Sinar Mentari. Wanita cantik yang sudah menikah dengan salah satu seniornya di kampus. Di usianya yang masih 25 tahun, Sinar sudah memiliki anak, kembar dua. Aksara dan Aurora. Buah hati hasil pernikahannya dengan Wira Bagaskara.
Seperti biasa, Sinar selalu bangun lebih awal. Pergi ke kamar si kembar dan membangunkan mereka untuk ke sekolah paud. Umur mereka baru empat tahun, tapi semangat belajar mereka sangat tinggi. "Molning, Bunda. Aku udah bangun dulu dalipada Kak Aksa," ucap Aurora yang sudah turun dari tempat tidurnya dan memeluk bundanya. Dikecupnya pipi Aurora dengan tulus dan memanggil pembantu untuk memandikan Aurora. "Sariti, nanti setelah ayah anak-anak pulang tolong siapkan makan ya? Rencananya aku pulang agak malam karena harus rapat penting di beberapa tempat," titah Sinar pada pembantunya. "Iya, Bu." Sariti adalah pembantu yang sudah dua tahun tinggal di rumahnya, kebetulan Sinar mengenal perempuan itu dari kenalan bi Fadlun, pembantu di rumah orang tuanya di Jakarta. Sekarang Sinar tinggal di Bandung bersama keluarga kecilnya. Bagas adalah suami yang jarang pulang karena sibuk ke luar kota urusan pekerjaan. Sinar percaya utuh pada suaminya, tak mungkin kan di luar sana Bagas menghianatinya apalagi mereka sudah punya anak yang lucu-lucu. Sinar pun sering menanyakan tentang sikap suaminya di kantor pusat pada temannya yang kebetulan satu kantor dengan Bagas."Aku mau mandi dulu, jaga anak-anak ya, Sar!" Sariti hanya mengangguk dan akhirnya menutup pintu untuk memandikan Aurora dan Aksara. ***Sambil menatap layar komputer yang selalu menyala, Sinar mengamati jam makan siangnya. Sepuluh menit lagi akan segera berakhir, perutnya keroncongan bukan main. "Nanti kita mau ke cafe itu lagi, mau ikut gak? Mas-mas baristanya lumayan buat cuci muka loh, Tar," ajak Gebby. Salah satu temannya yang masih lajang sampai sekarang. Sinar bekerja di perusahaan besar, Victoria Group. Management yang menaungi banyak artis dan model terkenal, juga pengiklanan dan perfilman. Kebetulan Sinar menjabat sebagai tim sutradara dengan ke empat teman kantornya. Adi, Gebby, Dion dan Jen. Bisa dibayangkan kan berapa gaji Sinar setiap bulannya. "Geb, ngapain jaman sekarang tuh cuci mata terus? Kalau suka tinggal nembak lah! Mana katanya yang tahun ini mau nikah sama pria ganteng yang duitnya begibun?!" cibir Dion.Gebby langsung cemberut karena cuma dirinya sendiri yang masih jomblo ulala. "Diem kutu kupret! Jadi temen tuh doain, bukannya julid. Rempong deh kayak lambe turah!" Demi menyelamatkan Dion yang sebentar lagi akan ditimpuk berkas tebal di meja kerja Gebby, Sinar berinisiatif untuk menyetujui ajakan teman cerewetnya keluar menuju Cafe Shisa. Bukan untuk ngecengin mas-mas barista ya!Begitu sampai di sana, Gebby langsung memangku dagu sembari menatap pria yang berada di kasir yang terhubung dengan dapur utama.Cafe yang lumayan nge-hits itu semakin ramai kalau siang-siang begini. Apalagi mas-mas barista jadi alasan kenapa banyak para remaja, mahasiswi dan rekan kantornya yang stay cool pasang muka. Jelas ganteng Mas Bagas ke mana-mana lah! Fikir Sinar saat barista idola menawarinya minum.
"Kopi pahit saja, kalau temanku seperti biasa. Kamu tahu kan dia sering nongkrong di sini?" tanya Sinar. Barista itu nampak berfikir sambil mengingat pesanan apa yang sering dipesan Gebby. Temannya langsung mencubit lengan Sinar karena bikin malu. "Aduh, beneran deh! Tangan lu kayak kepiting, sakit kalau nyubit!""Mas Yudis tuh orangnya pemalu, lu malah berisik banget kayak rombengan. Gini ya, kalau PDKT tuh harus pelan-pelan, emangnya lu? Dua bulan pacaran langsung capcus nikah. Iya sih, Bagas ganteng tapi kan lu gak tahu gimana sifat aslinya. Bisa aja kan dia buaya. Jaman sekarang tuu banyak tahu, udah nikah bahkan punya anak tapi simpenannya ada di mana-mana." cibir Gebby. "Heh, suamiku tuh gak kayak kebanyakan orang. Mas Bagas setia kok, buktinya setiap ulang tahunku pasti ngasih kejutan. Sayang sama si kembar, gak pernah ngerokok bahkan minum. Pria lurus seperti suamiku beda lah sama si Yudis itu yang kayaknya tebar pesona." Jelas Sinar tak terima suaminya dianggap buaya. Memang usia pacaran mereka sebelum menikah terbilang masih mentah, tapi Bagas dan Sinar sudah mantap untuk meresmikan hubungan, apalagi usia Bagas sudah matang untuk dijadikan figure suami dan seorang ayah. "By the way, lu pernah gak sih datang sendiri ke kantor suami lu sejak kalian menikah? Yeah, gue cuma gak yakin aja sih. Soalnya selama kalian pacaran, selalu lu yang ngebet banget pingin ngapel dan dia cuma nunggu jemputan." Seketika wajah Sinar berubah masam, kembali memikirkan masa-masa masih berpacaran. Ia memang sering antar-jemput Bagas. Alasannya hanya satu, pria itu hanya memiliki motor, beda dengan Sinar yang sudah memiliki mobil sendiri dan sukses di usia dua puluhan. Ah, semoga suaminya adalah pria yang bijaksana dan dapat dipercaya.Akhirnya rapat selesai lebih cepat. Sinar cukup lega bisa pulang lebih awal, apalagi hari ini suaminya pasti sudah ada di rumah. Bagas memang sering pergi ke luar kota karena dinas."Gue mau pulang karena suami udah stay. Lu mau nebeng gak? Katanya tadi motor lu mogok?" tawar Sinar pada Gebby.Wanita itu menggeleng karena sudah lebih dulu memesan taksi online. Sambil menunggu dan menemani temannya, Sinar berusaha menstater mobilnya, tapi anehnya tidak mau menyala. Ah, ya ampun! Kenapa Sinar bisa lupa kalau ia belum mengisi bensin."Gebb.." bujuk Sinar. Ia mungkin akan menginapkan mobilnya semalam. Besok gampang deh."Apa? Pasti lu lupa lagi kan ngisi makan mobil lu sampai gak mau jalan. Iya, lu boleh nebeng taksi gue. Bentar lagi juga datang," sahutnya.Lima belas menit kemudian, taksi pesanan Gebby datang. Beruntung banget karena Sinar pasti akan lumutan. Ponselnya han
Setelah mengetahui bahwa suaminya selingkuh dengan pembantunya sendiri, Sinar mulai menyusun rencana demi rencana. Pertama, ia akan langsung datang ke pengacara. Kebetulan teman dekat Bagas adalah seorang pengacara yang sedang naik daun di kotanya.Meskipun mereka teman dekat, tapi Sinar tahu kalau pekerjaan tetaplah pekerjaan. Ia yakin kalau pria bernama Arya Sagara akan tetap membantunya menyelidiki kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya sendiri."Nanti kalau sudah pulang dari mengantarkan anak-anak ke sekolah, tolong mampir belikan susu formula buat mereka ya, Sar?" pinta Sinar.Melihat wajah polos sang pembantu, rasanya Sinar ingin mengguyur air minum yang sedang ada di hadapannya. Sabar, Sinar, sabar!"Baik, Bu," sahut Sariti.Hari ini Sinar akan langsung pergi menemui Arya. Dengan alasan ada pekerjaan yang tak bisa ditinggal di kantor.Ternyata inilah al
Satu kata untuk pelakor, tenggelamkan! Sinar harus bermental baja saat berada di rumahnya. Bagas memang tak pernah menunjukkan kemesraannya dengan Sariti, tapi Sinar sudah sering melihat suaminya pergi tengah malam. Alasannya selalu sama yaitu mencari udara terbuka untuk merokok.Malam itu Sinar masih ingat jelas bagaimana suaminya memperlakukan Saritu begitu perhatiannya. Bahkan panggilan kesayangan untuk Sinar juga diberikan oleh Sariti."Kamu pasti sangat merindukanku kan, Mas Bagas?" suara Sariti seakan dibuat-buat agar suami Sinar terpancing.Sinar bisa mendengarkannya karena Arya memang sudah meletakkan alat perekam di beberapa titik yang memungkinkan mereka melakukannya.Bagas terdengar seperti menciumi Sariti karena wanita itu terdengar mendesah pelan. Sebenarnya hati Sinar sangat terluka, apalagi mereka sudah melakukannya berulang kali. Mungkin hubungan mereka memang sudah lama. Dan bod
Kedekatan anak kembar Sinar dengan Sariti makin membuat Sinar tak ingin berlama-lama menyimpan kebusukan suaminya dengan sang pembantu. Sinar sudah memiliki beberapa bukti akurat yang akan membuat mereka tak bisa mengelak."Bunda, tadi di sekolah Mbak Saliti nyuluh Aulola nyanyi!" curhat putrinya.Sinar hanya tersenyum sambil melihat ke arah Sariti, sedangkan Sariti hanya membalas senyuman majikannya."Terus Aurora nyanyi apa?""Nyanyi balonku ada lima! Tapi kak Ala gak ikutan nyanyi malah diam aja. Katanya Aulola belisik, Mbak Saliti juga pelgi dengan Ayah."Mampus kau Sariti. Akhirnya Aurora cerita sendiri kau memang pergi dengan suamiku, batin Sinar."Pergi ke mana, Sar?" tanya Sinar.Mendadak raut wajah Sariti tak bisa diterka. Menunduk dan meremas ujung dasterny
Entah kenapa Sinar merasa kegerahan. Padahal wanita itu sudah menaikkan volume AC dan memakai pakaian yang lumayan tipis. Ia mulai membuka matanya dan kaget ternyata suaminya sudah tidak ada di sebelahnya. Pasti menemui gundik gatalnya itu.Sinar akhirnya terbangun dan mengambil air minum di atas meja. Kalau dulu saat Sinar mengetahui suaminya diam-diam ke kamar Sariti tengah malam Sinar akan menggerutu, kesal, gelisah dan marah. Tapi kali ini ia sudah bisa menahan emosinya. Rasa cintanya terhadap Bagas lama-kelamaan semakin terkikis habis.Sinar mengambil bluetooth yang langsung terhubung dengan suara-suara dari kamar Sariti. Ia yakin kalau suaminya berada di sana."Istri kamu itu, Mas! Dia keterlaluan tahu nggak! Dia marahi aku gara-gara aku manggil Aurora dan Aksara anakku. Padahal sebentar lagi aku akan menjadi ibu mereka juga, kan? Mas Bagas akan menikahiku, kan?"Suara Sariti terdengar sangat serak. Ia sesenggukan sambil menahan napas
Memang cukup gila bagi Sinar. Bisa-bisanya ia malah merayu Bagaskara yang memang nyatanya penggila tubuh wanita. Sinar tahu kalau itu bukan masalah karena mereka masih berstatus suami istri. Tapi rasanya agak gimana gitu harus berhubungan dengan suaminya yang sudah berbagi ranjang dengan wanita lain."Mas, aku mau nengokin anak-anak dulu. Nanti berangkat ke kantor barengan, mau?" ajak Sinar. Ia mengikuti cara Gebby untuk tidak membuat si kembar ke sekolah dengan Sariti. Bagaimanapun caranya, si kembar harus dijauhkan dari wanita gundik itu. Ia tahu kalau Sariti memang sedang berusaha mengambil hati Aurora dan Aksara."Baiklah, kita udah lama juga gak berangkat kerja bareng meskipun beda kantor. Ngomong-ngomong kamu masih bekerja sebagai penata busana dan tema pemotretan kan, Sayang? Aku sering melihat namamu ada di bagian iklan yang dipajang di jalan raya besar," terang Bagas.
Lagi dan lagi. Dugaan Sinar akurat seratus persen. Bagaskara, suaminya benar-benar putar arah dan melipir ke rumah. Apalagi kalau bukan untuk bercinta dengan gundik gatalnya, si Sariti yang sok polos itu."Kok bisa ya, lu betah gitu serumah sama mereka? Lu manusia bukan sih?" heran Gebby.Sinar mengangkat bahu. Ia sedang sibuk memilih kostum yang paling pantas untuk artisnya hari ini. Ada meet and great film Sebuah Analogi Cinta yang diperankan Anjani Killa dan Brian Arlen Mauten. Mereka memang artis yang sedang naik daun."Dikuat-kuatin, Geb. Sebenarnya kalau ditanya, gue pingin banget mutilasi mereka terus gue buang ke rawa-rawa. Tapi sebagai wanita yang lucu dan keren, seorang Sinar gak bakalan kalah. Gak apa-apa sekarang naik darah, yang penting besok mereka yang bakalan ngerasain sakaratul maut di depan keluarga!"Gebby merinding seketika. Ia tahu kalau temannya dari dulu memang tak suka dibohongi. Apalagi dibohongi atas nama pernikahan
Siapa yang menyangka kalau Sinar akan bertemu Arya secara kebetulan. Apalagi kini Gebby pamit lebih dahulu karena ditelpon oleh asisten artisnya. Gebby memang menjadi penata busana seperti Sinar, ia lebih memilih mengambil job Sinar sekarang dan membiarkan temannya pdkt. Bagas? Buang ke laut aja deh!"Aku gak enak deh kita berduaan gini, rasanya kayak sama aja ya sama Bagas dan pembantu kamu," Arya mulai tidak nyaman karena perginya Gebby. Keadaan mendadak jadi canggung, padahal tidak biasanya Arya merasa begitu."Maksudnya kita kayak orang selingkuh gitu, Mas Ar? Haha, ya enggaklah. Beda versi beda pandangan juga. Kalau ditanya ya tinggal bilang kebetulan ketemu, kamu juga sekarang jadi pengacaraku bukan?"Arya mengakui kalau Sinar terlalu santai dengan lingkungan di sekitarnya. Bahkan menurutnya, Sinar adalah wanita yang tegar dan tak terintimidasi dengan orang lain. Buktinya Gebby sejak tadi menyuruhnya melabrak Bagas dan Sariti, tapi Sinar tetap stay cool