Rumah tusuk sate menjadi momok paling menakutkan. Bahkan, selalu dihindari oleh masyarakat. Karena dianggap posisi di tempat tersebut selalu membawa sial. Akira, seorang wanita yang sangat menyukai rumah warisan keluarganya, yang berada pada posisi tusuk sate. Arsitektur bangunan yang unik, membuatnya sangat mencintai rumah tersebut. Dia tidak pernah menduga, jika keputusannya akan membawa petaka dalam hidup dan keluarganya. Teror demi teror terus terjadi, sampai Akira menyadari apa yang dikatakan oleh Om Hars, tentang misteri rumah tersebut menjadi kenyataan. Meski sudah diperingatkan, Akira bersikeras membuktikan bahwa anggapan masyarakat tentang rumah tusuk sate hanyalah mitos belaka. Cobaan demi cobaan terus datang menerpa kehidupan rumah tangganya bersama Rey. Hingga sosok Saga sang mantan kekasih yang kembali hadir, membuat nya mulai tergoyahkan. Akankah Akira sanggup bertahan atau memilih pergi?
Lihat lebih banyakSenja kini menjadi suasana yang paling Akira benci, setiap warna langit mulai berubah menjadi kuning keemasan. Segera ia berlari menutup pintu dan jendela, secepat mungkin dirinya masuk ke kamar tanpa memperdulikan lagi apapun.
Kehilangan anak membuatnya sangat depresi. Terkadang jika lepas mengendalikan emosi, Akira tidak bisa membedakan antara kenyataan dan halusinasi. Ia sering bicara sendiri seperti mengajak Sheila bermain.
Kadang menggendong bantal dan menganggap itu anaknya. Tak jarang Andara anak sulungnya, kena bentakannya karena mengingatkan bahwa Sheila sudah tiada. Sheila, anak keduanya yang masih berusia belum genap dua tahun, tenggelam di kolam renang, yang ada di belakang rumahnya.
Sore itu seperti biasanya, ia tengah mempersiapkan makan malam, untuk menyambut kedatangan Reyhan sepulang bekerja. Sheila asik bermain di luar, Akira mengawasinya dari dalam. Karena posisi dapur ke luar, tidak jauh dan bisa terlihat lewat pintu kaca yang menjadi sekat.
"Kira-kira Reyhan suka nggak yah masakanku." Akira bergumam sendiri, sambil tersenyum menatap wajan berisi masakan.
Hari ini ia membuat sop iga bakar, tempe tepung, dan sambal goang kesukaan Rey. Saking pokus nya pada masakan yang sedang dibuat, karena tidak mau mengecewakan Reyhan. Ia lupa pada Sheilla yang tanpa ia sadari sudah mendekati kolam renang.
"Sempurna," ucap Akira, saat semua masakan selesai tertata rapih di atas meja makan.
Beberapa saat kemudian, ia terkesiap menyadari Sheila tidak bersuara sejak tadi.
"Sheila ... Sheila ...." Akira berteriak memanggil anaknya, tapi bocah itu tidak meyahuti panggilannya.
Ia pun bergegas ke area belakang, di sana hanya ada mainan yang tergeletak. Saat menoleh ke arah kolam renang, ia terkejut melihat Sheila sudah mengambang. Bersama dengan boneka Teddy bear kesayangan anaknya.
"Sheila! Sheila ...." Jeritan Akira langsung menggema.
Ia berlari ke kolam, berniat menyelamatkan Sheila. Namun terlambat, anaknya sudah tidak bernyawa.
"Sheila, bangun Nak, bangun!" Akira meniup mulut Sheila, berharap anaknya hanya pingsan.
"Sheila! Lihat Mama, ini Mama ada." Ia menepuk-nepuk pipi Sheila, bocah itu tidak bergerak, badannya sudah membiru.
"Sheila, maafin Mama. Sheila bangun, haaaaaaaaaa!" Akira menjerit, menangis tersedu-sedu menyesali keteledorannya. Ia memeluk tubuh Sheila dengan erat.
"Ada-- apa--, Akira?" Reyhan yang baru pulang bekerja kebingungan melihat istrinya menangis.
"Rey ...," Ratap Akira.
"Astaghfirullahal'adzhim, Sheila!" Reyhan menjerit saat melihat Sheila yang berada dalam gendongan istrinya membiru.
"Maafin aku, Rey," ucap Akira penuh sesal.
Jika teringat kejadian itu, Akira selalu menyalahkan dirinya sendiri. Seringkali ia mencoba bunuh diri dengan meminum cairan pemutih, menyayat tangan dengan pisau, terakhir menenggelamkan dirinya ke dalam toren air. Beruntung ia selamat karena Reyhan sigap menjaganya.
Karena seringnya Akira melakukan percobaan bunuh diri, Reyhan jadi khawatir jika harus meninggalkan Akira sendirian. Andara sibuk sekolah, berangkat pagi pulang sore hari. Karena kerepotan mengurus pekerjaan dan rumah, akhirnya Rey memutuskan untuk resign dari kantor.
Berbekal ilmu marketing yang Reyhan miliki. Ia membuka warung sembako dan sayuran, dari pagi sampai sore. Lalu, ia melanjutkan dengan berjualan jus sampai malam hari.
Dari pagi sampai siang Akira bisa bersikap normal, perannya sebagai ibu tetap ia jalankan dengan baik. Memasak, menyuci pakaian, membersihkan rumah tetap di lakoni. Hanya saja jika menjelang sore sikapnya berubah drastis.
Kejadian tragis itu menyisakan trauma yang mendalam di hati Akira. Anak yang sangat ia cintai pergi untuk selamanya, tak pernah berhenti ia mengutuk diri sendiri.
Karena merasa lalai dan menjadi penyebab putri kecilnya itu meninggal. Setiap teringat pada hari dimana ia menemukan Sheila sudah mengambang di kolam, Akira menangis histeris memanggil-manggil nama Sheila.
Meski sudah enam bulan berlalu nyatanya Akira masih belum bangkit, ia lebih banyak mengurung diri di kamar. Tak pernah lagi keluar rumah untuk ikut pengajian bersama ibu-ibu kampung.
"Sayang, makanlah," tawar Rey menyodorkan nampan berisi makanan. "Seharian ini kamu nggak keluar, tadi ibu-ibu pengajian nanyain kamu," lanjut Rey.
"Maaf. Aku nggak enak badan, Mas," sahut Akira, tanpa melirik makanan yang dibawa suaminya.
"Ya sudah. Kamu makan ya, ini Mas bawakan sop buntut kesukaanmu. Mas masak sendiri loh, di bantuin sama Dara," bujuk Rey, tangannya menyodorkan sendok ke mulut Akira.
"Mas, maafin aku ya. Karena aku, Mas jadi ...," ucap Akira, matanya berkaca-kaca.
"Apa sih Sayang kamu tuh? Kamu istri Mas, sudah kewajibanku untuk merawatmu." Rey memotong ucapan Akira, karena ia sudah paham apa yang akan dikatakan istrinya.
"Tapi, Aku bukan ibu yang baik. Aku banyak menyusahkan Mas selama ini." Tangis Akira kembali pecah tak bisa terbendung lagi.
Rey merangkul Akira, memeluknya dengan erat, mengecup lembut kepalanya, mengusap-usap punggung sang istri. "Sudah, jangan banyak fikiran Sayang. Yang penting kamu sehat, Mas sudah bahagia." Berulang kali ucapan ini selalu dilontarkan, agar istrinya tenang.
"Aku masih belum terima kepergian Sheila, Mas. Semua ini salahku," lirih ucap Akira.
"Dengar Sayang, kepergian Sheila sudah ketentuan illahi. Jangan tangisi lagi, semua sudah tertulis di lauh mahfudz. Sekarang tinggal kita semua memantaskan diri. Agar bisa layak bersama anak-anak kita di Jannah-nya," jelas Reyhan.
"Iya Mas," sahut Akira. Bibirnya menyunggingkan sedikit senyum.
"Kamu makan ya, sini Mas suapin. Aaakkk." Rey memaksa menyodorkan sendok ke mulut Akira.
"Makasih, sayang." Akira membuka mulut, menerima suapan dari suaminya. "Aku makan sendiri saja," pintanya.
"Ya udah." Rey menyerahkan nampan, lalu berjalan keluar kamar.
Reyhan berdiri sejenak di ambang pintu dan menatap istrinya yang kembali melamun. Reyhan menghela napas panjang, pikirannya terus memikirkan kesembuhan mental istrinya. Ia kemudian duduk di meja makan, kembali merenungkan cara agar Akira sembuh dari trauma.
Matanya beralih menatap area kolam yang ada di halaman belakang, konsep rumah yang punya jendela besar di bagian belakang membuatnya bisa melihat langsung ke arah luar. Di sana ia melihat Andara di luar sedang duduk di tepi kolam.
'Sejak kapan, Dara kembali main di kolam?' batin Reyhan.
Sejak kematian adiknya, Andara tidak pernah lagi berenang, maupun bersantai di kolam seperti biasanya. Reyhan melangkah keluar, hendak mengajak anaknya masuk. Baru saja membuka pintu, suara Andara mengejutkannya.
"Ayah!" seru Andara.
"Dara?" Reyhan berbalik, terkejut melihat anaknya baru saja turun dari tangga. Matanya kembali menoleh ke arah kolam, kosong tidak ada siapapun.
"Ayah kenapa? Kakak panggil dari tadi, kok nggak dengar?" tanya Andara.
Reyhan masih terpaku menatap kolam.
"Ayah!" Gadis itu mencubit tangan Reyhan yang masih saja tertegun.
"Eh, iya. Apa Kak? Maaf tadi Ayah melamun," sahut Reyhan, mengusap tengkuknya yang merinding seketika.
"Ayah lihat anak itu?" tanya Andara lagi.
"Anak? Anak siapa Kak?" Reyhan semakin bingung.
Setibanya di kamar, Saga terkejut melihat Akira memakai hijab seperti Adibah. Ia tertegun di depan pintu mengetahui Akira sudah sadar, tadinya ia akan pamit pada Om Hars saja. Karena hatinya tidak yakin kuat melihat tatapan tajam Akira, dari belakang Adibah terus mendorong agar ia melangkah masuk."Saga, masuk Nak." Om Hars menyambut kedatangannya dengan senyuman."Iy-iya, Om Hars." Perlahan Saga masuk di susul Adibah dari belakang.Setelah acara bersalaman selesai Saga pamit izin ke toilet. Adibah bisa menangkap kegugupan yang dirasakan oleh calon suaminya itu. Hatinya cukup sadar bahwa Saga belum sepenuhnya membuang Akira dari sudut hatinya yang paling dalam. Adibah menghela napas, matanya tak lepas dari memandang Akira yang kini sama seperti dirinya memakai hijab."Kenapa Dibah? Kok kamu kaya aneh lihat aku?" tanya Akira yang menyadari tatapan Adibah."Emm, kamu cantik berhijab, Ra. Aku pangling
Cahaya tiba-tiba menembus langit-langit atap rumah sakit, seperti ada yang menuntunnya melangkah. Akira mengikuti ke mana cahaya itu membawanya pergi. Seperti ditarik oleh sesuatu ia terhenyak merasa dihempaskan, dilempar tanpa arah.Jantung Akira berpacu cepat, darah berdesir panas, jiwanya seakan terasa lepas dari jasadnya. Akira tidak sadarkan diri hingga saat membuka mata, ia sudah berada di suatu tempat yang sangat indah.Jernihnya air telaga di hiasi berbagai macam bunga lotus yang mekar sempurna, angsa putih berenang riang mengikuti riaknya air. Cahaya hangat mentari begitu ramah menyapa tubuhnya yang terasa dingin.Angin berhembus sejuk menerpa tubuh Akira, perlahan ia bangkit seiring terdengar suara yang memanggil namanya. Beberapa saat ia tertegun melihat pakaiannya yang serba putih, dengan rambut terurai berbau busuk. Akira panik mencium bau tubuhnya sendiri, tiba-tiba tangan seorang lelaki terulur seola
"Saga, kamu ngapain di sini!" Adibah menghampiri Saga yang tengah tertunduk di atas meja.Saga mengangkat wajahnya, Adibah semakin kaget, melihat mata Saga yang memerah."Kamu, kamu nggak tidur?" tanya Adibah khawatir, ia sampai lupa batasan menyentuh Saga."Adibah, sakit," ucap Saga, memegang dadanya."Iya, kamu kenapa, Saga?""Kenapa, kenapa dia sulit dilupakan. Kenapa-- dia selalu menyakiti aku, Adibah!" Air mata Saga meluncur deras, Adibah merasa iba melihatnya."Akira--?"Saga kembali menunduk larut dalam kesedihannya. Ia melupakan bahwa dirinya sudah melamar Adibah. Sehingga tidak menjaga perasaan kekasih barunya. Adibah memeluk Saga, air matanya ikut turun seiring isak tangis Saga yang mulai keras.Adibah sangat tahu, bagaimana rasanya melupakan adalah hal tersulit dalam hidup. Apalagi dia membawa jejak dari masa lalu, yaitu seorang anak. Adi
Air mata Akira berurai membasahi kedua pipinya. Ia menyadari semua perilakunya ketika masih berumah tangga dengan Rey. Sudah jadi kebiasaannya selesai melayani sang suami, ia tidak pernah langsung mandi seperti Rey. Akira lebih suka memakai lingerie ketika tidur, ketibang baju tidur biasa.Melihat Akira yang terdiam wanita itu semakin geram, ia mengacungkan pisaunya dan berteriak, "Mati kauuu!" Seiring teriakannya yang menggema, pisau menancap tepat pada dada Akira."Aaaaaaa." Teriakan Akira mengejutkan semua orang yang ada di dalam kamar. Mereka semakin panik melihat mata Akira melotot, nafasnya tersengal dengan tangan memegang dadanya."Om, Bunda kenapa, Bunda," ucap Andara khawatir melihat kondisi Bundanya."Sebaiknya, bawa ke rumah sakit saja, Pah," usul istri Om Hars."Baik, kalian bawa Akira ke rumah sakit. Aku akan menyelesaikan sesuatu, aku yakin ini bukan hanya
Sesampainya di depan pintu Om Hars berusaha mendobraknya. Akan tetapi sia-sia saja karena pintu terkunci dari dalam. Om Hars membobol gagang pintu dengan kapak, hasilnya pun sama seperti sebelumnya..Pintu seolah dikunci oleh suatu kekuatan ghaib yang tidak bisa ia deteksi."Bunda ... Bunda kenapa," ratap Andara menangis ketakutan melihat pintu kamar Akira yang sulit untuk dibuka."Akira! Buka!" teriak Om Hars.Cik Ling-Ling datang, lalu memeluk Andara."Apa apa, Nak?" tanya Cik Ling-Ling."Nggak tahu, Nenek," sahut Andara sambil terisak.Setelah cukup lama berjuang, pintu terbuka dengan sendirinya. Di sudut kamar Akira tak sadarkan diri, seisi ruangan sangat berantakan karena ia melemparkan barang ke sembarang arah. Untuk melindungi diri dari genderuwo yang masih mengikutinya. Semua orang sibuk mengurus Akira, mereka tidak menyadari jika sukma wanita itu telah pergi meninggalkan jas
Warga masih berusaha membangunkan Saga yang tidak sadarkan diri, seperti kerbau yang kekenyangan. Bebagai upaya telah warga kerahkan dari mulai mengoleskan kayu putih, aroma terapy sampai bubuk merica dari tukang bakso yang lewat sudah dicoba. Tapi, lelaki necis itu masih belum kunjung sadarkan diri.Adibah yang baru tiba langsung diberi jalan oleh warga, rupanya sepanjang perjalanan ia terus berkomunikasi dengan orang yang menelponnya via whatsapp. Setelah mendengar penuturan warga tentang kronologis pingsannya Saga, Adibah menganggukkan kepalanya berkali-kali. Lalu ia tersenyum geli, karena sesekali warga menyebut dirinya sebagai istri sahabat selengekannya itu.Adibah melangkah mendekati Saga yang masih terkapar, ia duduk di sebelahnya kemudian berbisik," Akira punya pacar baru, kamu nggak mau lihat?" ucapnya dengan jahil."Mana, Mana ...." Seperti mendapat super power, Saga terbangun seketika. Kepalanya celingukan melihat banyak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen