"Ainsley, kau tidak makan?" tanya Emily, sahabat baik Ainsley.
"Tidak, aku sudah minum," balas Ainsley. Dia masih sibuk dengan laptopnya meskipun pada jam istirahat.
"Minum? Kau juga harus makan, Ainsley," kata Emily lagi.
Ainsley mengalihkan pandangannya dari laptopnya untuk beralih menatap Emily. Ainsley melempar senyum. "Tidak, Emily sayang. Aku masih kenyang. Kau makanlah," kata Ainsley yang tak lama setelah itu kembali fokus pada laptopnya.
"Ayolah, Ainsley. Ini waktunya istirahat. Jangan terus berkencan dengan benda itu," protes Emily.
Ainsley kembali tersenyum. "Emily, kau tahu kan aku ingin menyelesaikan kuliahku lebih cepat. Jadi aku tidak boleh membuang-buang waktu."
"Jadi kau berencana meninggalkan aku sendiri, Ainsley?" tanya Emily.
"Emily, jika kau tidak ingin tertinggal maka kau juga harus berusaha," jawab Ainsley tanpa menatap pada Emily.
"Sudahlah, kau selalu seperti ini, aku marah padamu," kata Emily kesal.
Ainsley mengalihkan perhatiannya lagi. Ainsley meraih dagu Emily lalu mencubitnya gemas.
"Maafkan aku. Jangan marah, Emily sayang. Bagaimana kalau nanti malam aku traktir kau makan di restoran favoritmu? Sekarang biarkan aku selesaikan tugasku dulu, oke?"
"Hm, baiklah. Kau ku maafkan," balas Emily masih sedikit ketus.
"Kau yang terbaik. Aku mencintaimu."
Emily hanya memutar bola matanya malas.
Oke, urusan menyogok Emily sudah beres. Sekarang Ainsley kembali ke aktivitas sebelumnya.
Brak!
Byurr!
Segelas jus berwarna merah pekat tumpah dan menyiram baju, kertas-kertas tugas, sekaligus laptop Ainsley yang tengah ia gunakan. Itu adalah jus buah naga.
"Kau!" pekik Emily terkejut.
Ainsley mengepalkan tangannya kuat. Ia juga memejamkan matanya kuat menahan emosinya. Dengan satu gerakan cepat Ainsley beranjak berdiri.
"Ups, sorry," kata orang itu tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Kau kau kau, lagi-lagi kau! Apa kau tidak memiliki pekerjaan lain selain menyusahkanku, Dixon Hamilton!"
"Hei, Ainsley, mengerjaimu adalah hobiku. Apa kau tidak senang jika kau membuat orang lain senang?" balas Dixon santai.
"Dasar tidak waras!" tukas Ainsley sangat kesal.
Karena ini bukan yang pertama kalinya Dixon melakukan itu pada Ainsley, maka tidak ada salahnya jika kali ini Ainsley membalas perbuatan Dixon.
Ainsley meraih pasta yang dipesan Emily lalu menuangkannya di kepala Dixon. Tak hanya itu, dengan cepat Ainsley mengguyur wajah Dixon dengan sisa jus miliknya.
"Oh no! Ini sangat mengagumkan," lirih Emily takjub.
Sekarang semua orang tengah memperhatikan Ainsley dan Dixon.
"Kau tahu rasanya sekarang?" tukas Ainsley lagi.
Ainsley membereskan barang-barangnya dan bersiap untuk pergi, namun Dixon lebih dulu meraih tangan Ainsley dan menariknya sehingga Ainsley terseret lalu jatuh ke pelukan Dixon.
Ainsley diam tak bergerak selama beberapa detik. Dia justru tak lepas menatap mata hijau zamrud milik Dixon.
"Kau begitu nyaman berada di pelukanku, hm? Kau tidak ingin bangun?" goda Dixon dengan senyum miring menghiasi bibirnya.
"Jangan terlalu percaya diri!"
"Ngomong-ngomong, kau sangat cantik, Ainsley," kata Dixon lagi.
"Lepaskan!" seru Ainsley. Ia mendorong mundur tubuh Dixon, namun sayangnya dia terpeleset. Dengan sigap Dixon menangkap Ainsley sehingga ia tidak jatuh ke lantai.
"Sepertinya kau memang begitu senang berada dalam pelukanku, Ainsley," kata Dixon puas.
"Never in your wildest dream!" kata Ainsley tajam. Kali ini Ainsley mendorong Dixon dengan sangat kuat. Ia sangat ingin cepat-cepat pergi dari hadapan Dixon.
Namun tidak semudah itu, Dixon tidak membiarkan Ainsley pergi begitu saja. Dixon kembali menangkap tangan Ainsley.
"Siapa bilang kau akan pergi? Kau harus bertanggung jawab membersihkan pakaianku."
"Tanggung jawab katamu? Lalu dimana tanggung jawabmu selama ini, huh?" tantang Ainsley.
"Aku tidak suka membahas yang sudah lalu. Sekarang aku akan bertanggung jawab. Ayo, ikutlah denganku."
"Hei, Dixon, kau akan membawa aku kemana?" tanya Ainsley.
"Kau akan tahu," balas Dixon tanpa mau melepaskan cekalan tangannya pada pergelangan tangan Ainsley.
Sampai. Ternyata Dixon membawa Ainsley ke taman kampus dimana disana ada saluran air. Lalu Dixon menyalakan kran airnya dan membiarkan air itu menyiram Ainsley sekaligus Dixon bersamaan.
"Hei, apa kau sudah gila? Matikan airnya sekarang. Apa kau pikir ini di halaman rumahmu sendiri? Dasar tidak tahu aturan!" maki Ainsley namun Dixon masih tidak juga mematikan keran airnya.
"Hei, aku sedang bertanggung jawab membersihkan pakaianmu. Bukankah kau ingin aku bertanggung jawab? Kenapa sekarang kau marah-marah?"
"Dasar tidak waras! Apa kau tidak bisa menggunakan otakmu untuk berpikir dengan baik?"
Percuma saja Ainsley menyuruh Dixon, akhirnya ia mematikan kran air itu dengan tangannya sendiri.
"Aku harap ini terakhir kalinya kau membuat masalah denganku. Jika ini terjadi lagi aku tidak akan bersikap lembut lagi padamu. Ingatlah, Dixon Hamilton!"
***
"Hatci! Hatci!"
Meskipun tadi Emily sigap dan bertindak cepat, memberikan Ainsley handuk dan membawanya pulang, tapi tetap saja itu terlambat. Ainsley terlanjur terkena flu sekarang.
Ainsley menggosok hidungnya yang tersumbat dan merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya yang kedinginan.
Ceklek.
Freddy masuk ke dalam kamar putrinya dengan raut cemas.
"Sayang, apa yang terjadi denganmu? Siapa yang membuatmu menjadi seperti ini? Siapa dia, katakan pada daddy. Berani sekali dia menyakiti putriku!" aura seorang ayah yang ingin melindungi putrinya pun keluar. Freddy selalu tak pernah membiarkan Ainsley sakit sedikitpun. Freddy selalu memanjakan Ainsley sejak kecil.
"Tidak ada, Dad. Ini hanya flu kecil biasa. Setelah aku minum teh buatan mommy aku akan lebih baik," balas Ainsley.
"Dasar kau ini! Daddy tidak akan melepaskan orang itu begitu saja."
"Emily, katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?" lanjut Freddy merasa tak sabar.
"I-itu, Paman. Sebenarnya tadi ada seseorang yang sengaja menjahili Ainsley. Orang itu menumpahkan jus pada Ainsley dan Ainsley berusaha membalasnya. Namun orang itu ingin Ainsley membersihkan pakaiannya. Karena sama-sama kotor akhirnya orang itu membawa Ainsley untuk membersihkan pakaian mereka dengan kran air yang ada di taman. Begitulah ceritanya, Paman Freddy," jelas Emily tak mau berbohong.
"Dasar anak kurang ajar! Siapa orang itu, Emily? Apakah dia seorang perempuan atau seorang pria? Katakan padaku, Emily, beritahu aku," tanya Freddy lagi.
"Sudahlah, Freddy. Itu hanya masalah kecil. Lagipula itu urusan anak-anak. Sebaiknya kau tidak ikut campur," kata Brianna yang baru saja masuk kedalam kamar putrinya dengan membawa segelas teh madu.
"Ini tehmu, Sayang."
"Thank you, Mom," balas Ainsley.
"Tidak bisa seperti itu, Brianna. Aku harus memberi pelajaran pada siapapun yang mengganggu putriku."
"Tidak, Dad, jangan. Mommy benar, ini hanya masalah kecil jadi tidak usah dibesar-besarkan. Lagipula jika daddy ikut campur aku rasa dia akan menganggap aku sebagai anak manja, tukang mengadu, benar begitu kan, Mom?" kata Ainsley sambil meminum tehnya sedikit demi sedikit.
"Benar sekali. Semakin kau berusaha melindungi putri kita maka orang itu akan semakin mengira Ainsley adalah gadis yang lemah. Jadi biarkan dia menyelesaikan urusannya sendiri. Jika hal seperti ini saja kau harus turun tangan jadi bagaimana kau akan melepaskan perusahaanmu pada putri kita? Dia juga sudah harus belajar bersikap bertanggungjawab, bukan?" kata Brianna menambahi.
"Ya ya ya, kau menang, Brianna. Kalian selalu menang," balas Freddy.
"Bukan, bukan masalah menang. Tapi apa yang aku katakan adalah benar, iya kan?"
"Ya, kau sangat benar, istriku."
"Baiklah aku tidak akan ikut campur. Tapi, Emily, paman minta agar kau harus selalu membantu Ainsley jika dia berada dalam masalah. Jangan meninggalkan dia sendirian, tolong."
"Aku mengerti, Paman. Aku pasti akan melakukannya."
"Terima kasih banyak, Emily."
Ting tong!
Bel rumah berbunyi. Siapa yang menekannya?
"Aku akan membukakan pintu," kata Emily.
"Baiklah, tolong ya, Em," balas Ainsley.
Emily mengangguk lalu pergi. Emily berlari kecil untuk membukakan pintu.
Ceklek.
"Siapa?"
***
Ainsely menyusul Emily, penasaran kenapa Emily lama sekali, memangnya siapa yang datang?"Emily, siapa yang datang?" tanya Ainsley."Dia ….""Kau?" seru Ainsley menyadari siapa yang datang."Untuk apa kau datang kemari? Belum puas kau mengerjaiku?" tukas Ainsley."Aku hanya ingin mengantarkan laptopmu. Mungkin kau masih membutuhkannya," kata Dixon santai.Ainsley merebut laptop itu
Semua usaha dan kerja keras Ainsley akhirnya membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Dia tidak harus membuang-buang waktu lama untuk menyelesaikan pendidikannya jika dia mampu menyelesaikannya dalam waktu singkat.Ainsley sangat mirip dengan ibunya yang pekerja keras dan selalu memiliki target untuk dirinya sendiri. Brianna juga menyelesaikan pendidikannya dengan cepat di masa pendidikannya. Karena saat itu Brianna ingin cepat-cepat mengabdikan dirinya pada keluarga Ashton.Keluarga Ashton adalah keluarga yang memungut Brianna, mendidiknya, menyekolahkan dan memberinya kasih sayang penuh. Terang saja jika Brianna ingin mengabdikam dirinya pada keluarga Ashton. Dan tidak ada yang menyangka akhirnya Brianna akan menikah dengan keturunan k
"Jadi kau tahu kan untuk apa para wanita melakukan diet?""Hm, ya, untuk menarik perhatian pria," celetuk Dixon asal."Oh, maaf. Tapi aku tidak melakukannya untuk itu!" tukas Ainsley."Oh ya? Tapi aku tertarik padamu.""Apa?""Kau tidak dengar aku bicara apa tadi? Hm, aku rasa pendengaranmu bermasalah. Sebaiknya kau pergi ke dokter THT setelah ini. Kau perlu aku antar?""Jangan ket
Sebuah mobil mewah terparkir di halaman restoran. Penumpangnya semua turun. Freddy, Brianna dan Ainsley memasuki restoran dan langsung menuju pada ruang VIP yang sudah dipesan sebagai tempat pertemuannya dengan keluarga Hamilton."Dad, bisakah aku pulang sekarang? Aku sungguh tidak ingin bertemu dengannya. Aku tidak ingin," rengek Ainsley yang sejak awal tidak setuju dan tidak ingin datang."Kau sudah sampai disini dan kau akan pulang? Lagipula apa kau tidak menyayangkan dandananmu yang secantik ini? Sangat jarang kau berdandan cantik seperti ini. Ayolah masuk," bujuk Freddy."Tidak, Dad. Aku tidak akan masuk atau aku mungkin akan mengacaukan makan
"Kau dapat teori itu dari mana?" cibir Ainsley dengan nada cuek."Itu bukan hanya teori saja, tapi bisa dibuktikan. Jika kau tidak mempercayai apa yang aku katakan maka kau boleh tanyakan itu pada ayahmu, atau pada ayahku, hm?" balas Dixon seolah menantang.Ainsley menatap ayahnya dengan lekat."Dad, katakan itu tidak benar," kata Ainsley dengan penuh harap. Menampakkan wajah harap-harap cemas.Freddy menggeleng pelan. "Yang dikatakan Dixon itu benar, Ainsley. Pria yang mengganggu wanita biasanya menganggap wanita itu spesial."
Dixon mengambil tissue untuk membersihkan saus dari ujung bibir Ainsley. Namun tak hanya itu, Dixon terus maju, semakin dekat dan semakin dekat lagi hingga wajah mereka hampir menempel. Dixon memiringkan wajahnya dan entah mengapa Ainsley malah memejamkan matanya. Hal itu membuat Dixon merasa memiliki akses. Namun itu tidak pernah terjadi karena,Plak!Ainsley menampar pipi Dixon dengan sangat kuat. Ainsley merasa sangat puas karena akhirnya ia memiliki kesempatan untuk menampar Dixon. Ini kesempatan yang sangat langka."Aw, apa yang kau lakukan, Ainsley? Ini sangat sakit," protes Dixon.
Drrtt ... Drrtt ....Ponsel Ainsley berdering saat Ainsley tengah mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer. Ainsley mematikan dulu hair dryer tersebut lalu mengangkat telepon masuk dari Emily."Hallo, Emily sayang. Ada apa pagi-pagi menelponku?""Ainsley, apa kau ada waktu hari ini? Ayo kita bertemu, aku merindukanmu. Biasanya kita selalu melakukan apapun berdua, tapi sekarang aku hanya melakukan semuanya sendiri saja. Itu sangat membosankan, Ainsley," kata Emily merajuk."Aku bilang juga apa, cepat selesaikan kuliahmu, lalu kau akan menjadi asistenku dan
Freddy mendengarkan nada sambung sambil menunggu telepon terhubung. Namun betapa terkejutnya Freddy ketika dia mendengar suara lelaki sebagai penerima telepon."Hallo," suara laki-laki di seberang sana."Siapa kau?" tanya Freddy dengan perasaan terkejut, takut dan cemas bercampur menjadi satu.Bagaimana jika Ainsley diculik? Bagaimana jika Ainsley dalam bahaya? Pikiran Freddy sudah liar kemana-mana."Paman Freddy, ini aku, Dixon.""Astaga, Dixon. Aku pikir kau adalah seo