Alexandra Jhonson mengira ia telah mati saat mengalami kecelakaan karena dikejar penagih hutang. Gadis itu terbangun di tepi sungai. Betapa terkejutnya ia kala kembali ke masa kerajaan sebelum masehi. Pada masa itu pihak kerajaan mencari para wanita yang belum menikah untuk menaklukan naga di The Dark Hill. Hal itu dilakukan karena naga bernama Ares itu akan menyantap seluruh rakyat. Sayangnya, jika para wanita tersebut gagal, mereka yang akan menjadi santapan sang naga. Bagaimana Alexandra harus berjuang bertahan hidup setelah ia terpilih menjadi tumbal selanjutnya, meskipun dia dan Raja Evander telah saling jatuh cinta? Apakah ia akan menyelamatkan kerajaan Raja Evander atau memilih menyelamatkan diri? Padahal bukan Naga Ares yang sebenarnya harus ditakuti pihak kerajaan. Ada makhluk lain yang bersembunyi dalam hutan dan telah membuat Alexandra menjadi manusia yang berbeda. Akankah Alexandra mampu kembali ke dunia dia sebelumnya?
View MoreDi sebuah club malam dalam kota metropolitan bernama New Bluex, dua orang gadis terlihat menikmati pesta dengan segelas wine di tangannya masing-masing.
"Alex, let's have a party baby!"
Tania, gadis dengan rambut ikal berwarna cokelat, berseru seraya membenturkan dinding gelas kristal berisi wine itu pada gelas milik Alexandra.
Gadis berusia 20 tahun dengan rambut pirang itu sudah terlihat mabuk. Namun, Alex tetap mencoba bertahan. Tubuh ramping berbalut dress Gucci itu terus bergerak gemulai seiring dentuman musik dalam club malam itu.
Desainer muda itu memang menyukai pesta dan kehidupan glamor. Semua yang melekat pada tubuhnya bermerek mahal. Meskipun ia terlahir sebagai anak yatim piatu di Heaven Field, tetapi ia bisa mengubah hidupnya. Alexandra sukses menjadi perancang busana terkenal dan pindah ke kota.
Namun, sifat hedonisme yang dimilikinya membuat gadis itu terperangkap dalam hutang. Ia mulai sering datang ke pesta dan mabuk-mabukkan sampai lupa bekerja keras seperti dulu.
"Yuhuuu, baby, let's have a party until dawn!"
Gadis itu balas berseru pada sahabatnya itu. Dua orang pria bertubuh tegap dan kekar terlihat mengamati Alex dari meja bartender.
"Lihat, dua pria itu sedang mengamatimu," ucap Tania di telinga Alex.
"No way! Mereka terlalu dewasa untukku, kau tak berniat menjodohkanku dengan mereka, kan?"
"Apa kau menyukai pria botak juga?" tanya Tania menggoda Alex.
Tania dan Alex tertawa terbahak-bahak bersamaan di tengah kerumunan para muda-mudi penyuka pesta itu. Tiba-tiba, kedua pria itu mendekat.
"Permisi, apa kau Alexandra Jhonson?" tanya pria yang berkacamata hitam dan kepala plontos itu.
"Iya, bagaimana kau tau namaku? Oh, sebentar, jika kau berusaha mendekatiku, maaf sekali kau bukan tipeku, hahaha....!"
Alexandra menoleh ke sahabatnya dan kembali tertawa.
"Kami dari Bank Green, Anda harus ikut dengan kami untuk mempertanggung jawabkan perbuatan Anda," ucap pria itu.
"Astaga, Bank Green katanya?"
Alexandra menoleh pada Tania. Mereka lalu mendorong dua pria itu jatuh ke lantai dan berseru.
"Tolong kami, mereka penjahat yang akan menculik kami!"
Sontak saja penjaga club malam itu langsung menghadang para debt collector itu.
Alex dan Tania berhasil masuk ke dalam BMW warna putih itu. Gadis itu langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Kenapa kau belum melunasi tagihan kartu kreditmu itu, sih?"
Tania bertanya dengan nada membentak.
"Sudah, jangan berisik, bukankah kau juga suka menikmatinya?"
"Ya tapi, karena kupikir kau anak orang kaya, jadi..."
"Jadi, kau memanfaatkan aku, kan?"
Tania tidak menjawab, ia memperhatikan mobil SUV hitam di belakang dari kaca spion.
"Astaga, mereka mengikuti kita!" Pekik Tania.
Alexandra melirik ke arah kaca spion lalu menghentikan laju mobilnya mendadak.
"Lekas turun, aku tak mau melibatkanmu!"
Gadis itu berseru pada Tania.
"Tapi Alex—"
"Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, sedangkan kau masih punya keluarga, cepat pergi!"
Tania menurut, gadis itu turun dari mobil dengan perasaan cemas. Alex tersenyum lalu menancap gas dan melajukan mobil itu lebih cepat.
Tania langsung berlari melewati lorong jalan yang sempit sambil kebingungan menuju ke rumahnya. Perasaan gadis itu masih cemas memikirkan sahabatnya Alex.
Mobil BMW berwarna putih itu melaju kencang berkejar-kejaran dengan mobil SUV yang dikendarai debt collector tadi. Gadis itu mulai merasa pusing dan beberapa kali oleng dalam mengemudi karena pengaruh alkohol.
Sampai akhirnya gadis itu tak kuasa mengendalikan mobilnya saat menghindari truk besar yang melintas dari arah depannya. Mobil yang dikendarai gadis itu menabrak pembatas jalan dan jatuh ke dalam jurang di kegelapan malam itu.
Alexandra lupa memakai seatbelt dan terpental ke luar dari dalam mobilnya saat jatuh ke dalam jurang. Ia meyakinkan diri agar siap menghadapi kematiannya kala itu.
Akan tetapi, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Sesuatu di luar nalar gadis itu datang dan membawanya ke dalam masalah baru jauh lebih besar dari sekedar masalah hutang di kota besar itu.
Sekelebat bayangan hitam menangkap tubuh ramping milik Alexandra dan membawa gadis itu ke suatu tempat. Sosok itu mendaratkan gadis itu dan meletakkannya di tepi sungai. Kedua mata gadis itu masih mencoba terbuka untuk menelisik sekitar tetapi kedua mata lentik itu terasa berat dan akhirnya dia tak sadarkan diri.
***
Suara air mengalir terdengar bernyanyi mengiringi kicauan burung di pagi itu. Alexandra terbangun karena terpaan sinar mentari pagi menyentuh wajah cantiknya itu.
Tangan kanan gadis itu berusaha menutupi sinar matahari yang terasa menyengat itu. Ia mencoba mengamati sekitar. Hamparan sungai dengan air jernih terlihat. Betapa jernihnya air sungai itu sampai ia dapat melihat ke dasar dan beberapa ikan yang berenang melintas.
Pepohonan rimbun terasa menyejukkan udara sekitarnya. Burung jay biru terlihat bertengger di pepohonan yang ia lihat.
"Apa aku berada di surga, ya?"
Alexandra bangkit dan mengamati tubuhnya. Tak ada luka dan rasa sakit sama sekali kala itu. Padahal ia yakin sekali kalau ia baru saja terjun ke jurang.
"Tapi, mana mungkin gadis bersifat buruk sepertiku masuk surga, kalaupun aku mati pasti aku masuk neraka," gumam gadis itu pada diri sendiri.
Lantas saja ia mencubit pipinya sendiri sampai berteriak.
"Aw, ini terasa sakit, pasti aku tak bermimpi. Tapi di mana aku?"
Gadis itu mengamati sekitar kembali. Ia seperti berada di sebuah pedesaan dengan pemandangan alam indah bagai lukisan. Udara terasa segar dia hirup, udara yang jauh dari polusi udara seperti di kotanya.
Seorang anak perempuan mendadak hadir mengejutkan gadis itu. Tadinya anak itu hendak mencari ikan dalam sungai,tetapi kehadiran Alexandra membuat anak itu terperanjat. Anak itu sangat terkejut melihat penampakan gadis di hadapannya itu.
"Pakaian apa yang kau pakai itu?" tanya anak itu menelisik dress mahal yang Alex gunakan.
"Pakaian apa katamu? Ini pakaian mahal tau! Lalu, pakaian apa yang kau kenakan itu, apa kau sedang berpakaian kostum dalam sebuah festival desa?" tanya Alex.
Anak itu memandang pakaian yang ia kenakan itu. Pakaian dari kulit lembu itu terlihat tak ada yang aneh baginya.
"Selena, apa kau dapat ikannya?"
Seorang wanita bertanya pada anak itu. Dia datang dari arah belakang Alexandra. Wanita itu terlihat mengamati gadis itu dengan tatapan aneh. Tatapan yang sama yang ditunjukkan anak kecil tadi.
"Kau datang dari kerajaan mana?" tanya wanita itu.
"Kerajaan mana? Hahaha… apa kau pikir aku seorang ratu atau putri kerajaan?" tanya Alexandra sambil bertolak pinggang.
Namun, sebelum wanita itu melontarkan beberapa pertanyaan, terdengar derap kaki kuda tak jauh dari tempat mereka berpijak.
"Kita harus pergi, aku tak mau mereka menangkapku," ucap wanita itu.
"Hei, kau mau ke mana?" tanya Alex.
"Apa kau sudah menikah?" wanita berusia 30 tahun itu bertanya balik pada Alex.
Gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Kalau kau belum menikah dan ingin selamat, ayo ikut denganku!"
Wanita itu melangkah pergi seraya merangkul bahu anak perempuan tadi. Anak itu menoleh pada Alexandra yang tak kunjung bergerak.
"Hei, gadis bodoh, apa kau mau mati?"
"Apa kau bilang, aku gadis bodoh?"
Alexandra yang kesal langsung mengikuti anak kecil itu dan kakaknya. Ia ingin sekali mencubit pipi merah anak itu dengan keras.
*****
To be continue...
See you next chapter.
Ekstra Part Happy Ending “Happiness is not something ready made. It comes from your own action," — Dalai Lama. ***** Kondisi Evander dan Alexandra sudah membaik. Mereka diperbolehkan untuk pulang. Ayah dan ibunya menyempatkan diri menjemput keduanya saat pulang dari rumah sakit. Tuan Edward bahkan memberikan mereka bulan madu menuju Maldives dengan pesawat jet pribadi yang bertuliskan E Sky di dinding pesawat. "Ayah, kau benar-benar akrab dengan Ares sekarang ini," ucap Alexandra kala merangkul pinggang ayah mertuanya itu. Tuan Edward menoleh ke arah Ares yang berjalan di sampingnya. "Dia anjing yang pintar, semua yang aku perintahkan dia paham." Gurat kerutan di wajahnya nampak jelas kala ia tersenyum. "Yah begitulah ayah kalian, ia bahkan sengaja pulang cepat untuk bermain dengan anjing ini. Dia sudah menganggap Ares seperti anak
Part 90 “There are all these moments you think you won’t survive. And then you survive.” — David Levithan. ***** Beberapa petugas yang membawa tandu untuk mengevakuasi tubuh Alexandra dan Evander datang. Tuan Edward dan sang istri bersama Selena juga ikut berlarian menuju tepi sungai. Mereka juga tak sabar ingin melihat keduanya. Alexandra mencoba membuka kedua matanya. Ia sudah melihat para petugas lalu lalang di sekitarnya saat sudah berada di atas tandu darurat. Wanita itu menoleh ke arah Evander yang juga sedang ditandu. "Hai, Alex!" sapa Selena yang mengiringi dengan melangkah di samping tandu Alexandra. "Hai, Sel! Di mana Ares?" Alexandra mencari keberadaan anjing peliharaannya itu. "Ada, tuh! Dia terlihat menggemaskan dan lucu sekali." Selena menunjuk Tuan Edward yang menggendong tubuh anjing siberian husky yang kira-kira berusia satu tahun itu. Pria itu merasa berhutang budi
Part 89 Human progress is neither automatic nor inevitable… Every step toward the goal of justice requires sacrifice, suffering, and struggle; the tireless exertions and passionate concern of dedicated individuals.–Martin Luther King, Jr. ***** Keesokan harinya, Alexandra, Evander dan Ares melangkah mengikuti Obis dan Arial menuju The Dark Hill. Mereka sampai di batu besar bertuah yang menjadi pembuka dimensi waktu. Batu besar yang berpendar kehijauan seolah ada kristal-kristal yang menyelimuti permukaannya kala terkena sinar matahari itu berkilauan. "Wow, cantik sekali batu ini," ucap Evander. "Jadi, ini mungkin pertemuan terakhir kita, karena menurutku batu ini harus dihancurkan agar tak lagi membuka portal dimensi waktu," ujar Obis.
Part 88“Trust yourself. You’ve survive a lot, and you’ll survive whatever is coming.” — Robert Tew.*****"Ayah? Ibu?" Alexandra menoleh pada Tuan Obis."Begitulah."Pria kerdil itu mengangkat kedua bahunya."Kalian menganggapnya anak kalian?" tanya Alexandra."Ya, kau benar. Aku akan siapkan makanan untuk kalian. Oh iya, sebentar aku lupa mengeringkan tubuh kalian."Obis lalu mengarahkan telapak tangan pada Alexandra dan Evander. Makhluk itu sudah memiliki sihir untuk menyembuhkan dan mengeringkan tubuh kedua orang itu."Wow, kau hebat! Bagaimana kau bisa melakukan sihir seperti ini?" tanya Alexandra."Sejak aku pergi, batu besar tempat pedang Brave Gold memberikan aku kekuatan. Tapi, pedang itu hilang begitu saja. Dia akan kembali saat diperlukan
Part 87 “The two most important days in your life are the day you are born and the day you find out why.” —Mark Twain. ***** Alexandra membuka kedua matanya. Hawa pengap dan lembab sangat terasa. Pipi wanita itu terasa dingin karena berada di atas tanah lembab. Jemari tangan kirinya mulai meraba. Tubuhnya basah kuyup kala itu. "Di mana ini?" lirih Alexandra mencoba mengamati sekitar. Ia mencoba bangkit untuk duduk. Alexandra menemukan Evander terbaring tak jauh dari tempatnya berada. Tak butuh waktu lama, ia langsung menghampiri suaminya itu. "Evan, Evan sayang bangun...!" Alexandra berusaha mengguncang bahu kekar milik Evander. Tak ada respon yang tercipta. Pria itu masih terbaring tak berdaya. "Sayang, kau harus bangun! Jangan tinggalkan aku!" seru Alexandra. Tetap tak ada respon sampai akhirnya ia memberikan napas buatan pada pria itu. Linangan air matanya tak dapat terbendung sa
Part 86 “I am prepared for the worst, but hope for the best” — Benjamin Disraeli. ***** "Siap ya, satu... dua... ti... ga!" Alexandra dan Evander melempar bucket bunga bersama ke arah belakang mereka. Tania akhirnya berhasil menangkap bucket bunga yang dilemparkan oleh Alexandra dan Evander secara bersamaan itu. Dia berteriak histeris dan melonjak-lonjak kegirangan. "Yeaay, akhirnya aku dapat... aku akan menikah... aku akan menikah! Brian, kau harus menikahi aku,ya?" tanya Tania yang langsung menoleh ke arah pria itu. Brian terperanjat saat Tania mengatakan hal tersebut. Ia hanya tertawa dan menahan berat air saliva yang ada di mulutnya itu. Alexandra dan Evander hanya bisa tertawa saat itu melihat kelakuan sahabatnya. Lalu acara dilanjutkan dengan persembahan sebuah lagu cinta yang dipersembahkan oleh Alexander untuk suaminya. Suara Alexandra terdengar sangat merdu dan membuat para tamu undangan y
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments