Share

Tolong Dia!

Di lorong rumah sakit, Reyhan berupaya belajar jalan dan melawan pusing di kepalanya. Ia ingin segera sembuh dan pulang ke rumah, sebab khawatir akan keadaan Akira yang sendirian. 

Saat tengah susah payah mengatur langkah kakinya, Reyhan melihat kursi roda berjalan sendiri ke arahnya, ia berusaha cuek. Mungkin, perawat lupa mengunci kursi roda, pikirnya.

Semakin dekat dengannya makin nampak wujud kakek-kakek duduk di kursi roda tersebut. Reyhan merasa heran, padahal tadi ia melihat kursi itu kosong, tidak ada siapapun. Ia berbalik melangkahkan kaki menuju kamarnya kembali, tapi kursi roda tersebut seperti mengikutinya.

"Selamatkan istrimu, dia dalam bahaya!" Suara parau kakek di kursi roda membuat Rey terkejut, pelan tapi terasa menakutkan.

"Si-- siapa-- kakek ini?" Reyhan balik bertanya.

"Selamatkan istrimu!" seru si kakek.

"Ke-- kenapa-- dia?" Reyhan masih berani bertanya.

Kakek itu menoleh ke arahnya, matanya melotot tajam, beserta wajahnya yang pucat. Bulu kuduk Reyhan meremang, sekilas mata mereka saling bertemu. Reyhan gemetar ketakutan, melihat sorot tajam si kakek padanya.

"Bakar buku itu, jauhkan istrimu darinya," pesan si kakek.

Reyhan lemas terduduk di lantai, dia semakin gemetar ketakutan. Kursi roda kembali berjalan pelan meninggalkannya. Mata Reyhan masih belum lepas dari melihat si kakek yang berbelok ke arah lain.

"Maksudnya-- apa sih? Buku apa? Jauhkan Akira dari mana?" Batin Reyhan bertanya-tanya.

Karena merasa penasaran, ia pun menyusul si kakek, meski harus susah payah berjalan. Reyhan baru tersadar, di lorong itu sangat sunyi sepi. Tidak ada siapapun, bahkan suara hewan juga tak terdengar.

Saat kepalanya mendongak ke atas, ia melihat petunjuk arah. Ia ingat kursi roda dan si kakek berbelok ke sebelah kiri, yang mana di petunjuk disebutkan arah itu adalah kamar mayat. Bulu kudu Reyhan kembali meremang, ia mengusap tengkuknya.

 "Kenapa si kakek tadi ke arah kamar mayat ya," gumam Reyhan.

Dari kejauhan matanya melihat kursi roda yang dipakai di kakek. Ia menajamkan matanya dan melihat kursi itu terparkir di depan kamar mayat. Kaki Reyhan gemetar, ia baru sadar telah bicara dengan makhluk halus.

"Apa-- apa-- tadi-- makhluk halus," ucapnya pelan.

"Pak, ngapain di sini?" Seorang perawat datang menyapanya. Karena terkejut, Reyhan pun pingsan.

Keesokan harinya Om Hars bergegas ke rumah Akira, hendak memberitahu keponakannya itu sesuatu tentang Andara dan juga kondisi Reyhan. Setelah semalam ia mendapat kabar dari Ningsih, hatinya was-was sepanjang malam. Ningsih berpesan pada Om Hars, untuk menjauhkan Akira dari rumah itu.

Om Hars yang sudah lama menutup mata batinnya. Mendadak ingin membuka lagi, karena ia penasaran ada makna apa dibalik pesan yang Ningsih katakan padanya. Di perjalanan, Om Hars memfokuskan diri, mencoba membuka mata batinnya.

Ia membaca beberapa ayat, tak lama kemudian kepalanya diserang rasa sakit. Saat akan sampai di rumah tusuk sate, Om Hars meminta supir untuk tidak langsung masuk ke sana. Ia ingin menguji kemampuan mata batinnya sendiri. Mereka pun mengintip dari tempat yang tidak jauh dari rumah.

"Pak Mul, kamu lihat sesuatu tidak di rumah itu?" tanya Om Hars pada sopirnya.

"Rumah itu? Nggak ada apa-apa, cuma warung tutup," jawab Pak Mul.

"Oh, oke." Om Hars tersenyum tipis, wajar saja Pak Mul bilang begitu, dia orang awam, batinnya.

Perlahan, mata batin Om Hars mulai terbuka. Ia melihat aura di sekitar rumah tusuk sate gelap. Kabut hitam menutup di mana-mana, tapi yang membuatnya semakin kaget adalah saat matanya menangkap sosok Reksojiwo.

Makhluk yang sudah ia kurung, kini bertengger di atap rumah. Lalu terbang saat menoleh ke arahnya. Napas Om Hars tercekat, ia ingat betul sudah mengurung Reksojiwo.

"Ti-- tidak-- mungkin!" pekiknya. Keringat dingin mengucur deras, Om Hars segera menutup kembali mata batinnya.

"Kenapa Pak Hars?" tanya Pak Mul.

"Pak Mul, antar saya ke masjid," pinta Om Hars.

"Oh, baiklah." Pak Mul menyalakan mobil, lalu mengantarkan Om Hars ke masjid.

Untuk menenangkan batinnya, Om Hars melakukan salat sunah. Ia memohon perlindungan pada Allah, supaya keluarganya dijauhkan dari marabahaya. Usai salat, Om Hars berniat langsung menemui Akira.

Namun, dua orang ibu-ibu didekatnya yang sedang membersihkan masjid. Terdengar sedang membicarakan Akira, Om Hars jadi penasaran. Ada apa dengan keponakannya, Om Hars berpura-pura membersihkan sepatunya.

"Ning, si Akira udah setress parah yah," kata seorang ibu yang memakai hijab kuning pada temannya, Ning.

"Iya, De, dia sering ketawa sendiri gitu. Kadang, kelihatan ngobrol juga," sahut Ning.

"Ngobrol gimana?"

"Pokoknya kaya orang setress deh, padahal di situ nggak ada siapa-siapa loh," jelas Ning, bahunya bergidik.

"Iya sih, pernah dengar juga. Tapi, aku belum lihat langsung."

"Si Mas Reyhan ke mana yah, tiga hari nggak kelihatan. Susah nih dia nggak buka warung mah, beli sayur ke mana coba."

"Kasihan juga si Akira sendirian. Setress dia."

"Udah ah, ayo bersihin masjid lagi. Nggak baik gosip di masjid, lanjut nanti aja di rumahku," kata Ning, sambil menepuk bahu temannya.

Om Hars tak ingin percaya begitu saja, ia meminta Pak Mul diam di masjid. Sedangkan dirinya ingin mengawasi aktivitas Akira. Untuk membuktikan ucapan kedua wanita tadi.

Beruntung, di sekitar rumah ada kedai kopi. Om Hars masuk ke kedai, lalu menunggu Akira keluar dari rumahnya. Beberapa saat kemudian, keponakannya itu terlihat keluar dengan gelas di tangannya.

Akira terlihat bicara dengan seseorang, Om Hars tidak melihat siapapun. Karena mata batinnya sudah kembali ditutup. Tapi, ia yakin keponakannya sedang berbicara dengan sosok ghaib.

Om Hars keluar dari kedai kopi, lalu kemudian berjalan ke arah rumah. Akira melihat sosok Om Hars dari lantai atas dan melambaikan tangannya. Tak sengaja mata batin Om Hars kembali terbuka, ia terkejut melihat sosok Reksojiwo menempel di punggung Akira.

Saat akan menyebrang jalan, Om Hars terkesiap. Karena ada truk yang melaju kencang, Akira yang melihatnya langsung berteriak.

"Om Hars! Awaaassss!" teriak Akira, ia gemetar ketakutan.

"Astaghfirullahal'adzhim," ucap Om Hars, sambil bergerak mundur. 

Saat matanya menoleh ke arah balkon, sosok Reksojiwo telah hilang dari sana.

"Kurang ajar, dia ternyata masih sama," gerutu Om Hars, mencoba meredakan keterkejutannya.

"Om Hars." Akira berteriak dari sebrang jalan, saat sepi Akira langsung melintas.

"Om Hars, ngapain sih di sini? Kenapa nggak langsung ke rumah? Di mana Pak Mul? Om, nggak apa-apa?" cecarnya pada Om Hars.

"Om, emh, nggak apa-apa Ra. Maaf, tadi Om melamun," sahut Om Hars gelagapan.

"Iya udah ayo ke rumah dulu." Akira menggandeng tangan Om nya.

Segelas teh hangat Akira  sajikan pada Om Hars, hatinya sendiri masih gemetar mengingat kejadian tadi. Om Hars masih berusaha menetralkan dirinya, pria itu kebingungan kenapa mata batinnya mendadak terbuka.

Akira menatap Om nya khawatir, ia ingin segera bertanya. Tapi, melihat wajah tegang Om Hars, ia pun memilih diam. Om Hars masih menetralkan diri, ia melihat banyak makhluk lebih ganas dari yang sebelumnya.

Kini, ia memahami kenapa rumah tusuk sate. Sangat pantang bagi keluarganya, tak ingin memancing interaksi. Om Hars berpura-pura tidak melihat keberadaan mereka.

"Ra, Reyhan ada di rumah?" Om Hars bertanya, ia penasaran apa yang dikatakan dua wanita itu benar atau tidak.

"Ada, Om, tapi barusan keluar dulu," jawab Akira, seraya tersenyum. 

"Barusan?"

"Iya, barusan banget sebelum Om datang."

Napas Om Hars semakin sesak mendengar jawaban Akira.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
AI KURNIAWATI
semacam genderuwo
goodnovel comment avatar
S Rohmah
Reksojiwo makhluk apa sih?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status