"Pagi semua ...," salam lelaki yang dibantu oleh Gea beberapa menit lalu.
"Pagi ...."
"Aih, aku tau dia tampan nan rupawan. Tak heran jika semua siswi dikelas langsung bersemangat. Apa lagi sainganku itu, si Aurel."
"Dia memang modis, tapi sayang dia kesepian jadi hidupnya penuh dengan drama!" batinnya.
Herannya, semua murid perempuan terlihat lebih bersemangat setelah kehadiran Pak Zaka ke kelas. Padahal sebelumya, mereka sangat enggan dan tak semangat untuk belajar.
"Perkenalkan nama saya Zaka. Kalian bisa panggil saja dengan sebutan Kakak atau Pak juga bisa." ucapnya.
"Saya di sini guru magang, usia saya 25 tahun bulan ini, dan saya juga suka bercanda. Mohon kerja samanya ya adik-adik, supaya saya bisa menyelesaikan magang saya ini. Terima kasih." tugas Pak Zaka.
Kelas Gea ini memang tidak banyak muridnya. Hanya ada 36 siswa, karena kelas itu adalah kelas paling istimewa dengan segerombolan murid terpopuler di sekolah.
"Ayo perkenalkan diri kalian semua, kecuali yang laki-laki ya .…" pinta Bu Ratih.
Hu.…….
Sorak gemuruh sorakan siswa laki-laki karena dianggapnya menyaingi ketampanan dari Pak Zaka. Sangat jelas sekali, jika sesekali Pak Zaka mencuri pandang memperhatikan Gea. Sejak pertama jumpa, Pak Zaka memang sudah tertarik dengan Gea.
"Perkenalkan, nama saya Aurel. Jomblo lho Pak, Bapak bisa tag saya, saya juga suka shoping dan perawatan kulit ... ini buktinya jika kulit saya putih dan mulus," perkenalan Aurel membuat sorakan dari siswa laki-laki semakin bergemuruh.
"Wowowo Ratuku, jangan kau obral cintamu itu. Kami tidak rela!" teriak salah satu seorang siswa.
"Ck memalukan, harga dirinya jatuh begitu saja tanpa dia sadari. Sekarang tiba giliranku! Aku akan perlihatkan bagaimana cara berkenalan dengan seorang guru tampan sepertinya." batin Gea.
Awalnya Gea sangat gugup karena sudah bertemu dengan Pak Zaka sebelumnya. Tapi, ia berpura-pura saja belum mengenalinya, takut jika nanti malah akan mempermalukan dirinya sendiri di depan semua teman sekelasnya.
Sayang, ekspetasi Gea tak sesuai dengan kenyataan. Pak Zaka malah menyapanya lebih dulu. Hingga semua siswa menatap Gea dengan tatapan yang membuatnya tak nyaman.
"Oh, selamat pagi menjelang siang, Gea. Senang bertemu denganmu lagi," sapa Pak Zaka melambaikan tangannya.
"Heh. Darimana dia tau namaku? Padahal tadi aku nggak kasih tau namaku. Oh My God, aku harus apa? Aku harus apa? Mana semuanya memperhatikanku lagi. Aghrr, Pak Zaka!" batin Gea bergejolak.
Tak tahu apa yang harus ia lakukan, terpaksa Gea hanya mengangguk dan tersenyum. Semua siswa sudah melihatnya dengan tatapan menyerahkan. Itu sudah membuatnya tak nyaman, apalagi tatapan laser dari mata Aurel yang seakan menusuk Gea.
"Pagi menjelang siang juga, Pak. Bapak sudah mengenal saya, hehe, salam kenal.…" ucap Gea dengan cengangas-cengengesan.
"Dia tukang bangunan, Pak. Jangan salaman dengannya, tangannya kasar sekali!" sela seorang siswa yang disuruh oleh Aurel.
"Hahaha ... setiap senin sampai rabu, di kuli panggul beras. Lalu, kamis sampai sabtu jadi pengamen. Terus, minggunya, dia menjadi tukang bangunan lepas, Pak. Begitu hebat ya, Gea." sahut Aurel memuji juga untuk menghina.
"Banyak bacot kalian! Setidaknya dia usaha sendiri!" Leni kesal karena sahabatnya dihina.
Sementara Gea malah hanya diam dan menikmati pertengkaran itu. Karena bagaimanapun juga, semua yang ucapkan Aurel adalah kenyataan. Gea tidak merasa terhina, karena memang dirinya seorang pekerja keras, dan malah bangga karena tidak bergantung kepada siapapun.
"Luar biasa, apakah benar seperti itu, Gea? Kamu sungguh wanita idaman, pekerja keras, dan juga kamu terlihat sangat baik, semangat ya."
Pujian dari Pak Zaka membuat hatinya tersentuh. Selama ini, tak ada orang lain yang memandang pekerjaan sampingan Gea adalah hal yang luar biasa, ya kecuali kedua sahabatnya.
Setelah perkenalan dan pertemuan itu, Pak Zaka sering mencuri pandang ke Gea ketika Pak Zaka sedang mengajar. Bukan hanya itu, Pak Zaka selalu mengistimewakan Gea di kelas, meski Gea memang sudah sering mengharumkan nama sekolah.
Terkadang, kenakalan dan keonaran yang dibuat Gea juga selalu di tutupi oleh Pak Zaka. Sepertinya, Pak Zaka menyukai Gea sejak hari pertama mereka bertemu.
--------------------------
Bel terakhir berbunyi. Tanda pelajaran terakhir telah usai. Gea bergegas pulang, karena kata penjaga toko besi dimana ia bekerja, sudah menunggunya untuk kirim barang ke luar kota.
"Asha!"
"Apa aku bilang. Tuhan akan memberiku dua kali lipat dari uang yang aku berikan ke wanita tadi. Haha, Tuhan Maha Adil kepadaku." gumam Gea sangat girang.
Setiap kali ada pengiriman di luar kota, pasti penjaga toko, sekaligus anak pemilik toko selalu mengajaknya. Uang yang diberikan kepada Gea juga selalu lebih. Karena itu, Gea menerima tawaran kirim bawang. Meski di samping itu, ia harus belajar.
Langkah Gea sangat cepat, ia bergegas ke toko dan sudah berkhayal mendapatkan uang lebih hati itu. Saat senang menghayal, ia dikagetkan dengan sering ponselnya. Ternyata, anak pemilik toko menelpon.
"Hallo, kenapa, Ko?"
"Maaf, Gea. Hari ini kamu nggak jadi ikut kirim. Pengiriman akan dilakukan setelah perang nanti, maaf ya." kata anak pemilik toko.
"Sial! Aku sudah tidak punya uang lagi. Terpaksa aku puasa sampai besok, nih!" kesalnya. "Mana jang yang aku buat bayarin wanita tadi, uang terakhirku pula! Sial!"
"Katanya orang berbuat baik akan dapat hal yang baik juga. Huft, nyatanya apa?"
Namun, semangat Gea tidak habis sampai di situ saja. Ia masih tetap bersemangat agar malam nanti bisa makan dan ada sisa buat sarapan esok hari. Sambil mencari pekerjaan lain, ia berjalan dengan hati-hati.
Tin ... tin ... tin.
Suara klakson mengganggu jalannya. Padahal Gea sudah ada di pinggir jalan dan tidak mengganggu lalu lintas.
"Hey, aku sudah berada di pinggir jalan. Kamu mau apa lagi? Jangan mentang-mentang orang kaya jadi seenaknya! Bajigur!" teriak Gea.
Mobil yang mewah dengan warna yang merah. Perlahan kaca mobil diturunkan oleh pengemudinya. Terkejut, seseorang di dalam mobil itu ternyata Pak Zaka.
"Hey, Gea. Kamu mau pulang, 'kan? Bareng saya, yuk!" ajaknya.
"Mampus!" umpatnya.
"Hehe, terima kasih. Tapi saya jalan kaki saja, Pak. Terima kasih banget," jawab Gea sedikit gugup.
Pak Zaka turun dari mobilnya. Dia juga langsung menarik tangan Gea dan membukakan pintu untuknya. Canggung, malu dan juga senang. Perasaan Gea saat ini campur aduk, karena yang memberi tumpangan adalah lelaki yang ia taksir.
"Dimana rumahmu?" tanya Zaka.
"Turun di depan sana saja, Pak. Mobil nggak bisa masuk gang soalnya, terima kasih sebelumnya." tunjuk Gea.
Pak Zaka hanya mengangguk mengerti. Suasana menjadi canggung lagi sampai pada akhirnya mobil Pak Zaka melewati gang rumah Gea.
"Loh, loh, Pak. Waduh, rumah saya. Eh, gang-nya kelewatan. Berhenti di sini saja tidak apa-apa, kok, Pak." pinta Gea.
Percuma Gea meronta dan berteriak. Pintu tak bisa dibuka. Mulai lagi pikiran Gea yang kotor. Ia sempat berpikir kalau dirinya hendak di perkosa seperti di komik-komik yang ia baca. Dimana seorang guru menciumnya dan semakin lama ketagihan hingga merenggut masa depannya.
"Pak kita mau kemana, sih. Rumah saja sudah kelewatan jauh, loh, Pak." Gea mulai gugup.
"Temani saya makan dulu. Saya lapar, bisa, dong?" pinta Pak Zaka dengan wajah yang mulai membuat Gea panik.
"Mampus!"
"Dia mau makan aku kali, ya?" pikiran kotor Gea selalu saja kotor jika sudah membahas tentang seorang cowok.
"Tidak, Pak. Saya masih ada pekerjaan lain yang harus saya kerjakan saat ini juga," alasan kuno Gea tak mempan bagi Pak Zaka.
"Kalau kamu ribut lagi? Jangan salahkan saya, kalau saya akan kiss kamu lagi. Bahkan lebih dari yang tadi," ancam Pak Zaka menggoda Gea. "Apa mau lagi sekarang?" lanjutnya.
"Ah tidak. Yang tahta di sudah cukup. Iya, sudah cukup," jawab Gea gugup, ia juga menutupi bibirnya menggunakan telapak tangannya sendiri.
"Saya bercanda, Gea. Kenapa kamu sepanik itu? Sudahlah, lebih baik, kita beli baju dulu buat kamu. Saya tidak. mau menjadi pusat perhatian karena membawa anak sekolah jalan." rupanya Pak Zaka hanya menggoda Gea saja.
Ia juga menawarkan baju baru kepada Gea. Karena dirinya sangat mengerti etika. Dia tidak mau terlihat mencolok saja jalan berdua dengan Gea yang masih mengenakan seragam sekolah. Jadi, Pak Zaka berniat membelikan baju baru untuk Gea.
Mau bagaimana lagi, Gea juga seharusnya berterima kasih atas ciuman itu. Jika tidak karena ciuman itu, mungkin saja dirinya sudah dihukum karena bolos upacara pagi tadi.
"Aku iri denganmu, Mut," kata Bella mengemudi sedikit pelan."Iri kenapa?" tanya Mutiara."Kamu begitu menyayangi adikmu, begitu juga sebaliknya. Persaudaraan kalian juga begitu dekat. Aku, mana ada saudara, punya saudara satu aja di jauhkan dariku," ungkap Bella menatap Mutiara."Aku kan ada di sini sekarang. Jangan sedih lagi ya, masih ada kesempatan buat kita main, kok, hehehe …." Mutiara sangat berhati besar. Ia mampu menerima Bella sebagai saudaranya dengan mudah.Sesampainya di kampus, Mutiara sudah ditunggu oleh sahabatnya. Mereka seperti tak bisa dipisahkan. Jesica menyapanya dan melambaikan tangan juga kepada Bella."Pagi, sista ... tumben nggak bawa kendaraan sendiri, siapa dia?" sapa Jesica sekaligus bertanya.
Hal mengejutkan terjadi ketika mereka bertiga kembali ke rumah. Bendera kuning, tenda yang sudah berdiri dan tetangga rumah semua datang dengan baju hitam-hitam. Mutiara langsung melepas genggaman tangan Ale, begitu juga Ivan yang melepaskan rangkulannya."Papa!"Baik Mutiara maupun Ivan sudah tahu tentang keadaan Tuan Nathan akhir-akhir itu. Tuan Nathan sering merasakan sakit, merasa dingin dan juga wajahnya selalu terlihat pucat ketika mereka bersama. Mutiara dan Ivan langsung berlari masuk ke rumah.Benar saja, Tuan Nathan sudah terbaring kaku di selimuti kain jarik. Di sampingnya, Gea terlihat sedang menangis dan berusaha tenang atas kepergian Tuan Nathan. Penyakit Tuan Nathan kembali kambuh saat Ale mengajak anak-anak pergi jalan-jalan."Papa!""Papa
Malam bertabur bintang. Ale sedang mengajak Mutiara, sang putri berjalan-jalan mengitari kota hanya berdua saja. Dengan tenang, Gea dan Tuan Nathan mengizinkan anak dan Ayah itu menghabiskan waktu bersama."Jadi, pacar baruku … Malam ini kita mau makan apa?" canda Mutiara."Hello Tuan putri. Terserah Tuan putri mau makan apa malam ini. Semuanya, akan aku Ayah turuti apa maumu," jawab Ale."Ayah, bisakah kita terus menghabiskan waktu bersama?" tanya Mutiara."Tentu saja!""Lalu bagaimana dengan Bella? Bukankah dia juga anak Ayah selama ini?""Aku bertemu dengan Bella hanya setahun sekali. Lagi pula, dia sudah menemukan Ayahnya. Kenapa pula harus repot?"Sejak hari itu, pulang pergi ke kampus, Mutiara dan Ivan selalu bersama dengan Ale. Mereka juga menghabiskan waktu bertiga bak Ayah dengan sepasang anak
Dikarenakan mobil Ale sedang mogok, terpaksa Ale bersama dengan Gea dan Ivan pulang naik taksi. Ketika dalam perjalanan, sengaja Ivan duduk di depan, agar Gea dan Ale leluasa mengobrol.Tetap saja, Gea hanya diam saja, bahkan mengalihkan pandangannya dari Ale. Hal itu membuat Ivan sedih, karena terlihat sangat jelas jika Mamanya masih menyimpan rasa dendam terhadap Ayah dari kakaknya itu."Kita sudah sampai, biarkan barangnya aku yang bawa. Mama bisa mengajak Ayah Ale masuk lebih dulu." ujar Ivan turun lebih dulu.Awalnya, Ale sangat canggung jika harus mampir di rumah mantan istrinya. Terlebih, ia masih sangat mencintai mantan istrinya itu.Namun, demi bisa bertemu dengan Mutiara, ia harus menghilangkan rasa gengsi yang selalu tertanam dalam hatinya."Ini kesempatanku. Supaya aku bisa minta maaf kepada putriku, atas selama ini … aku tidak pernah menjenguknya." gumam
"Sakit? Tangan ini kan yang kau gunakan untuk menamparku?" tanya Mutiara dengan santai. Beberapa temannya mulai membantu lagi. Lelaki itu dilepas olehnya. Mutiara kembali menarik tangan teman dari lelaki itu sebagai jaminan supaya lelaki yang menamparnya mau meminta maaf kepadanya. "Apa kau tidak tau? Dia ini adalah Anggara, anak dari kepala yayasan kampus ini. Apakah kau ingin mencari ribut dengannya?" ucap salah satu temannya. "Aku nggak mau tau siapa dia. Jika dia anak kepala yayasan, lantas … aku harus gimana?" sahut Mutiara masih santai. Anggara membantu melepaskan temannya dari cengkraman Mutiara. Dengan sengaja Mutiara melepaskan dan membuat cowok mesum tadi tersungkur ke tanah. "Segini doang?" tanya Mutiara meremehkan mereka. "Otak kalian berdua kosong, gaya sok preman, berani sentuh sahabatku pula. Beruntung kalian nggak masuk rumah sakit hari ini. Ayo
"Selamat pagi Tante," sapa Jesica pagi itu."Eh, Jesi, ya? Pagi, sayang. Kuliah di sini juga?" tanya Gea dengan ramah."Iya, dong. Kan aku sama Muti udah klop banget, susah mau jauh, Tante!" seru Jesica memulai celoteh tak berfaedahnya.Jesica adalah sahabat satu-satunya Mutiara sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Di kampus, mereka juga akan menjadi teman seperjuangan lagi dalam menganyam pendidikan."Kamu datang sendirian?" lanjut Gea."Sama Mama tadi. Cuma, langsung ke butik," jawab Jesica. "Anaknya di tinggal saja, Tante. Akan aman bersamaku, percayalah!" imbuhnya dengan senyum konyolnya.Gea menatap putrinya. Ia tidak menyangka jika putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik