Pertanyaan Alma membuat kedua bodyguard itu tercengang. bagaimana tidak, ia melontarkan pertanyaan dengan begitu banyaknya sehingga keduanya tidak bisa menjawabnya.
"Kenapa kalian diam saja?" tegas Alma.
"I-itu! Dia masih disana," tunjuk Akmal sembari gelagapan.
"Kalau begitu kami permisi dulu, Nona!" ucap Farhan sembari menarik lengan Akmal agar secepatnya pergi dari tempat itu.
Melihat gelagat kedua bodyguard itu, membuat Alma keheranan. Namun ia sudah tidak peduli lagi karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan malam itu.
"Dasar orang aneh, ditanya begitu saja, seperti ditanya hantu!"
*****
Ketika bar itu sudah mulai sepi, Daffa berusaha mendekati Alma yang sedang membereskan botol minuman. Daffa ingin lebih dekat dengan gadis itu, karena ia mulai menyukainya. Sesuatu yang disukai, harus ia dapatkan sampai ke dalam genggaman tangannya.
"Nona!" panggil Daffa sembari mendekati Alma dan beberapa bartender lainnya.
"Panggil saja saya Alma, Tuan," sahut gadis itu tanpa melirik sedikitpun kepada Daffa.
"Oh, okey. Alma! Kamu juga panggil saya Daffa saja, hehe," kata Daffa menyengir. "Kapan kamu pulang? Semalam inikah?" tanya Daffa penasaran.
"Ya nanti kalau sudah sepi, baru aku pulang," ucap Alma yang masih fokus membereskan botol-botol.
"Kenapa gak sekarang aja pulangnya? Masa perempuan pulangnya malam terus, apa kata orang nanti," celetuk Daffa.
Seketika Alma berhenti sejenak untuk membereskan botol-botol itu. Ia merasa tersinggung dan merasa risih dengan pertanyaan Daffa yang terlalu monohok.
"Apa kamu perlu sesuatu Tuan Daffa? Atau mau bayar sekalian sama yang kemarin itu?" ucap Alma membelokan obrolan Daffa.
"Oh, okey siap! Mana bon-nya?"
Daffa langsung mengambil beberapa uang tunai dari dalam dompetnya. Lalu ia berikan uang itu kepada Alma. Seketika Alma tercengang melihat uang yang diberikan Daffa begitu banyak sekali.
"Maaf, Tuan! Uangnya kelebihan, kan bayar hanya—"
Belum juga selesai bicara, Daffa langsung memotong pembicaraan Alma, "Sisanya buat kamu dan teman kamu yang kemarin bantuin aku waktu mabuk, ya anggap saja itu uang tip buat kalian."
"Tapi—"
"Ya sudah kalau tidak mau sini balikin lagi," Daffa langsung berusaha mengambil uangnya lagi dari tangan Alma. Seketika Alma pun menghindarnya agar uang itu tetap ada pada genggamannya.
"Iya-iya mau Tuan! Eh Da-Daffa maksudnya!"
Daffa pun tersenyum melihat Alma yang kegirangan setelah diberi uang oleh dirinya. Alma pun langsung memberitahukan kepada rekan kerjanya, ia juga tidak lupa untuk mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Daffa. Karena selama ia bekerja di bar itu, yang memberi uang tip sangat banyak adalah Daffa.
"Dasar wanita, dikasih uang segitu aja girang banget. Gimana kalau aku kasih satu koper? Pasti dia kelepek-kelepek," batin Daffa yang masih melihat Alma dan teman-temannya kegirangan.
"Aku mending nunggu dia di luar saja deh, siapa tau dia mau pulang bersamaku, udah berjam-jam disini masa gak membuahkan hasil," pikir Daffa dengan pedenya.
Daffa pun langsung segera keluar dari bar itu, selang beberapa lama kenudian, akhirnya bar itu tutup juga. Daffa hampir saja ketiduran lagi di kursi yang ada di luar bar, saking lamanya menunggu Alma. Apalagi malam semakin larut, cocok untuk para orang-orang beristirahat dengan damai.
"Loh! Itukan pria yang ngasih tip ke kita? Ko masih ada disini?" celetuk Ikhsan.
"Apa mungkin dia mabuk lagi dan ingin tidur disini lagi?" tanya Doni kepada Alma dan Ikhsan juga beserta bartender lainnya yang siap untuk segera pulang.
"Alma! Sepertinya ini urusannya sama kamu deh, soalnya baru kali ini aku dapat uang tip banyak banget. Apa jangan-jangan waktu malam kemarin dia—"
Seketika pembicaraan Ikhsan terhenti. Ia menatap Alma sambil berfikir yang macam-macam. Ia pun tertawa kecil dan berkata lagi, "Hayo! Waktu kemarin malam apa yang kalian lakukan?"
"Apaan si Mas, aku gak ngelakuin apa-apa kok," ucap Alma yang pipinya mulai merah karena malu.
"Jangan-jangan, dia sedang menunggu kamu deh, Al," tutur salah satu bartender lainnya.
"Nah loh, Al! Dia pasti sudah mulai menyukaimu. Biar bagaimana pun juga, kami udah tau dan udah berpengalaman juga, kalau ciri-ciri orang yang sedang kasmaran itu tidak lain ya seperti ini. Tuh lihat! Dia sedang menatap kamu terus kan," ledek Doni sambil menyeringai.
"Masa sih! Ya ampun kenapa aku jadi dag dig dug begini? Kenapa rasanya beda terhadap pria ini? Apa benar aku sedang kasmaran juga? Ya Tuhan!" ucap Alma dalam hatinya.
"Ya sudah Al, kita pulang duluan, jaga diri baik-baik ya," ucap Doni tersenyum kecil.
Doni dan Ikhsan serta rekan kerja lainnya pulang terlebih dahulu, sementara Alma ditinggal sendirian. Di depan bar itu, hanya Ada Alma dan Daffa yang sama-sama berdiam diri sambil saling menatap satu sama lainnya. Alma pun berjalan menghampiri Daffa dan bertanya, "Kamu kenapa belum pulang?"
"Nungguin kamu!" jawab Daffa singkat.
Deg ...
Jantung Alma kian berdetak kencang. Ada rasa yang tidak biasa terhadap Daffa, sementara Daffa pun merasakan hal yang sama atas perasaan yang salah itu. Memang bagi Daffa cinta ini sangat salah, tapi dia pun tidak bisa menahan rasa sukanya karena ia pun laki-laki yang normal pada umumnya.
*
**BERSAMBUNG ...Sejenak gadis itu terdiam membisu. Apa yang dikatakan seorang Ceo sungguh membuat gadis itu terpana bahkan situasinya semakin gugup."Ke-kenapa nungguin aku? Kalau mau pulang ya pulang saja!" ucap Alma menyunggingkan bibirnya."Lagian, kenapa tadi tidak ikut pulang sama teman-teman kamu?" tambah Alma."Teman? Teman yang mana? Aku disini tidak punya teman, selain kamu," tutur Daffa."Loh! Tadi yang ngobrol sama kamu di dalam bar siapa? Masa tiba-tiba amnesia? Lagi pula, di sini siapa yang mau temanan sama kamu?" ucap Alma mengkerlingkan matanya."Oh, mungkin yang dimaksud dia, bodyguard aku," ucap Daffa dalam hatinya."Oia, maaf aku lupa hehe," ucap Daffa cengengesan."Tapi, bukankah kita sudah menjadi teman?" ucap Daffa dengan pedenya."Sejak kapan?" Alma malah balik tanya."Ya ampun! Bukannya tadi di dalam bar ki
Kamar Alma begitu kecil, di dalamnya terdapat satu buah kasur kecil dan kamar mandi saja. Tidak ada lemari maupun televisi. Ia sengaja memilih tempat tinggal yang sangat murah, karena yang paling penting bagi dirinya adalah bisa tidur dan bisa mandi. Saat mereka berdua masuk ke dalam, suasananya menjadi hangat. Bahkan diantara mereka berdua sudah tidak ada rasa canggung dan gugup lagi. Mereka mengobrol seperti sudah terbiasa, sementara di luar hujannya sangat deras."Biasanya pulang kerja, aku suka langsung tidur sampai pagi! Tapi berhubung kamu membawakan aku makanan, jadi aku akan makan. Tapi sepertinya kita makan bareng saja, soalnya kamu bawa makanannya banyak banget, siapa lagi yang akan makan kalau bukan kita!" tutur Alma mengawali percakapannya."Oke! Setuju!" ujar Daffa sumringah.Mereka berdua pun akhirnya makan bersama meski waktu sudah menunjukan pukul satu malam, karena akan mubazir jika makanan itu dibuang.
Waktu semakin bergulir dan mereka berdua masih terlelap dalam tidurnya. Apalagi dibarengi dengan pelukan yang hangat, membuat keduanya enggan untuk terbangun dari mimpi indahnya. Mereka berdua terlihat begitu dekat dan belum ada tanda-tanda untuk sadarkan diri.Tidak lama kemudian, sinar mentari mulai menyambut indahnya pagi hari. Suara burung pun berkicau kian terdengar syahdu mengiringi kabut setelah hujan semalaman. Serta jam beker juga telah berbunyi sangat nyaring sehingga membangunkan Daffa dari mimpi indahnya.Pria itu mulai membuka matanya pelan-pelan. Namun ada sesuatu yang membuat dirinya merasakan sesak dan terasa berat di dadanya. Seperti tertimpa sebuah benda berat yang menutupi semua badannya. Setelah matanya terbuka lebar, akhirnya ia pun tau apa yang telah menimpa pada dirinya. Ya, sebuah tangan dengan jari yang lentik mendarat di dadanya. Begitu juga dengan kaki yang kecil nan panjang menghimpit kaki Daffa hingga ia tak bisa
Sementara, Daffa yang sedang memainkan ponselnya ikut panik karena ia tidak tau harus bagaimana mengatasinya."Duh! Gimana ini! Bukain pintu apa enggak ya?" gumam Daffa yang begitu bimbang. Ia pun segera mengumpat dibalik pintu meski tidak akan ada yang bisa melihatnya karena masih dalam keadaan tertutup gorden."Pasti kamu sedang mandi ya, Al? Bibi tungguin aja deh disini," kata tukang bubur itu sembari duduk-duduk di depan kos-annya.Dan tidak lama kemudian, para pembeli yang sudah menjadi langganannya, saling menghampiri untuk membeli bubur buatannya. Mereka saling menanyakan Alma karena pintunya masih dalam keadaan tertutup. Bahkan ada sebagian orang yang saling menanyakan juga siapa pemilik mobil mewah itu. Karena sedari tadi, tidak ada yang mengakuinya. Mereka saling ngerumpi lagi sembari menunggu Ama selesai mandi.Dan beberapa menit kemudian, Alma pun selesai mandi, namun karena ia masuk dengan terburu
Dengan sekuat tenaga gadis itu memberontak. Namun usahanya sia-sia karena ciuman Daffa begitu kuat. Daffa tidak peduli kalau gadis itu sulit untuk bernapas, yang ada dalam benaknya hanyalah ingin memberi pelajaran kepada gadis itu, agar tidak mengundang hasrat yang menggairahkan. Akan tetapi, Daffa pun sadar atas apa yang dilakukannya itu. Dan tidak lama kemudian, akhirnya Daffa melepaskan ciumannya, sehingga Alma tidak lagi memberontaknya."Kalau sampai terjadi lagi seperti ini, aku tidak segan-segan untuk mencicipi daging mulusmu itu!" ancam Daffa menyeringai.Daffa langsung keluar dari kamar mandi, sementara Alma hanya bisa terdiam membisu akibat syok karena ulahnya Daffa. Ada sedikit rasa takut bercampur kesal terhadap laki-laki itu, namun hatinya lega karena Daffa tidak melakukan hal yang macam-macam kepada dirinya."Ya ampun! Ciuman ini!" kata Alma sembari meraba bibirnya yang sudah disentuh oleh Daffa. "Mimpi apa
"Kenapa gak dari tadi nutup matanya? Udah mau selesai dibaju, malah nutup mata! Gak kuat ya lihat body orang cantik macam aku? Cih, laki-laki ganjen seperti dirimu, mana mungkin bisa menahan hawa nafsu!" ledek Alma sembari memakai kaos oblongnya."Hey aku pria normal! Tentu saja tidak bisa nahan godaan! Memangnya kamu mau aku sentuh bolak-balik macam dadar gulung? Hah!" kata Daffa kesal setelah mendengar ledekan dari Alma."Ya-ya gak mau! Gak enak kalau disentuh sama pria ganjen seperti kamu! Wekk!" Alma langsung memalingkan wajahnya. Ia cepat-cepat menjauh dari sorotan Daffa.Daffa yang mendengar ocehan Alma, langsung mencoba mendekati Alma, "Kata siapa gak enak? Sini aku sentuh! Biar kamu merasakan sentuhanku yang begitu dahsyat!"Alma langsung menghindar ketika Daffa mendekatinya. Mereka seolah-olah seperti main kucing-kucingan. Dan seketika mereka lupa kalau diluar sana ada yang sedang menunggu untuk menjual dagangannya kepada Alma."Wekk! Gak kena!
Waktu sudah menunjukan pukul sembilan pagi, saat itu pula ponsel Daffa berdering terus tanpa henti. Meskipun suaranya tidak begitu kencang, tapi Daffa merasa enggan untuk meliriknya. Dan benar saja, ternyata yang menelepon Daffa adalah Karin, istrinya sendiri. Daffa benar-benar malas untuk mengangkatnya, dan pada akhirnya, ia langsung mematikan ponsel miliknya agar Karin tidak dapat menghubunginya lagi."Kenapa dimatikan?" tanya Alma sembari membereskan mangkuk yang sudah kotor dan hendak mencucinya."Gak penting!" jawab Daffa singkat."Kalau kamu mau pulang, ya pulang saja! Barangkali pihak keluarga mencarimu, kan semalaman kamu tidak pulang," tutur Alma."Tidak kok, santai saja. Lagian aku
Pagi itu, Tuan Dimas dan Nyonya Cristin sudah bersiap-siap untuk menuju ke ruang makan. Mereka hendak sarapan pagi, setelah selesai olahraga di taman belakang. Mereka berdua adalah orang tuanya Daffa. Seperti biasa, di atas meja makan sudah tersedia begitu banyak makanan yang telah dihidangkan oleh para asisten rumah tangga. Ada sekitar empat orang asisten yang tugasnya menyiapkan segala makanan untuk majikannya. Sementara, Karin sang menantu masih terlelap dalam tidurnya. Meskipun ia serumah dengan mertuanya, Karin tidak pernah merasa malu akan sikapnya kepada sang mertua. Ia bersikap tidak pernah ada santunnya. Karena yang ada dibenaknya, Nyonya yang ada di rumah itu hanyalah dirinya sendiri. "Jadi kita makan berdua lagi nih?" kata Tuan Dimas sembari menatap hidangan yang sudah diambilkan oleh istrinya.