Di lorong rumah sakit, Reyhan berupaya belajar jalan dan melawan pusing di kepalanya. Ia ingin segera sembuh dan pulang ke rumah, sebab khawatir akan keadaan Akira yang sendirian.
Saat tengah susah payah mengatur langkah kakinya, Reyhan melihat kursi roda berjalan sendiri ke arahnya, ia berusaha cuek. Mungkin, perawat lupa mengunci kursi roda, pikirnya.
Semakin dekat dengannya makin nampak wujud kakek-kakek duduk di kursi roda tersebut. Reyhan merasa heran, padahal tadi ia melihat kursi itu kosong, tidak ada siapapun. Ia berbalik melangkahkan kaki menuju kamarnya kembali, tapi kursi roda tersebut seperti mengikutinya.
"Selamatkan istrimu, dia dalam bahaya!" Suara parau kakek di kursi roda membuat Rey terkejut, pelan tapi terasa menakutkan.
"Si-- siapa-- kakek ini?" Reyhan balik bertanya.
"Selamatkan istrimu!" seru si kakek.
"Ke-- kenapa-- dia?" Reyhan masih berani bertanya.
Kakek itu menoleh ke arahnya, matanya melotot tajam, beserta wajahnya yang pucat. Bulu kuduk Reyhan meremang, sekilas mata mereka saling bertemu. Reyhan gemetar ketakutan, melihat sorot tajam si kakek padanya.
"Bakar buku itu, jauhkan istrimu darinya," pesan si kakek.
Reyhan lemas terduduk di lantai, dia semakin gemetar ketakutan. Kursi roda kembali berjalan pelan meninggalkannya. Mata Reyhan masih belum lepas dari melihat si kakek yang berbelok ke arah lain.
"Maksudnya-- apa sih? Buku apa? Jauhkan Akira dari mana?" Batin Reyhan bertanya-tanya.
Karena merasa penasaran, ia pun menyusul si kakek, meski harus susah payah berjalan. Reyhan baru tersadar, di lorong itu sangat sunyi sepi. Tidak ada siapapun, bahkan suara hewan juga tak terdengar.
Saat kepalanya mendongak ke atas, ia melihat petunjuk arah. Ia ingat kursi roda dan si kakek berbelok ke sebelah kiri, yang mana di petunjuk disebutkan arah itu adalah kamar mayat. Bulu kudu Reyhan kembali meremang, ia mengusap tengkuknya.
"Kenapa si kakek tadi ke arah kamar mayat ya," gumam Reyhan.
Dari kejauhan matanya melihat kursi roda yang dipakai di kakek. Ia menajamkan matanya dan melihat kursi itu terparkir di depan kamar mayat. Kaki Reyhan gemetar, ia baru sadar telah bicara dengan makhluk halus.
"Apa-- apa-- tadi-- makhluk halus," ucapnya pelan.
"Pak, ngapain di sini?" Seorang perawat datang menyapanya. Karena terkejut, Reyhan pun pingsan.
Keesokan harinya Om Hars bergegas ke rumah Akira, hendak memberitahu keponakannya itu sesuatu tentang Andara dan juga kondisi Reyhan. Setelah semalam ia mendapat kabar dari Ningsih, hatinya was-was sepanjang malam. Ningsih berpesan pada Om Hars, untuk menjauhkan Akira dari rumah itu.
Om Hars yang sudah lama menutup mata batinnya. Mendadak ingin membuka lagi, karena ia penasaran ada makna apa dibalik pesan yang Ningsih katakan padanya. Di perjalanan, Om Hars memfokuskan diri, mencoba membuka mata batinnya.
Ia membaca beberapa ayat, tak lama kemudian kepalanya diserang rasa sakit. Saat akan sampai di rumah tusuk sate, Om Hars meminta supir untuk tidak langsung masuk ke sana. Ia ingin menguji kemampuan mata batinnya sendiri. Mereka pun mengintip dari tempat yang tidak jauh dari rumah.
"Pak Mul, kamu lihat sesuatu tidak di rumah itu?" tanya Om Hars pada sopirnya.
"Rumah itu? Nggak ada apa-apa, cuma warung tutup," jawab Pak Mul.
"Oh, oke." Om Hars tersenyum tipis, wajar saja Pak Mul bilang begitu, dia orang awam, batinnya.
Perlahan, mata batin Om Hars mulai terbuka. Ia melihat aura di sekitar rumah tusuk sate gelap. Kabut hitam menutup di mana-mana, tapi yang membuatnya semakin kaget adalah saat matanya menangkap sosok Reksojiwo.
Makhluk yang sudah ia kurung, kini bertengger di atap rumah. Lalu terbang saat menoleh ke arahnya. Napas Om Hars tercekat, ia ingat betul sudah mengurung Reksojiwo.
"Ti-- tidak-- mungkin!" pekiknya. Keringat dingin mengucur deras, Om Hars segera menutup kembali mata batinnya.
"Kenapa Pak Hars?" tanya Pak Mul.
"Pak Mul, antar saya ke masjid," pinta Om Hars.
"Oh, baiklah." Pak Mul menyalakan mobil, lalu mengantarkan Om Hars ke masjid.
Untuk menenangkan batinnya, Om Hars melakukan salat sunah. Ia memohon perlindungan pada Allah, supaya keluarganya dijauhkan dari marabahaya. Usai salat, Om Hars berniat langsung menemui Akira.
Namun, dua orang ibu-ibu didekatnya yang sedang membersihkan masjid. Terdengar sedang membicarakan Akira, Om Hars jadi penasaran. Ada apa dengan keponakannya, Om Hars berpura-pura membersihkan sepatunya.
"Ning, si Akira udah setress parah yah," kata seorang ibu yang memakai hijab kuning pada temannya, Ning.
"Iya, De, dia sering ketawa sendiri gitu. Kadang, kelihatan ngobrol juga," sahut Ning.
"Ngobrol gimana?"
"Pokoknya kaya orang setress deh, padahal di situ nggak ada siapa-siapa loh," jelas Ning, bahunya bergidik.
"Iya sih, pernah dengar juga. Tapi, aku belum lihat langsung."
"Si Mas Reyhan ke mana yah, tiga hari nggak kelihatan. Susah nih dia nggak buka warung mah, beli sayur ke mana coba."
"Kasihan juga si Akira sendirian. Setress dia."
"Udah ah, ayo bersihin masjid lagi. Nggak baik gosip di masjid, lanjut nanti aja di rumahku," kata Ning, sambil menepuk bahu temannya.
Om Hars tak ingin percaya begitu saja, ia meminta Pak Mul diam di masjid. Sedangkan dirinya ingin mengawasi aktivitas Akira. Untuk membuktikan ucapan kedua wanita tadi.
Beruntung, di sekitar rumah ada kedai kopi. Om Hars masuk ke kedai, lalu menunggu Akira keluar dari rumahnya. Beberapa saat kemudian, keponakannya itu terlihat keluar dengan gelas di tangannya.
Akira terlihat bicara dengan seseorang, Om Hars tidak melihat siapapun. Karena mata batinnya sudah kembali ditutup. Tapi, ia yakin keponakannya sedang berbicara dengan sosok ghaib.
Om Hars keluar dari kedai kopi, lalu kemudian berjalan ke arah rumah. Akira melihat sosok Om Hars dari lantai atas dan melambaikan tangannya. Tak sengaja mata batin Om Hars kembali terbuka, ia terkejut melihat sosok Reksojiwo menempel di punggung Akira.
Saat akan menyebrang jalan, Om Hars terkesiap. Karena ada truk yang melaju kencang, Akira yang melihatnya langsung berteriak.
"Om Hars! Awaaassss!" teriak Akira, ia gemetar ketakutan.
"Astaghfirullahal'adzhim," ucap Om Hars, sambil bergerak mundur.
Saat matanya menoleh ke arah balkon, sosok Reksojiwo telah hilang dari sana."Kurang ajar, dia ternyata masih sama," gerutu Om Hars, mencoba meredakan keterkejutannya.
"Om Hars." Akira berteriak dari sebrang jalan, saat sepi Akira langsung melintas.
"Om Hars, ngapain sih di sini? Kenapa nggak langsung ke rumah? Di mana Pak Mul? Om, nggak apa-apa?" cecarnya pada Om Hars.
"Om, emh, nggak apa-apa Ra. Maaf, tadi Om melamun," sahut Om Hars gelagapan.
"Iya udah ayo ke rumah dulu." Akira menggandeng tangan Om nya.
Segelas teh hangat Akira sajikan pada Om Hars, hatinya sendiri masih gemetar mengingat kejadian tadi. Om Hars masih berusaha menetralkan dirinya, pria itu kebingungan kenapa mata batinnya mendadak terbuka.
Akira menatap Om nya khawatir, ia ingin segera bertanya. Tapi, melihat wajah tegang Om Hars, ia pun memilih diam. Om Hars masih menetralkan diri, ia melihat banyak makhluk lebih ganas dari yang sebelumnya.
Kini, ia memahami kenapa rumah tusuk sate. Sangat pantang bagi keluarganya, tak ingin memancing interaksi. Om Hars berpura-pura tidak melihat keberadaan mereka.
"Ra, Reyhan ada di rumah?" Om Hars bertanya, ia penasaran apa yang dikatakan dua wanita itu benar atau tidak.
"Ada, Om, tapi barusan keluar dulu," jawab Akira, seraya tersenyum.
"Barusan?"
"Iya, barusan banget sebelum Om datang."
Napas Om Hars semakin sesak mendengar jawaban Akira.
Om Hars tidak kehabisan akal, meski Akira menolak. Ia tetap mengirimkan abdi setianya yaitu Bik Nah, untuk menemani Akira. Meski Akira terus protes lewat SMS, Om Hars mengabaikannya, alhasil Akira jadi emosian pada bik Nah.Sudah dua hari Bik Nah menemani Akira di rumahnya, malam itu ia sedang membersihkan dapur. Selama di sana keponakan majikannya itu tidak pernah keluar dari kamar. Selalu terdengar tertawa dan berbicara sendiri, ia selalu diminta menyiapkan makanan untuk porsi dua orang.Kalau tidak menurut, Akira akan marah, sebetulnya Bik Nah takut bersama Akira. Tapi mengingat kebaikan Om Hars, ia tidak berani meminta pulang. Setiap tengah malam, selalu terdengar suara langkah kaki di tangga, tawa anak kecil, suara perempuan menangis.Mau tidak mau, sebelum majikannya meminta kembali, Bik Nah harus kuat menghadapi teror yang terjadi. Anehnya Akira tidak pernah mendengar apa yang dialami oleh Bik Nah.Waktu menunjukkan pukul 22.00, secepatnya Bik Nah meny
"Kurang ajar!" Reyhan menonjok tembok rumah sakit.Hatinya hancur saat Om Hars, memberitahukan bahwa selama ini Akira hidup dengan makhluk halus dan menduga bahwa istri Reyhan itu telah di jamah Genderuwo. Sesak dada Reyhan harus menerima kenyataan yang sangat pahit."Sabar Reyhan, Om memahami apa yang kamu rasakan. Tapi, kamu harus membantu dia untuk kembali sadar," ujar Om Hars, menghibur Reyhan."Lelaki mana yang tahan, membayangkan istrinya sudah di jamah orang lain Om!" seru Reyhan, bersungut-sungut."Iya, Om paham Rey, tenangkan dirimu dulu. Itu sebabnya Om bungkam sejak kemarin, karena tahu reaksi kamu akan seperti ini." Om Hars memijat tengkuk Reyhan, ia sedikit memijatnya supaya otak Reyhan rileks."Jika bukan kamu, siapa lagi yang mau menerima Akira? Jika tidak bukan untuk Akira, lakukanlah untuk Andara," jelas Om Hars.Reyhan terdiam tak berani membantah, apalagi sudah menyangkut anaknya. Om Hars tidak tahu, bahwa selama ini ia te
Hujan mengguyur Kota Galuh sejak beberapa hari, hampir tidak pernah berhenti dari siang sampai sore. Derasnya air yang mengguyur tidak menyurutkan niat kedua orang yang ingin bertemu.Adibah tengah menunggu Reyhan di sebuah cafe, di kawasan wisata Karang Resik. Setelah bertahun-tahun lamanya, ia baru berani menghubungi pria yang pernah hadir dalam hidupnya. Hati Adibah sangat gelisah mengingat pertemuannya dengan Saga.Wanita cantik itu tidak pernah menyangka, bahwa Saga yang ia anggap sebagai pahlawan sekaligus sahabat dalam hidupnya. Ternyata hanya memanfaatkan persahabatan mereka. Keinginan Saga yang terdengar gila, belum mampu ia penuhi. Di sisi lain ancaman Saga juga tidak main-main tentang anaknya.Reyhan datang dengan keadaan basah kuyup, tanpa basa basi ia langsung duduk dihadapan Adibah."Ada apa? Setelah sekian tahun kamu baru menghubungiku lagi?" tanya Reyhan dengan nada kesal."Rey, kamu basah kuyup. Aku pesankan kopi ya?" ta
Jantung Om Hars berpacu lebih cepat, badannya gemetar hebat. Ia tidak asing dengan sosok yang memberinya peringatan, sosok itu adalah bengis. Hantu wanita yang sangat ditakutinya, sejak ia meninggalkan rumah tusuk sate tersebut.Supir yang melihat keadaan Om Hars memutuskan untuk berhenti di sebuah warung kecil, sampai keadaan majikannya membaik. Pikiran Om Hars melayang kembali pada puluhan tahun silam, ketika pertama kali ia membangun rumah itu.Dulu rumah itu hanya sebuah gubuk terbuat dari bambu, karena kasihan pada Ceu Lastri pembantunya yang sudah bekerja puluhan bersama keluarganya. Om Hars membeli tempat tersebut dengan harga yang pantas, harapannya suatu saat nanti ia bisa menjadikan tempat itu untuk dijadikan rumah kost-an.Ketika pembangunan di mulai, hal-hal aneh mulai terjadi. Dari mulai listrik yang terus mati, genset mogok dan barang-barang milik tukang yang hilang tanpa sebab. Tapi saat itu Om Hars belum mempercayai mitos tentang rumah tusuk sat
"Saga! Lihat tuh ulah kamu, Akira sama Rey berantem!" gerutu Adibah, kesal."Itu yang aku mau," sahut Saga tersenyum licik."Ih bener-bener ya kamu itu!" Adibah mendelik sebal."Iya, aku ngegemesin kan?" Saga mengangkat alisnya naik turun."Kita udah sepakat mau lurusin semuanya.""Tapi kamu lihat keadaannya, Dibah," bantah Saga, tak mau salah.Adibah hanya mampu diam, hatinya merasa bersalah atas apa yang terjadi pada keluarga Rey. Sepanjang perjalanan pikiran Adibah tak hentinya memikirkan Rey juga masa lalunya.***Seminggu berlalu dalam keadaan sendiri Rey termenung di ruang tamu, kegundahan hatinya membuat ia tidak habis pikir. Keyakinannya bahwa rumah ini membawa pengaruh buruk pada kehidupannya semakin menguat. Segera ia membuka ponsel dan memasang iklan penjualan rumah.Mencoba mengaitkan semua peristiwa untuk menarik benang merah dalam permasalahan hidupnya. Rasa lelah menghadapi Akira mulai merasuki hatinya, tapi mengingat
"Selamat pagi, sayang," ucap Saga, berdiri tegap di depan Akira. Di tangannya ia membawa bucket bunga mawar."Saga, ngapain kamu di sini," sahut Akira, ia terkejut dengan kedatangan Saga."Aku di sini, mau lihat bidadari surga," seloroh Saga.Akira memutar bola matanya, lalu melipat tangan ke depan, menatap Saga dengan tajam. "Tapi, sayangnya ini istri orang.""Ya kenapa, kamu kan mau cerai.""Dari mana kamu tahu?" Akira mengangkat sebelah alisnya."Apa sih yang Saga nggak tahu tentang kamu, baby." Saga membetulkan kacamatanya."Hmmmm.""Ini, buat kamu." Saga memberikan bucket bunga."Terima kasih," ucap Akira, menerimanya dengan senang hati, lalu mencium aroma mawar.Mereka berdua duduk di teras depan, membicarakan masa depan masing-masing. Akira masih tak percaya, Saga
Ketika rasa cinta telah sirna yang hadir hanyalah sebuah keegoisan. Kenangan indah yang dilalui selama pernikahan menjadi tiada arti. Terkadang orang bertindak tanpa berpikir, efek apa yang akan mereka dan orang sekitarnya hadapi.Begitupun dengan Akira yang memutuskan bercerai dari suaminya tanpa melihat perasaan anaknya. Ia tidak menyadari bahwa Andara sangat terluka atas keputusannya, anak yang sedang tumbuh di masa remaja dan sangat membutuhkan kasih sayang ayah juga bundanya. Kini harus kehilangan salah satu dari mereka.Rey dan Akira sudah sepakat untuk tidak mempermasalahkan hak asuh demi ketenangan Anaknya. Sidang perceraian mereka sudah berjalan yang kedua, hakim masih memberikan masa mediasi. Akan tetapi, Akira sudah bulat dengan keputusannya.Keluar dari ruang sidang, Rey mengejar Akira untuk membujuknya lagi. Karena masih besar harapan untuk mereka bisa bersatu kembali menjadi keluarga yang utuh
Adibah mondar mandir di lorong rumah sakit, pikirannya tidak karuan memikirkan Rey yang sedang kritis di ruang ICU. Tangannya hendak memencet nomor handphone Akira, tapi hatinya kembali urung mengingat wanita itu bersikeras ingin berpisah dengan Rey.'Apakah wanita itu masih peduli dengan keadaan Rey sekarang?' tanya batin Adibah.Setelah berpikir panjang ia pun menghubungi Saga, karena menurutnya saat ini Akira hanya akan mendengarkan perkataan Saga saja. Lagipula ia juga butuh teman untuk menjaga Rey di rumah sakit.Orang tua Rey panik mendengar kabar yang mengejutkan, secepatnya mereka bergegas menuju rumah sakit tempat Rey dirawat.Dari kejauhan terlihat dua orang tengah terburu-buru berjalan, seorang wanita yang tak lain adalah Akira menampakkan wajahnya yang sangat panik. Sedangkan Saga yang berada dibelakangnya dengan santai mengikuti langkah Akira, tanpa henti lelaki itu terus m