Waktu semakin bergulir dan mereka berdua masih terlelap dalam tidurnya. Apalagi dibarengi dengan pelukan yang hangat, membuat keduanya enggan untuk terbangun dari mimpi indahnya. Mereka berdua terlihat begitu dekat dan belum ada tanda-tanda untuk sadarkan diri.
Tidak lama kemudian, sinar mentari mulai menyambut indahnya pagi hari. Suara burung pun berkicau kian terdengar syahdu mengiringi kabut setelah hujan semalaman. Serta jam beker juga telah berbunyi sangat nyaring sehingga membangunkan Daffa dari mimpi indahnya.
Pria itu mulai membuka matanya pelan-pelan. Namun ada sesuatu yang membuat dirinya merasakan sesak dan terasa berat di dadanya. Seperti tertimpa sebuah benda berat yang menutupi semua badannya. Setelah matanya terbuka lebar, akhirnya ia pun tau apa yang telah menimpa pada dirinya. Ya, sebuah tangan dengan jari yang lentik mendarat di dadanya. Begitu juga dengan kaki yang kecil nan panjang menghimpit kaki Daffa hingga ia tak bisa
Sementara, Daffa yang sedang memainkan ponselnya ikut panik karena ia tidak tau harus bagaimana mengatasinya."Duh! Gimana ini! Bukain pintu apa enggak ya?" gumam Daffa yang begitu bimbang. Ia pun segera mengumpat dibalik pintu meski tidak akan ada yang bisa melihatnya karena masih dalam keadaan tertutup gorden."Pasti kamu sedang mandi ya, Al? Bibi tungguin aja deh disini," kata tukang bubur itu sembari duduk-duduk di depan kos-annya.Dan tidak lama kemudian, para pembeli yang sudah menjadi langganannya, saling menghampiri untuk membeli bubur buatannya. Mereka saling menanyakan Alma karena pintunya masih dalam keadaan tertutup. Bahkan ada sebagian orang yang saling menanyakan juga siapa pemilik mobil mewah itu. Karena sedari tadi, tidak ada yang mengakuinya. Mereka saling ngerumpi lagi sembari menunggu Ama selesai mandi.Dan beberapa menit kemudian, Alma pun selesai mandi, namun karena ia masuk dengan terburu
Dengan sekuat tenaga gadis itu memberontak. Namun usahanya sia-sia karena ciuman Daffa begitu kuat. Daffa tidak peduli kalau gadis itu sulit untuk bernapas, yang ada dalam benaknya hanyalah ingin memberi pelajaran kepada gadis itu, agar tidak mengundang hasrat yang menggairahkan. Akan tetapi, Daffa pun sadar atas apa yang dilakukannya itu. Dan tidak lama kemudian, akhirnya Daffa melepaskan ciumannya, sehingga Alma tidak lagi memberontaknya."Kalau sampai terjadi lagi seperti ini, aku tidak segan-segan untuk mencicipi daging mulusmu itu!" ancam Daffa menyeringai.Daffa langsung keluar dari kamar mandi, sementara Alma hanya bisa terdiam membisu akibat syok karena ulahnya Daffa. Ada sedikit rasa takut bercampur kesal terhadap laki-laki itu, namun hatinya lega karena Daffa tidak melakukan hal yang macam-macam kepada dirinya."Ya ampun! Ciuman ini!" kata Alma sembari meraba bibirnya yang sudah disentuh oleh Daffa. "Mimpi apa
"Kenapa gak dari tadi nutup matanya? Udah mau selesai dibaju, malah nutup mata! Gak kuat ya lihat body orang cantik macam aku? Cih, laki-laki ganjen seperti dirimu, mana mungkin bisa menahan hawa nafsu!" ledek Alma sembari memakai kaos oblongnya."Hey aku pria normal! Tentu saja tidak bisa nahan godaan! Memangnya kamu mau aku sentuh bolak-balik macam dadar gulung? Hah!" kata Daffa kesal setelah mendengar ledekan dari Alma."Ya-ya gak mau! Gak enak kalau disentuh sama pria ganjen seperti kamu! Wekk!" Alma langsung memalingkan wajahnya. Ia cepat-cepat menjauh dari sorotan Daffa.Daffa yang mendengar ocehan Alma, langsung mencoba mendekati Alma, "Kata siapa gak enak? Sini aku sentuh! Biar kamu merasakan sentuhanku yang begitu dahsyat!"Alma langsung menghindar ketika Daffa mendekatinya. Mereka seolah-olah seperti main kucing-kucingan. Dan seketika mereka lupa kalau diluar sana ada yang sedang menunggu untuk menjual dagangannya kepada Alma."Wekk! Gak kena!
Waktu sudah menunjukan pukul sembilan pagi, saat itu pula ponsel Daffa berdering terus tanpa henti. Meskipun suaranya tidak begitu kencang, tapi Daffa merasa enggan untuk meliriknya. Dan benar saja, ternyata yang menelepon Daffa adalah Karin, istrinya sendiri. Daffa benar-benar malas untuk mengangkatnya, dan pada akhirnya, ia langsung mematikan ponsel miliknya agar Karin tidak dapat menghubunginya lagi."Kenapa dimatikan?" tanya Alma sembari membereskan mangkuk yang sudah kotor dan hendak mencucinya."Gak penting!" jawab Daffa singkat."Kalau kamu mau pulang, ya pulang saja! Barangkali pihak keluarga mencarimu, kan semalaman kamu tidak pulang," tutur Alma."Tidak kok, santai saja. Lagian aku
Pagi itu, Tuan Dimas dan Nyonya Cristin sudah bersiap-siap untuk menuju ke ruang makan. Mereka hendak sarapan pagi, setelah selesai olahraga di taman belakang. Mereka berdua adalah orang tuanya Daffa. Seperti biasa, di atas meja makan sudah tersedia begitu banyak makanan yang telah dihidangkan oleh para asisten rumah tangga. Ada sekitar empat orang asisten yang tugasnya menyiapkan segala makanan untuk majikannya. Sementara, Karin sang menantu masih terlelap dalam tidurnya. Meskipun ia serumah dengan mertuanya, Karin tidak pernah merasa malu akan sikapnya kepada sang mertua. Ia bersikap tidak pernah ada santunnya. Karena yang ada dibenaknya, Nyonya yang ada di rumah itu hanyalah dirinya sendiri. "Jadi kita makan berdua lagi nih?" kata Tuan Dimas sembari menatap hidangan yang sudah diambilkan oleh istrinya.
Mendengar ucapan dari Daffa membuat Alma merinding. Akan tetapi, ia tidak peduli karena ia yakin Daffa bukan orang yang seperti itu."Memangnya kamu berani melakukan hal itu? Pria ganjen seperti kamu, mana mungkin berbuat seperti itu pada wanita, betul kan?" kata Alma menyeringai."Ya tapi—"Belum juga Daffa selesai bicara, Alma langsung menyelangnya, "Sudah lah tidak perlu dibahas! Nanti setanmu benar-benar mendengarkannya! Dan itu sangat berbahaya bagi pria ganjen sepertimu!"Daffa pun terkekeh-kekeh mendengar ucapan dari gadis itu. Mereka berdua segera mencari kamar yang sudah diberitahu oleh pihak staff hotel. Dan akhirnya, tanpa menunggu waktu yang lama, mereka m
Alma merutuki kekesalannya pada pria yang baru saja dikenalinya. Sampai-sampai gadis itumendadak diam membisu dengan apa yang telah terjadi. Ia benar-benar tidak tahu apa yang seharusnya ia lakukan, sebab rasanya begitu beda dan terasa mengganjal dalam hati.Alma duduk di tepi ranjang sembari menatap telapak tanganya yang sudah berani memegang adik kecilnya Daffa. Ia tidak habis pikir, bisa-bisanya berani memegang area terlarang itu, tanpa ada rasa malu sedikitpun. Sementara, Daffa masih sibuk berbicara dengan staff hotel yang teleponnya sudah terhubung dengan pihak tersebut."Apa yang sudah terjadi? Ya ampun, ini sulit dipercaya!" kata Alma dalam hatinya.Alma mengingat kejadian-kejadian bersama Daffa mulai dari telanjang di depan Daffa, dan disentuh area sensitifnya oleh Daffa hingga membuat dirinya terbuai oleh hasratnya yang sudah membara. Dan kini dirinya malah berani membangunkan adik kecilnya Daffa yang
Daffa terus saja ngomel-ngomel karena Alma tak kunjung mau bertanggung jawab. Padahal, Daffa sadar kalau semua itu adalah salahnya sendiri."Ya terserah lah, itu kan bukan urusannya aku!" kata Alma menyunggingkan bibirnya."Bagaimana bisa kamu bilang seperti itu, sementara ini semua ulahnya kamu! Coba kalau kamu tidak menyentuhnya, pasti urusannya gak bakalan seperti ini!" kata Daffa geram."Ya terus aku harus bagaimana?" tanya Alma yang semakin jengkel."Apa aku harus mengajarimu, bagaimana cara menidurkan adik kecilku secara detail? Atau aku harus memesankan video tutorial, cara menidurkan barang berhargaku ini, biar kamu nonton sepuasnya?" kata Daffa menyengir licik."Tinggal pejamkan mata kamu, lalu tidur apa susahnya? Masa iya aku harus ngelonin barang milik kamu yang bentuknya seperti itu!" kata Alma sembari memicingkan matanya."Hey, memangnya kamu sudah melihat bentuk ya