Share

4. Alex Meet Evan

You never know and can't choose which person that you want to meet when destiny lead you to meet that person that you not want to meet.

***

"Hei, apa yang sedang kau lakukan di situ?" seru Evander. 

Teryata sosok yang dilihat Alexandra adalah penguasa Kerajaan Anathema. Sang raja itu sering berkunjung ke Sungai Esen sendirian tanpa pengawalan. Dia juga menyamar menjadi rakyat biasa saat menuju ke sungai itu. 

Tujuan ia melakukan hal itu karena ingin melihat rakyatnya lebih dekat dan mendengar keluh kesah mereka mengenai pemerintahan yang ia jalani. Evander juga sangat menyukai sungai tersebut karena mengingatkannya dia dengan ayahnya yang sudah meninggal saat ia berusia 10 tahun. 

Ayahnya sering mengajak dia berburu dan mampir ke Sungai Esen untuk merasakan sensasi jernih dan sejuk air sungai tersebut. Evander bangkit dan naik ke permukaan. 

Alexandra masih menatap kagum tubuh pria di hadapannya itu. Rambut merah pria bertubuh tegap itu bersinar karena pantulan cahaya matahari kala itu. Tubuh basah pria itu sangat membuat gadis yang sedang dalam penyamaran itu menatap gemas.

Sosok dengan bentuk tubuh proporsional sempurna bagai model pria dewasa di mata Alex makin mendekat. Pria itu melangkah  dengan segala pesona keseksian yang dikerahkan. Pria itu lantas mengulurkan tangan kanannya ke arah gadis itu. 

Dengan suara berat dan terdengar seksi ia berbicara di hadapan wajah Alex yang masih menatap terpana. Senyum manis yang makin memperlihatkan ketampanannya itu mampu membuat jantung gadis itu berdetak lebih cepat. 

"Hari ini terasa panas, apa kau mau berenang bersamaku?" tanya Evander dengan nada suara seksi.

"Ah… bagaimana aku bisa menolak permintaanmu itu, tentu saja aku ingin berenang bersamamu," jawab Alexandra dengan mata berbinar.

Kedua kakinya menghentak bumi tempat dia berpijak dengan gemasnya. Tanpa sadar gadis itu berjingkrak-jingkrak kegirangan di depan Evander.

Tuk Tuk.

Ketukan tangan kanan Evander yang mengepal itu mengetuk dan mendorong pelan kepala gadis yang sedang menghayal itu.

"Apa yang kau katakan barusan, apa kau sadar dengan ucapanmu barusan anak muda?" tanya Evander menyentak gadis itu.

Astaga, apa aku barusan berkhayal? Ya Tuhan betapa malunya aku.

Gadis itu mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Lalu, kedua tangannya menutupi wajahnya yang merona menahan malu.

"Tadi kau bilang apa, kau mau berenang bersamaku?" tanya Evander memastikan pendengarannya.

"Ehm, ehm, sepertinya Anda salah dengar," ucap Alexandra memperlihatkan wajahnya dan berusaha untuk tenang.

Evander lalu berbalik dan melangkah meraih pakaian yang ia letakkan tadi di dekat kuda putihnya. Ia berpakaian rapi kembali.

"Siapa namamu?" tanya Evander menelisik ke arah Alex dari ujung kepala sampai ujung kaki sambil berpakaian.

Dia yakin kalau seseorang yang dia anggap pria ini belum pernah terlihat di wilayah kerajaannya.

"Namaku, ummm… namaku Alex," jawab gadis itu.

"Kau seorang pria yang berkelana sendirian? Darimana kau berasal, sepertinya kau bukan dari sini?" 

Ah, rencanaku berhasil juga, dia mengiraku sebagai laki-laki.

Alexandra tersenyum ke arah Evander.

"Aku seorang pengembara yang mau berdagang di pasar kerajaan ini, asalku dari… duh aku lupa asalku dari mana ya?" 

"Hahaha kau pasti bodoh, karena lupa dengan tempat tinggal sendiri," ejek Evander seraya bersiap naik ke atas punggung kuda itu.

"Kau menyebalkan sekali, apa aku boleh menumpang?" tanya Alex memberanikan diri.

"Dengan bawaan barangmu itu? Baiklah, ayo naik!" ajak Evander.

"Wah, rupanya kau baik hati, terima kasih, Tuan—" 

Alexandra menanyakan nama pria itu.

"Namaku Evan," ucap pria itu.

"Terima kasih, Evan." 

Alexandra lantas naik ke atas punggung kuda itu. Ia duduk di belakang Evan seraya mendekap tas berbahan kulit domba berisi pakaian di tangannya. Sesekali ia berpegangan mendekap tubuh pria itu kala sang kuda melaju dengan langkah perlahan.

"Apa yang kau jual itu?" tanya Evander.

"Pakaian, aku membuatnya sendiri dengan tanganku," jawab Alex.

"Oh, hebat juga kau memiliki bakat kreativitas," puji Evan.

"Oh ya, apa kau tau mengenai Raja Antena?" tanya Alex tak sadar kalau ia salah menyebut nama kerajaan itu.

Evander tertawa mendengar kepolosan Alex sampai membuat gadis itu terpana ketika menoleh dan mendapati pria di depannya menertawakan ucapan dia tadi. 

Ah… kenapa pria ini terlihat sangat tampan, ya.

Gadis itu kembali terpana.

"Anathema, itu nama kerajaan di sini," sahut Evander.

"Ya, maksud aku juga seperti itu tetapi aku kan lupa." 

"Memangnya ada apa dengan kerajaan ini?" tanya Evan.

"Yang kudengar sang raja suka membunuh." 

Evander terperanjat kala mendengar penuturan Alex yang ada di belakangnya itu.

"Apa katamu, sang raja suka membunuh?" tanya Evan memastikan.

"Iya, raja jahat itu suka menculik para gadis belum menikah lalu menumbalkan para gadis itu untuk naga di bukit The Dark Hill," ucap Alex, gadis itu tak menyadari kalau ia sedang berbicara dengan raja yang dia anggap pembunuh itu.

"Hmmm… jadi seperti itu yang kau dengar, ya. Benar-benar tidak punya hati ya kalau raja seperti itu. Apa kau pernah bertemu dan melihat raja?" 

"Tentu saja belum, kan aku baru tiba di sini," jawab Alex.

"Begini, Alex, bagaimana jika raja melakukan itu karena terpaksa, karena naga itu—" 

"Tetap saja dia pembunuh, semua gadis yang pergi ke bukit itu mati dan tak ada yang kembali, kan?" 

Alex memotong pembicaraan sang raja yang tak jadi melanjutkan penjelasannya. Ia terdiam dan sangat merasakan kesedihan. Penuturan yang baru saja keluar dari bibir seseorang yang duduk di belakangnya ini memang benar dan tak terbantahkan. 

Pria itu terdiam sepanjang perjalanan menuju pasar. Sementara itu, Alexandra malah menyandarkan kepala mungil itu di punggung Evander. Gadis itu tertidur pulas.

Setelah sampai di depan gerbang masuk menuju pasar, Evander membangunkan gadis itu lalu memerintahkan dia untuk turun.

"Jadi ini ya pasar di masa lampau yang hanya bisa kubaca di buku sejarah," gumam Alex.

"Aku pamit, dan berhati-hatilah anak muda," ucap Evander lalu menghentak sang kuda agar bergerak lebih cepat menjauh.

"Terima kasih Tuan Evan….!" 

Alexandra berseru dengan suara lantang dan kencang. Gadis itu lalu memasuki wilayah pasar dan menjajakan pakaian yang Ia buat. 

***

Di rumah kayu tepi hutan, Selena sedang mengaduk sup ikan buatan kakaknya.

"Apa Kak Alex akan berhasil, ya?" gumam Selena.

"Aku mendengarnya," sahut Maria meledek Selena.

Maria tahu gadis kecil itu tak bisa menunjukkan rasa sayangnya pada Alex. Selena selalu meledek dan mencibir sosok gadis baru itu. Padahal saat gadis itu tak ada, adiknya itu malah terlihat khawatir.

"Maksud Kakak apa?" tanya Selena.

"Kau mengkhawatirkan Alexandra, kan?" terka Maria seraya tersenyum meledek adiknya.

"Tidak, kok, aku hanya ingin daging lembu yang kupinta cepat datang," sahutnya mencoba berbohong.

"Sudahlah jujur saja, aku tak akan mengatakan hal itu pada Alexandra," ucap Maria seraya mengedipkan satu matanya.

"Umm… kurasa ikan ini sudah empuk," ucap Selena mencoba mengalihkan perhatiannya.

Namun, tanpa mereka sadari sepasang mata sedang mengamati rumah kecil para gadis itu dari balik pepohonan.

***

To be continue…

See you next chapter.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status