Entah kenapa Sinar merasa kegerahan. Padahal wanita itu sudah menaikkan volume AC dan memakai pakaian yang lumayan tipis. Ia mulai membuka matanya dan kaget ternyata suaminya sudah tidak ada di sebelahnya. Pasti menemui gundik gatalnya itu.
Sinar akhirnya terbangun dan mengambil air minum di atas meja. Kalau dulu saat Sinar mengetahui suaminya diam-diam ke kamar Sariti tengah malam Sinar akan menggerutu, kesal, gelisah dan marah. Tapi kali ini ia sudah bisa menahan emosinya. Rasa cintanya terhadap Bagas lama-kelamaan semakin terkikis habis.
Sinar mengambil bluetooth yang langsung terhubung dengan suara-suara dari kamar Sariti. Ia yakin kalau suaminya berada di sana.
"Istri kamu itu, Mas! Dia keterlaluan tahu nggak! Dia marahi aku gara-gara aku manggil Aurora dan Aksara anakku. Padahal sebentar lagi aku akan menjadi ibu mereka juga, kan? Mas Bagas akan menikahiku, kan?"
Suara Sariti terdengar sangat serak. Ia sesenggukan sambil menahan napas berkali-kali. Sinar sudah ingin menyumpali wanita itu dengan racun tikus.
Apa? Sariti akan menjadi ibu si kembar juga? Sampai usus Sinar lurus pun Sinar tak akan pernah setuju. Sampai kapanpun ibu si kembar hanya dirinya saja. Enak saja, sudah numpang, menggoda suami orang, sok malaikat dan sekarang mau mengambil hati si kembar.
"Sudah, jangan nangis terus dong. Nanti cantiknya hilang. Mungkin Sinar memarahimu karena sedang enggak enak badan. Lagi pula kan Sinar wajar bersikap kayak gitu, ibu mana yang rela kalau anak-anaknya dianggap juga oleh wanita yang memang bukan siapa-siapa mereka?" terang Bagas.
Nah, tumben pinter? Tumben si Bagas membela istrinya di depan Sariti. Padahal biasanya Sariti selalu dinomorsatukan oleh suaminya.
Sinar masih merekam suara-suara percakapan mereka. Ini sudah dua minggu berjalan. Rencananya Sinar masih harus mengumpulkan banyak bukti agar mereka tak sanggup mengelaknya. Tentu saja dengan bantuan Arya Sagara.
"Kok kamu belain dia, Mas? Katanya kamu sekarang cuma sayang sama aku? Aku loh yany selalu menemani kamu saat kamu butuh belaian. Istri kamu mana mampu!" cibir Sariti.
Sialan! Mentang-mentang masih muda, terus ngerasa paling hot gitu? Iya sih, Sariti memang masih muda, lebih muda dari Sinar. Tapi siapapun di luar sana pasti akan memberi golden ticket pada Sinar kalau soal kecantikan dan budi pekerti.
Sinar bukan wanita lemah. Juga bukan wanita yang menangisi kekalahannya. Orang-orang seperti Bagas dan Sariti harus dibalas dengan rencana-rencana yang matang. Mereka harus menerima akibatnya karena sudah menodai janji suci yang pernah diucapkan Bagas di depan penghulu saat dulu menikahi Sinar Mentari.
Mereka sudah tak saling mengobrol. Itu tandanya suaminya pasti sedang menenangkan hati Sariti yang ngambek habis terkena semprotan dari Sinar.
Sinar kembali mematikan alat perekam dan penghubungnya. Ia kembali menarik selimut dan pura-pura tidur agar terlihat natural di depan Bagas saat sudah kembali nanti.
***Pagi-pagi sekali, Sinar sudah terbangun melihat suaminya baru saja mandi. Ia mencoba memulihkan kesadarannya sambil menatap suaminya yang sudah memakai handuk yang melilit di pinggang.
Kalau dulu, Sinar pasti akan tergoda melihat tubuh telanjang suaminya. Kotak-kotak dan sangat sixpack. Ia akan halu sendiri membayangkan sentuhan dari Bagas yang memang sangat ia sukai.
Tapi itu dulu, sekarang Sinar bahkan tak sudi memanggil nama Bagas dan menyimpannya di dalam hatinya. Nama Bagas mendadak hancur lebur menjadi butiran debu dan terbang ke angkasa.
"Pagi, Sayang. Mandi gih, kamu udah enakan, kan? Kalau masih hangat badannya, aku anterin kamu ke rumah sakit ya?" ajak Bagas.
Bukannya mengiyakan, Sinar malah merapikan selimut dan kamar tidur. Ia berjalan mendekati suaminya. Dirabanya dada bidang yang masih sedikit basah. Sinar memang sengaja memancing suaminya, ia ingin tahu bagaimana respon Bagas dengan sentuhan sensual dari Sinar.
"Mas Bagas, menurutmu aku masih cantik nggak?" tanyanya sambil mengibaskan rambut sebahunya. Ia sedikit mengangkat kakinya dan sengaja memperlihatkan pahanya yang mulut tanpa bekas luka.
"Di dunia ini, hanya ada empat wanita yang menurutku sangat cantik. Yaitu kamu, mama, Anita dan Aurora. Meskipun Aurora belum bisa dianggap wanita sih, dia masih anak-anak," ucap Bagaskara. Anita adalah adik kandung Bagas yang kuliah di Jakarta.
Haha. Hati Sinar sedikit getir. Kenapa bukan lima? Lupa sama gundik murahanmu, Mas Bagaskaraku Sayang?
Pandangan Sinar sengaja dibuat-buat agar Bagas terangsang dan menyentuhnya. Apalagi kulit putih Sinar memang sangat indah dipandang. Wanita itu mulai mengangkat kaosnya dan hanya mengenakan bra saja.
Gila! Sinar pasti sudah gila karena menggoda Bagas terlebih dahulu. Ah, tapi sah bukan? Toh mereka adalah pasangan suami istri yang bebas melakukan hubungan ranjang di manapun dan kapanpun.
"Kamu selalu bikin Mas merinding, Sayang," dikecupnya punggung Sinar dengan lembut. Bagas sudah mengangkat tubuh Sinar dan kini ia duduk di tepi ranjang dengan adanya Sinar duduk di pangkuannya.
Sinar dengan sengaja bergoyang dan memeluk suaminya erat. Menempelkan buah dadanya tepat di depan wajah Bagas. Tak ada yang bisa Bagasperbuat selain mencicipi bukit kembar yang sengaja Sinar pamerkan pada suaminya.
Bagas sedikit heran. Sinar kenapa sih? Apa mungkin kangen dibelai dan dimanjakan olehnya? Padahal biasanya, wanita itu tak sempat untuk memperhatikan Bagas saat bangun tidur karena harus cepat-cepat mandi dan berangkat ke kantor.
Mereka sudah saling menindih satu sama lain. Ternyata Sinar masih mampu terangsang dengan balasan sentuhan dari suaminya. Ia sengaja melakukan ini sebagai tolak ukur apakah Bagas masih memiliki hasrat kepadanya.
Kini mereka sudah saling menyatu. Pusaka Bagas sudah memasuki ruang senggama yang nikmat milik Sinar. Pria itu tak sanggup menahan gelora, sudah lama sekali Bagas tak menyentuh istrinya karena menikmati tubuh Sariti sebagai ajang pelampiasan saat Sinar tak bisa diajak bercinta.
"Mas, nanti kamu mandi lagi loh. Biar gak bau keringat. Kita mandi bareng ya?" ajak Sinar.
"Ehghh.. iya, Sayang. Kita tuntaskan yang ini dulu, mau keluar nih," sela Bagas.
Mereka pun akhirnya jomplang dari pelukan masing-masing dan terkujur lemah dengan tubuh terlentang. Bagas mengatur napasnya dan melihat istrinya yang tersenyum kepadanya. Dikecupnya bibir Sinar sebagai penutupan.
Mereka sama-sama tertawa karena sudah lama tak melakukannya. Beda dengan Bagas yang sangat menikmati tubuh Sinar, tapi wanita itu sudah tak serespon dulu. Mungkin tadi hanya hormon alami yang dimiliki setiap wanita saat berhubungan.
"Ayo mandi, Sayang. Terus kita sarapan," Bagas bangun terlebih dahulu dan menggendong tubuh Sinar untuk sama-sama berendam di bathup.
Sejak tadi, ternyata ada yang menguping di depan kamar mereka. Sariti sudah selesai menanak nasi dan memasak banyak macam masakan, lauk-pauk, jus dan bahkan membuatkan susu untuk Aurora dan Aksara. Tapi karena si kembar hanya mau bunda mereka yang memandikan mereka, akhirnya Sariti berjalan dan berusaha memanggil Sinar ke kamarnya.
Tapi ternyata, Sariti mendengar mereka sedang mendesah bahkan pria yang tadi malam mengajaknya bercinta terdengar menyebut nama istrinya dengan sangat manja.
"Awas kamu, Mas Bagas!" Sariti pun berlalu dan kembali ke dapur dengan peraasaan jengkel.
Karena pernah hamil bahkan kembar, Sinar tak susah adaptasi dengan bentuk tubuhnya yang mulai berubah. Kini usia kandungannya memang memasuki bulan ke enam. Sungguh, tak terasa ia akan melahirkan 4 bulan lagi, jadi tak sabar menyambut anak ke tiganya."Aku gak kelihatan gendutan kan pakai ini? Aku takut kamu malu kalau aku kelihatan gendut, Sayang."Sejak perutnya mulai membesar, Sinar sering insecure. Padahal suaminya tak masalah dengan itu, baginya Sinar malah terlihat seksi karena hamil tua."Pakai apa aja kamu selalu cantik kok, Sayang. Lagian mana ada hamil gak gendut sih, kalau nanti ada yang ngomong macam-macam tentang penampilanmu, bakapan kubeli omongannya biar malu."Duh, semenarik itu memang suaminya. Bahkan mereka jarang sekali berantem ataupun cek-cok. Arya terlalu santai saat Sinar merajuk, bahkan Sinar lupa kapan terakhir mereka bertengkar.Mereka akan datang ke pesta pernikahan Gebby dan Yudis, menitipkan si kembar ke rumah orang tu
Setelah meminjamkan uang kepada mantan suami beberapa minggu yang lalu, Bagas dan Sariti bagai hilang ditelan bumi. Entahlah, mungkin mereka malu menunjukkan batang hidung di depan Sinar."Kalau mereka gak balik-balik, 100 jutanya gimana, Mas?" Sinar masih sibuk mengupas apel. Mumpung Arya sedang mengambil cuti beberapa hari karena ingin menikmati liburan di rumah dengan keluarga."Gak masalah, toh hitung-hitung bagiin rejeki. Jangan karena kamu punya masalah sama mereka, kamu gak rela mereka bahagia. Uang bisa dicari lagi kan?" jawab Arya dengan entengnya.Membicarakan uang memang terasa mudah dan enteng bagi suaminya. Pria itu bahkan selalu mengajak Sinar rutin ke salon karena mutlaknya wanita memang suka perawatan. Sinar sendiri makin ayem dong."Aku mau apelnya dong, yang gede kayak punya kamu."Ucapan Arya barusan membuat Sinar refleks mencubit perut suaminya. Ia tahu betul apa maksud ucapan suaminya tadi, duh dikit-dikit minta nyusù ka
Kenapa Sariti membicarakan soal tumpangan? Maksudnya wanita itu meminta ikut ke timpat tinggalnya? What! Demi apa!"Jangan konyol!" bentak Wira.Sinar masih berdiri dan menepis tangan Sariti. Sebenarnya ia masih tak sudi bertatapan apalagi berbicara dengan mantan pembantunya."Maksudnya?"Sebelum Sariti menceritakan kemalangannya tinggal bersama mertua, Laras sudah lebih dulu menarik tangan Sariti untuk masuk ke ruangannya kembali. Sinar jelas tak tega karena mantan mertuanya terlihat kasar sekali."Bu, aku akan mendengar penjelasannya. Tolong jangan kasar, dia sedang hamil cucumu bukan?"Ah, pertanyaan Sinar sangat menyentil hati Laras. Ia sungguh tak sudi memiliki cucu dari seorang pelakór seperti Sariti.Tepat setelah permohonan dari Sariti, Bagas tiba dan mendatangi mereka. Ia agak terkejut melihat Sinar bisa ada di lokasi yang sama dengannya."Mas!" Sariti kembali keluar dari kamar rumah sakit dan terjun ke pelukan
Kalau dipikir-pikir, setelah pensiun hampir dua bulan pekerjaan Sinar di bumi hanya menganggur dan bernapas. Tapi wanita itu amat beruntung memiliki pasangan super baik seperti Arya Sagara."Duh, lama-lama badan gue bakalan makin melar deh. Gue jarang banget masak, Arya selalu bangun lebih pagi bahkan di saat gue masih keliling dunia halu gue," ungkap Sinar."Hahaha. Perfecly imperfect ya! Harusnya lu bahagia dong karena gak semua pria mempercayakan uang mereka kepada istrinya. Seribu satu deh yang kayak Arya!"Kalau dipikir-pikir memang iya sih, suaminya begitu istimewa. Dari memanjakannya di ranjang, tabungan bulanan kartu kredit masih sisa banyak, belum lagi merawat si kembar dengan limpahan kasih sayang yang begitu tak terhingga."Eh tapi, kalian kan udah seminggu ya menikah. Ada gak sesuatu yang gak lu suka dari dia?" kepo Gebby.Sontak pertanyaan dari temannya membuat Sinar tak tahu harus menjawab apa. Apalagi sejauh ini suaminya terlalu semp
Sambil bercengkrama dengan keluarga baru, Arya masih sibuk memangku Aurora. Manja minta dipangku oleh ayah barunya, mereka memang sudah sedekat itu."Ra, kasihan dong Ayah Arya. Biarin istirahat Ayahnya, kamu katanya rindu sama Bunda kok nempel-nempelnya sama Ayah Arya?"Si kecil nyengir kuda. Baginya kasih sayang seorang ayah sangat berarti untuknya sekarang. "Gak apa-apa dong. Kan Ayah Arya gak keberatan, Bunda gak boleh mangku aku. Nanti perutnya sakit terus gak bisa bikin dedek baru lagi."Hadeh, siapa pula yang mengajarkannya sampai bisa memikirkan perkataan sampai sejauh itu? Apalagi Aurora baru berumur 7 tahun."Eh, emangnya kamu siap punya adik? Nanti gak disayang Bunda lagi loh?" pancing Aksara.Urusan membuat tangis kembarannya, Aksara jagonya. Aksara memang suka usil dan banyak akalnya. Lihat, mata Aurora hampir berkaca-kaca.Biasanya saat Aurora menangis, Bagas akan memarahinya habis-habisan.Memberikan hukuman dan menguncinya di
Setelah lima hari tinggal di Bogor, Sinar mengusulkan diri untuk mengunjungi orang tuanya yang memang liburan di Bandung. Apalagi ia memang punya janji mengadakan syukuran pernikahan dengan beberapa rekan agensinya."Semuanya udah siap kan? Baju-baju kamu gak ada yang tertinggal?""Enggak ada, Mas. Nanti kalau ada yang tertinggal kan bisa diambil lagi, Bogor-Bandung gak jauh-jauh amat kok."Baiklah, sepertinya Sinar tak keberatan diajak bolak-balik ke kota kelahirannya. Betah kali, dingin dan bikin nyaman.Mereka sudah menenteng koper mini. Arya hanya membawa beberapa baju ganti, semua bajunya sudah tersimpan rapi di rumahnya. Rumah impian yang akan ditinggalinya dengan istri dan si kembar."Bu, pamit ya. Maaf belum bisa mengobrol banyak. Nanti kapan-kapan kita main, Sinar juga kayaknya betah di sini," pancing Arya."Oh, jelas. Kan adik iparku suka yang dingin-dingin kayak Bogor. Iya kan, adik ipar?""Ah, bisa aja Kak."Riani m
Kesiangan adalah hal yang wajar bagi pengantin baru. Bahkan Arya malas keluar dari zona nyamannya, masih terbungkus selimut dengan sang istri.Lucunya adalah Sinar memiliki tabiat tidur yang heboh. Tak bisa diam seperti dirinya, unik juga istrinya. Ia masih menatap punggung polos Sinar dari belakang."Sayang, mau bangun apa enggak?""Hmm."Ya. Sinar memang mager, sama sekali tak rela untuk membuka mata setelah semalam dibuat melayang karena perbuatan suaminya. Ah, kalau diingat-ingat bikin senyum-senyum sendiri."Kalau bahagia ajak-ajak dong, Sayang. Kelihatan banget kamu ketawa sendiri tadi."Ih, ganggu aja orang lagi halu. Sinar tahu Arya pasti paham apa yang sedang dipikirkannya sekarang."Aku masih ngantuk."Baiklah, Arya maklum. Dinginnya Bogor pasti membuat istrinya di mode off untuk diajak bercanda. Ia kembali bersembunyi di balik punggung istrinya yang hangat, tanpa sehelai kain sama sekali. Memang begitu nyaman sampai-
Aneh, tumben si kembar sama sekali tidak rewel selama resepsi pernikahan. Bahkan mereka peka membawakan makanan dan minuman agar pasangan pengantin tidak kelaparan saat banyak tamu undangan berpamitan.Mereka mendekati Arya dan Sinar. Seakan merestui untuk memberikan waktu hanya berdua bagi pengantin baru. Duh, manisnya."Ayah Arya, kami tidur sama kakek-nenek dulu ya," ucap Aksara saat Mahesa hendak ke rumah Sinar di Bandung.Eh, maksudnya si bocil memberikan waktu berdua bagi Sinar dan Arya? Begitulah kira-kira batin sang pengantin. Pengertian banget si bocil kalau Arya memang tak tertahankan pingin iya-iya dengan sang bunda."Yakin? Bukannya kalian semalem bilang rindu banget sama Bunda sampai gak mau pisah?" pancing Sinar.Ia tahu kalau Aksara sangat paham yang dilakukan pengantin baru adalah sesuatu hal yang dewasa. Belajar dari siapa sih, anaknya?"Yakin, Bunda! Pamit dulu ya, nanti kalau ke rumah bawain makanan yang banyak!"Au
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau, saudara Arya Sagara dengan Sinar Mentari binti Mahesa Anugrah dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya Sinar Mentari binti Mahesa Anugrah dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?" tanya penghulu."SAH!" sahut para tamu undangan serempak.Sesepuh perumahan di daerah tempat tinggal Riani memimpin doa, memberikan keberkahan pada pasangan yang sudah sah barusan.Arya melirik ke arah Sinar, sudah pasti terselip rasa haru di hatinya. Istrinya mencium punggung tangannya dan pria itu merasa tersengat tubuhnya karena baginya ini adalah pengalaman pertamanya.Dielusnya ubun-ubun sang istri, memejam lalu berdoa untuk kebaikan mereka berdua. Kini baik Arya maupun Sinar sama-sama jadi pusat perhatian.Usai ijab qabul, banyak adat pernikahan yang harus dilewati. Sinar memang tahu kalau mertuanyanya menginginkan adat Sunda sesuai pakaian yang dipakainya.