Share

Dia Mencintaiku!

Mereka berhenti di alun-alun Kota. Tidak terasa sudah menjelang malam sampai di sana. Maklum, sore hari jalanan macet sekali. Tak lihat malam selasa atau malam minggu tetap saja suasana kota masih ramai di jam segitu. Pak Zaka masih diam beribu bahasa, tentu saja membuat Gea semakin canggung. 

"Ge, kamu tunggu disini dulu, ya.. sebentar saja. Saya mau ke butik yang di pinggir itu. Sebentar ya...." ucap Ia Zaka yang memberhentikan mobilnya tepat di depan butik yang kira-kira berkelas tinggi. 

"Jangan lama-lama ya, Pak." ucap Gea dengan lirih. Seakan-akan seperti anak itu yang takut kehilangan induknya. 

"Takut kangen?" goda Pak Zaka. 

"Ti-tidak, kok. Hanya saja.. saya kan jadi nggak enak kalau sendirian menunggu lama." jawab Gea gugup. 

Sebelum ke luar, Pak Zaka menyentuh kepala Gea dengan lembut. Dengan senyuman yang membuat hati Gea lelah, Pak Zaka pergi. Timbullah perasaan dan pikiran aneh di otak Gea. Ia berpikir jika Pak Zaka masuk ke butik itu untuk membelikan gaun untuk istrinya. 

"Ah, hatiku hancur jika dia memang sudah beristri." keluh Gea. 

Sekitar 10 menit, terlihat Pak Zaka keluar dari butik membawa kantong di tangannya. Gea yakin jika itu sebuah baju atau gaun untuk seorang wanita. Gea mulai berpikir jika Pak Zaka memang sudah tidak single lagi. 

"Sudah, Pak?" tanya Gea gugup. 

"Gantilah, saya tidak akan nyaman jika jalan dengan gadis yang masih mengenakan seragam sekolah," ucap Pak Zaka menyodorkan tas kecil berisikan baju yang baru saja ia beli. 

"Terus gantinya dimana, Pak?" tanya Gea. 

"Di dalam mobil bisa, kan? Tenang saya akan menunggu di luar. Kaca film mobil juga hitam, aman. Segera ganti, dan kita akan makan setelahnya. Saya sudah lapar sekali." pinta Pak Zaka dengan sedikit tegas. 

Mau bagaimana lagi, mau tidak mau Gea memang harus ganti baju. Ia tak mungkin membuat lelaki yang dicintainya merasa tak nyaman ketika jalan bersamanya. 

Beberapa menit kemudian.... 

"Pak, sudah!" ucap Gea menurut kan kaca mobilnya. 

"Keluarlah!

"Saya akan mengajakmu makan di sana, semoga kamu suka." tunjuk Pak Zaka ke arah warung makan seafood.

Gea melirik sebentar. Tentu saja dia suka dengan seafood. Apapun makannya, pasti Gea akan makan dengan senang hati. Apalagi, itu gratis. Segera Gea menyusul Pak Zaka yang sudah jalan di depan. 

Mereka duduk bersebalahan, dan Pak Zaka mulai memesan. Pak Zaka memang menakjubkan, bahkan ia tahu jenis seafood apa yang sangat Gea favoritkan. Membuat Gea semakin terbuai dengan tingkat halusinasinya.

"Kenapa kamu diam saja? Sejak tadi kelihatannya kamu nggak semangat. Apakah, kamu nggak suka jalan dengan saya?" tanya Pak Zaka memecah kecanggungan. 

"Hehe, suka, kok, Pak. Cuma sedikit canggung saja, karena kita jarang mengobrol," jawab Gea. 

"Biasanya juga kamu kan bawel banget. Kenapa jadi diem gini, kan jadi nggak seru...." goda Pak Zaka. 

"Siapa bilang saya bawel? Enggak, kok. Saya ini baik hati, tenang dan juga kalem, percayalah!" kumat lagi Gea. 

Apapun tentang Gea, ternyata Pak Zaka sudah mengetahuinya. Sangat detail dan apa yang tak disukai Gea saja Pak Zaka juga tahu. Ada apa dengan Pak Zaka? 

"Ada hal yang ingin saya katakan ke kamu," kata Pak Zaka. 

"Ada apa, Pak? Katakan saja!"

"Em, saya lebih suka jika kamu memanggil saja dengan sebutan Kakak, jangan Pak. Kelihatan sekali kalau saya sudah tua. Itu juga terlalu formal, tidak nyaman sekali," ungkap Pak Zaka. 

Keringat dingin mulai merasa, Gea terkejut Pak Zaka mengatakan itu. Ia berperasaan jika apa yang ia alami saat ini, sama persis dengan drama yang ia tonton. Dimana guru menyukai muridnya dan mereka akan berkencan. 

"Lihat, mukamu memerah, ada apa?" tanya Pak Zaka menyentuh pipi Gea. 

"Hm, telingamu juga memerah." imbuhnya dengan wajahnya mendekat ke wajah Gea. 

Itu semakin membuat Gea gugup dan ketakutan. Ia takut jika dirinya akan ditembak oleh Pak Zaka, kemudian berciuman lagi, dan melakukan hubungan intim. Sesuai dengan drama yang ia tonton. 

"Em, itu. Jangan dekat-dekat, dong, Pak...." suara Gea terdengar gemetar. 

"Silahkan Kak, ini pesanannya!" kata pelayan, menyajikan makanya yang Pak Zaka pesan.

Suasana menjadi sedikit mencair. Membuat jantung Gea berdegup normal kembali. Berusaha untuk tetap tenang, agar Pak Zaka tidak mencurigai perasaannya. 

"Asam manis untuk kamu, suka ini, 'kan?" tanya Pak Zaka memberikan makanan favorit Gea. 

"Bagaimana bapak.. eh maksudnya, bagaikan Kak Zaka tahu makanan kesukaan saya?" tanya Gea gugup.

"Mana mungkin saya tidak tahu, makanan apa yang di sukai oleh gadis yang saya cintai," jawabnya. 

Gea terkejut, terjungkal dan tertampar. Kata orang yang dicintai membuatnya memandang Pak Zaka dengan pandangan konyol. 

"Aku kaget, hah? Apa? orang yang di cinta? Maksudnya aku? Dia mencintaiku? Wah, impresif!" kata Gea dalam hati. 

"Gea, maaf jika ini terlalu cepat. Tapi, saya benar-benar mencintaimu. Itu mengapa, saya berani mengambil ciuman itu pagi tadi, maafkan saya," terjungkal lagi perasaan Gea dengan ungkapan Pak Zaka. 

"Sejak kapan?" tanya Gea. 

Gea tak percaya begitu saja, jika Pak Zaka mencintainya. Ia takut, jika Pak Zaka hanya bercanda saja dengannya. Tak mungkin seorang Zaka yang kaya raya jatuh cinta dengan gadis biasa seperti Gea. Itu yang ia pikirkan. 

"Lalu, saya harus bagaimana, Kak?" tanya Gea kebingungan. 

"Haruskah, saya menerima cinta Kak Zaka? Sedangkan saya memang menginginkan itu, namun status kita... apa boleh murid dan guru saking mencintai?" Gea kebingungan. 

Tak mungkin bagi mereka kencan dan diketahui seluruh sekolah tentang hubungannya. Gea merasa bahagia, karena lelaki yang ia cintai, ternyata juga mencintainya. 

"Saya berjanji. Saya tidak akan menunjukan hubungan ini kalau di sekolah. Kita bersikap sewajarnya saja, saya juga sudah sejak lama mencintaimu, Gea." ucap Pak Zaka mulai menggenggam tangan mungil Gea. 

"Tapi Kak, jujur saga juga punya perasaan yang sama seperti Kak Zaka. Tapi, hubungan ini.. apakah saya pantas menerimanya?" tanya Gea masih tidak percaya.

"Saya sangat bahagia mendengar itu. Bagaikan jika kita jalani saja hubungan ini? Soal jalan atau tidaknya, kita bisa pikirkan nanti," jawaban Pak Zaka menambah Gea bimbang. 

"Tapi latar belakang kita.... "belum juga selesai Gea bicara, Pak Zaka sudah membungkam bibir Gea menggunakan jarinya. 

"Latar belalang tak bisa mengalahkan cinta kita, Ge. Saya tau segalanya tentangmu, cukup kekuranganmu yang membuat saya jatuh cinta, kamu jangan lihat saya orang seperti apa. Cukup dengan hanya cintamu, tolong.. jangan pandang siapa aku," kata-kata Pak Zaka membulat Gea meleleh lagi. 

"Lihat, ini nomor ponselmu, 'kan? Sekarang aku ganti dari gebetanku, menjadi cintaku!" seru Pak Zaka memperlihatkan ponselnya.

"Sejak kapan Kakak punya nomor ponselku?" tanya Gea heran. 

Namun Pak Zaka hanya tersenyum, dan menjawab jika darimana dia bisa mendapatkan nomor Gea itu tidak penting. Baginya, yang terpenting sekarang hatinya sudah menjadi milik Pak Zaka. Gea juga mau menjadi kekasihnya, meski harus backstreet jika di sekolah. 

Mereka ngobrol banyak hal malam itu. Sejak kapan mereka saling jatuh cinta, tentang sekolah, dan tentang kisah mereka satu sama lain. Gea sangat bahagia, senyumannya sangat indah terlukis di bibir mungilnya. Ternyata mereka memiliki banyak kesamaan. Gea juga merasa bahwa mereka memang sudah di takdirkan untuk bersama.

Pak Zaka juga akan membantunya belajar agar bisa masuk ke universitas yang Gea inginkan. Pacaran dengannya membuat Gea jadi semakin giat belajar. Waktu sudah semakin malam, Pak Zaka mengajak Gea untuk segera pulang, dan akan mengantarnya selayaknya sepasang kekasih.

Namun saat di jalan yang agak sepi, mereka berdua melihat ada seorang perempuan yang mungkin sedang di rampok. Dengan sigap Gea merespon aksi itu. Gea juga memahami sesuatu, sepertinya wanita itu tak asing baginya.

Tanpa pikir panjang lagi, Gea langsung turun dari mobil dan menolong wanita itu. Terlihat wanita itu sangat ketakutan. Semakin mendekat, Gea semakin jelas melihat wajah wanita itu. Tak salah lagi, wanita itu adalah wanita yang sama yang pagi ini ia temui. 

"Woy!" teriaknya. 

"Apa-apaan kalian? Lepaskan wanita itu!" imbuhnya. 

Tanpa banyak bicara lagi, Gea langsung menendang rampok itu dari samping. Perampok itu tersungkur, dengan cepat Gea memukulnya, namun sayang, perampok itu bisa menepis pukulan Gea. Naas, perampok itu menusuk lengan Gea menggunakan pisau kecil miliknya.

"Aw...." rintih Gea menahan sakitnya karena terluka cukup dalam. 

Dari belakang, Pak Zaka menabrak perampok itu dengan mobilnya. Sayang, perampoknya berhasil menghindar dan kabur. Pak Zaka segera turun, melihat wajah pucat Gea, ia menjadi panik dan khawatir. Wanita itu juga memakai Gea masuk ke mobilnya. 

"Sayang, kamu kenapa sih senekat itu, sih?" tanya Pak Zaka meraih Gea dari tangan wanita itu.

"Saya tidak tahu, kalau perampok itu membawa senjata tajam, Kak." jawab Gea menahan sakit. "Tapi, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Gea kepada wanita yang ia tolong untuk kedua kalinya. 

"Kamu pikirkan dirimu sendiri. Buat apa kamu menolongku lagi? Lihat dirimu, kau terluka karena aku!" sentak wanita itu. 

"Kau gadis tadi pagi, bukan? Aku telah mendengar banyak hal tentang siapa dirimu. Kenapa kamu menolongku? Uangmu saja cuma tinggal buat ongkos aku pulang, 'kan? Malam ini kamu menolongku lagi, kamu ini kenapa?" imbuhnya, ia kesal karena Gea begitu baik kepada orang yang tidak ia kenal. 

"Kamu waras, 'kan?" sentak wanita itu lagi. 

Di dalam mobil, Gea dan wanita yang ditolongnya terus mengobrol. Itu sengaja wanita itu lakukan agar Gea tidak pingsan dan berakibat fatal karena ia sedang terluka. 

"Siapa nama, Kakak?" tanya Gea. 

"Namaku, Vella." jawab wanita itu. "Oh ya, siapa namamu, bahkan kita belum berkenalan dan kamu sudah menolongku dia kali," sambung Vella. 

"Namaku Gea, Kak. Gea Gladys," jawab Gea dengan senyum menyeringai menahan sakit.

"Gea Gladys?" Vella bertanya dengan nada yang heran. 

"Iya, kenapa Kak dengan namaku? Kenapa kau nampak terkejut seperti itu?" tanya Gea kembali. 

"Em tidak. Namamu sangat cantik, cocok untuk gadis secantik dirimu. Namamu, sama persis dengan nama Mamaku." jawab Vella tersenyum. 

Semakin lama, Gea merasa bahwa tubuhnya semakin lemas. Badannya semakin dingin dan ia mulai mengigil, perlahan penglihatannya kabur. Kepalanya juga pusing dan terasa sangat berat, sepertinya Gea akan pingsan. Dan benar, Gea pingsan di tengah malam menuju rumah sakit. 

"Ge, Gea!" teriak Vella. 

Pak Zaka mempercepat kendaraannya dan segera menuju ke rumah sakit. Setelah Gea membuka matanya. Ia sudah berada di ruamg rawat inap mungkin, karena tempatnya sama seperti ruangan di rumah sakit. Terlihat Pak Zaka dan Vella sedang istirahat di sofa yang ada di ruangan itu. 

"Hah ada sofa nya juga? Mungkinkah ini ruang VIP?" pikir Gea dalam hati. 

Ingin sekali Gea membangunkan mereka, namun ia kasihan kepada mereka pasti sangat lelah sekali saat mengurus dirinya yang tidak sadarkan diri. Gea kepikiran dengan kakak angkatnya di rumah.

Apakah ia peduli atau tidak kepadanya yang saat ini masuk ke rumah sakit. Hubungan mereka tak pernah baik sejak mereka kecil Kakaknya selalu saja iri kepadanya, apapun yang Kakek dan Nenek mereka beri kepada Gea, pasti kakaknya akan merasa iri kepadanya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status