudian melangkah pergi dari sana. Sharon tidak akan membiarkan Anna berbicara dengan pria itu, itu menandakan dia benar-benar gagal membuat Elang Aderra menjauh dari Anna. Beberapa saat kemudian, langkah terhenti dan wanita itu pingsan tepat di depan pintu. “Anna …” Elang Aderra segera beranjak dari tempat duduknya saat melihat wanita itu pingsan. “A-Sharon.” Elang Aderra bingung harus memanggil wanita itu dengan panggilan apa, apakah Anna atau Sharon. Elang Aderra segera mengendongnya dan membaringnya di sofa, ia pun meminta agar Ervin mengambil air untuk diminum. “Kau tidak apa-apa?” Elang Aderra bertanya, ia tidak tahu harus memanggilnya dengan sebutan apa. Saat membuka mata, hal yang pertama kali dilihatnya adalah Elang Aderra dan Ervin. “Kenapa aku ada di sini?” tanya wanita itu dengan kebingungan. Elang Aderra yang melihat raut wajah kebingungan itu, membuatnya mengerutkan kening. “K-kau siapa?