“Kalau aku bohong, silakan Papa buang aku. Jangan akui sebagai anak. Jangan terima aku di rumah ini,” kata Robin lagi. “Aku nggak mau jadi anak yang gagal dan cuma bisa bikin kecewa Mama. Aku akan berubah,” ulangnya dengan penuh tekad.
Lalu, dia menangis tersedu-sedu sambil terduduk di lantai. Menangisi semua kesalahan dan kebodohannya. Ariel turun dari tepi ranjang, memeluk anaknya. Itulah kali pertama Robin merasakan dekapan hangat sang ayah.
***
Robin bergegas memasuki toko perhiasan berlabel Adiratna Maharani dengan langkah-langkah panjangnya. Kedua tangannya dipenuhi kantong-kantong plastik yang menggelembung. Mengenakan kemeja dan celana black jeans, penampilannya tampak santai. Satpam yang bertugas di pagi itu, Eko, buru-buru membukakan pintu.
“Selamat pagi, Robin,” sapanya ramah dengan senyum lebar. “Kapan pulang?”
“Kemarin sore,” balas Robin. &
Beberapa puluh menit sebelumnya.Vivian tidak pernah mengira “kencan” itu berjalan dan berakhir buruk. Setelah dia kembali dari toilet, gadis itu sengaja pindah tempat duduk. Dia memilih untuk menarik kursi di depan Eric. Melihat apa yang dilakukannya, cowok itu menunjukkan ketidaksenangan.“Aku lebih suka duduk berhadapan sambil ngobrol. Kalau nggak ngeliat wajah lawan bicara, rasanya kok kurang enak,” argumen Vivian tadi saat Eric bertanya alasannya pindah.Sepanjang acara makan malam itu, Vivian merasa tidak nyaman berkali-kali. Eric tampaknya memutuskan untuk bersandiwara tak tanggung-tanggung. Menunjukkan bahwa hubungannya dengan Cynthia tak terganggu dengan gosip di luar sana.Bisa menebak apa yang dilakukan cowok itu? Eric membuka sepatu dan mengelus betis Vivian dengan punggung kakinya. Ketidaknyamanan membuat Vivian mengubah posisi duduknya hingga kaki Eric tak bisa menjangkaunya.“Tolong, nggak usah menyentuh
Vivian menahan diri agar tidak berteriak untuk meluapkan emosinya. Dia benar-benar merasa terhina karena kata-kata dan sikap Gideon barusan. Akan tetapi, dia tahu itu semua sia-sia saja. Gideon takkan berubah pikiran.Vivian masih dalam tahap mencerna semua kenyataan mengejutkan yang terbentang di depannya dengan baik. Dia benar-benar tak mengira jika Cynthia akan memecatnya begitu saja tanpa mau mendengarkan apa yang terjadi menurut versi Vivian.“Kalau memang….”“Gideon, aku mau ngomong bentar sama Vivian. Kamu nggak perlu berdiri di sini lagi,” sela Sally yang tiba-tiba muncul. Perempuan itu menarik lengan kiri Vivian dan mulai berjalan menuju teras. Vivian mengaduh pelan.“Kenapa? Apa aku megangnya terlalu kencang?” Sally menoleh dengan mimik kaget. Dia melepaskan tangannya.“Nggak,” bantah Vivian tanpa menjelaskan lebih jauh. Mereka sudah berada di teras, saling berdiri berhadapan. Vivian
“Ngapain sih kamu pindah ke Malaysia cuma untuk sekolah? Aku kan nggak punya temen curhat lagi. Kalau ada apa-apa, harus nelepon dulu. Buang-buang pulsa,” omel Vivian ketika menelepon Leona. Hampir tiga bulan silam, Leona memutuskan untuk menetap di Kuala Lumpur demi mendalami bidang keuangan. Vivian pun ditinggal sendiri.“Salahmu karena nggak mau ikut ke sini. Padahal kita kan bisa bersenang-senang berdua. Jauh dari Jakarta yang macet dan bising.”Vivian buru-buru protes. “Seolah KL sesepi kuburan.”Tawa Leona terdengar di seberang. Orang pertama yang dihubunginya setelah dipecat oleh Cynthia adalah sahabatnya. Vivian tiba di rumahnya menjelang pukul sepuluh malam. Dia cuma menyapa ayahnya yang masih menghadapi laptop di ruang kerjanya. Penghuni rumah yang lain sudah terlelap. Setelah itu, Vivian langsung menuju kamarnya dan menghubungi Leona. Dia beruntung karena sahabatnya belum terlelap.“Jadi, apa rencanamu
Kini, melihat apa yang terjadi pada Cynthia, Vivian merasa lega. Dia selamanya takkan sudi memacari cowok yang suka merendahkan dengan kata-kata dan menyiksa dengan tangannya. Semenawan apa pun. Apalagi jika cowok tersebut lebih suka semua tagihan dituntaskan oleh Vivian. Orang yang lebih mirip benalu takkan bisa menjadi sandaran.Esoknya, Vivian terbangun dengan satu fakta yang tak terbantahkan. Dipecat oleh Cynthia ternyata memengaruhi hidupnya. Bohong jika dia tidak merasa kecewa karena keputusan sang aktris. Apalagi Vivian sama sekali tidak merasa bersalah. Selain itu, setahun terakhir dia terbiasa dengan sejumlah rutinitas.Paginya selalu dibuka dengan memeriksa ponsel, mencari tahu jika ada tugas mendadak yang harus dikerjakan. Meski selama ini Sally selalu memberi daftar pekerjaan seminggu sebelumnya. Cuma, tidak jarang tiba-tiba ada pemberitahuan bahwa Vivian mendapat tugas tertentu, misalnya.Vivian juga masih ingat bagaimana dia harus berdiet ketat sel
Para desainer Adiratna Maharani bekerja di lantai dua. Namun sejak awal Robin tidak pernah bergabung dengan yang lain. Itu karena Ariel memberikan tanggung jawab berbeda untuk putra bungsunya. Tak cuma wajib menyetor desain setiap bulannya, Robin juga harus ikut mengurusi bagian keuangan. Ayahnya ingin cowok itu belajar tentang banyak hal.“Nggak ada salahnya kalau kamu tahu banyak tentang Adiratna Maharani di luar masalah rancangan, kan? Supaya kamu lebih paham sampai ke hal-hal detail. Papa lebih nyaman andai bisa mengandalkanmu dan Angie,” beri tahu Ariel di suatu ketika.“Iya, Pa. Nggak masalah, kok! Justru ini jadi kesempatan supaya aku bisa belajar banyak,” sahut Robin.Selama ini Robin tidak merasa keberatan. Dirinya memang merasa harus menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan agar tidak sempat berkeinginan untuk mabuk lagi. Meski sudah tak pernah lagi menyentuh alkohol dalam kurun waktu sekitar enam tahun terakhir, tetap saja ada
Isidora yang dimaksud Ariel adalah cincin berlian dengan aksen daun-daun mungil yang “merambat” dan saling bertautan. Isidora langsung menarik perhatian begitu diluncurkan. Angka penjualannya memang terus menukik sampai saat ini.“Serius, Pa? Isidora menang dari Duchess?” tanya Robin tak percaya. Duchess bukan rancangannya tapi sejak awal diprediksi akan laris.“Ya. Isidora lebih laku dibanding Duchess. Posisi nomor dua dipegang Sahara. Duchess di tempat ketiga. Tapi keunggulan Isidora cukup signifikan.”Robin mengucap syukur dalam hati. “Jadi, Papa ke sini mau nagih desain yang lebih bagus dari Isidora atau mau ngasih bonus?” kelakarnya.“Nagih desain baru, tentunya. Bonus cuma diperuntukkan buat orang yang udah kerja di Adiratna Maharani minimal lima tahun.”Robin memasang ekspresi pura-pura terkejut. “Ternyata bosnya Adiratna Maharani pelit banget. Padahal aku udah kerja keras.&rd
Beban Robin kian berat karena harus pindah ke rumah baru yang diisi oleh orang-orang yang tak menyukai kehadirannya. Diana tidak menunjukkan kebenciannya dengan terang-terangan. Perempuan itu bersikap sopan tapi menjaga jarak. Diana juga menunjukkan ketidaksukaan ketika Enrico dan Angie merisak Robin dengan banyak ejekan. Akan tetapi, hal itu tidak membuat kedua kakak tirinya bersikap lebih baik.Olok-olok memang berkurang. Akan tetapi keduanya tetap bersikap dingin dan nyaris tak mau bicara dengan Robin. Jika terpaksa berkomunikasi dengan anak itu, semua dilakukan dengan nada ketus dan kalimat-kalimat tajam. Kecuali Ariel, semua orang jelas-jelas tidak mengharapkan kehadirannya di rumah itu.“Kalau kamu nggak ada keperluan, mending di kamar aja. Nggak usah berkeliaran di mana-mana. Bikin bete, tau!” Itu komentar yang sering dilontarkan Enrico.“Iya. Tiap kali ngeliat kamu, otomatis jadi ingat hal-hal yang nyebelin. Mood pun lang
Dulu, dia begitu marah dengan semua hinaan yang diterimanya. Namun perlahan-lahan Robin menyadari bahwa dia mustahil memuaskan semua orang. Dia takkan bisa mengubah pandangan buruk yang sudah melekat padanya. Meski dalam hal afair yang melibatkan ibu dan ayahnya, Robin sama sekali tidak bersalah. Justru bisa dibilang dirinya yang sudah menjadi salah satu korban dari perselingkuhan keduanya.Ketika Robin mengetuk pintu ruangan kakaknya, tidak ada suara dari dalam. Penasaran, Robin membuka pintu. Tak ada siapa pun di ruang kerja itu. Akhirnya Robin hanya meletakkan rancangannya di atas meja, sebelum meninggalkan tempat itu.Robin berniat untuk mencari makanan karena dia belum mengisi perut sejak pagi. Ini salahs atu kebiasaan jeleknya. Jika sedang keasyikan bekerja, bisa melupakan dunia. Saat ini sudah lewat pukul enam sore dan Robin mulai merasa lapar. Di saat yang sama, cowok itu mendengar ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan masuk yang berasal dari Nania, salah satu r