Semua usaha dan kerja keras Ainsley akhirnya membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Dia tidak harus membuang-buang waktu lama untuk menyelesaikan pendidikannya karena dia mampu menyelesaikannya dalam waktu singkat.
Ainsley sangat mirip dengan ibunya yang pekerja keras dan selalu memiliki target untuk dirinya sendiri. Brianna juga menyelesaikan pendidikannya dengan cepat di masa pendidikannya. Karena saat itu Brianna ingin cepat-cepat mengabdikan dirinya pada keluarga Ashton. Keluarga Ashton adalah keluarga yang memungut Brianna, mendidiknya, menyekolahkan dan memberinya kasih sayang penuh. Terang saja jika Brianna ingin mengabdikam dirinya pada keluarga Ashton. Dan tidak ada yang menyangka akhirnya Brianna akan menikah dengan keturunan keluarga Ashton—Freddy. Meskipun tujuan Ainsley dan Brianna berbeda tetapi mereka punya semangat yang sama. Lulus lebih cepat merupakan kepuasan tersendiri bagi seseorang yang menempuh pendidikan, bukan? Setelah lulus dari pendidikannya, Ainsley langsung terjun ke perusahaan keluarganya. "Ini." Freddy menyodorkan sebuah map berisi data yang harus dipelajari. "Kau pergilah menemui klien setengah jam dari sekarang," lanjut Freddy. "Ini adalah tugas pertamamu di Emperor," kata Freddy lagi. "Baiklah, Dad, Aku berjanji akan melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan," kata Ainsley. "Ya, daddy tahu itu. Bekerjalah secara profesional meskipun kau adalah putri kesayanganku." "Aku mengerti. Aku permisi." "Oke." *** Ainsley masuk ke dalam restoran yang digunakan untuk pertemuannya dengan klien. Meja nomor 17 adalah meja reservasi untuk pertemuan kali ini. "Maaf, dimana meja nomor 17?" tanya Ainsley pada pelayan. "Oh, disebelah sana, Nona. Tiga meja dari sini, lurus saja," balas pelayan itu. "Baik, terima kasih," kata Ainsley dan pelayan itu mengangguk. Ainsley berjalan mendekati meja nomor 17 dan di sana sudah ada penghuninya. Ainsley memperhatikan laki-laki yang menjadi kliennya yang tengah duduk membelakangi Ainsley. Ainsley merasa sangat familiar pada sosok itu, tapi cepat-cepat ia membuang jauh pikiran itu. 'Itu hanya khayalanmu saja, Ainsley. Itu tidak mungkin dia,' batin Ainsley mencoba meyakinkan diri sendiri. Ainsley menarik napas panjang sebelum ia menemui kliennya. "Selamat siang, Tuan. Maaf saya terlambat—kau?" Ainsley tidak melanjutkan kata-katanya. Ternyata orang itu benar-benar seperti yang ada di dalam pikirannya. "Selamat siang, Nona Ainsley Luvena Ashton. Tidak masalah kau terlambat, tidak perlu meminta maaf karena aku juga baru saja datang," balas Dixon sangat tenang. "Kau tahu kalau klienmu adalah aku?" tanya Ainsley memincing. "Nona, silakan duduk. Akan lebih baik jika kita berbicara sambil duduk." Dixon tidak mengindahkan pertanyaan Ainsley. Dixon menarik satu kursi lalu mempersilakan Ainsley untuk duduk. "Terima kasih." Meski kesal Ainsley tetap masih tahu terima kasih. "Jadi,—" "Apa kau sangat senang sekarang?" potong Ainsley cepat. "Aku selalu senang bertemu dengan klienku dan aku akan selalu berusaha menjalin hubungan baik dengan klienku," balas Dixon tetap tenang. "Tapi aku tidak senang menjalin hubungan baik denganmu!" tukas Ainsley. "Aku heran, mengapa aku harus selalu bertemu denganmu? Aku sudah berusaha secepatnya meninggalkan kampus agar tidak bertemu denganmu lagi, tapi ternyata kita bertemu di eini. Ini merupakan masalah besar," kata Ainsley menggerutu. "Itu artinya kita berjodoh. Syukuri saja," celetuk Dixon. "Cih! Apa sudah cukup omong kosongmu? Aku akan pergi sekarang." Ainsley beranjak pergi namun Dixon tidak akan mengizinkannya semudah itu. "Tunggu dulu. Kita belum membicarakan apa pun dan kau sudah akan pergi?" "Aku tidak akan membicarakan apa pun denganmu!" "Hei hei hei, bagaimana kau akan menjadi penerus ayahmu jika kau kabur dari pertemuan dengan klienmu seperti ini? Apa ayahmu tidak mengajarkanmu untuk bersikap profeisonal, Ainsley?" cemooh Dixon. "Tutup mulutmu!" "Jika aku salah berbicara, itu berarti seharusnya kau tahu bagaimana bersikap profesional, hm?" sambung Dixon lagi. Ainsley membuang muka, tidak ingin melihat Dixon sedikitpun. "Ayo duduklah. Kau tidak lelah terus berdiri? Atau kau mau kita berdiskusi sambil berdiri sementara di sini ada banyak kursi kosong?" kata Dixon lagi yang tidak pernah mendapatkan balasan dari Ainsley. Bruk! Ainsley kembali duduk ditempatnya semula. "Gadis pintar. Ayo sekarang kau pesanlah makanan atau minuman dulu sebelum kita mulai berdiskuisi," pinta Dixon. "Itu tidak diperlukan. Aku ke sini bukan untuk makan," tukas Ainsley tajam. Dixon terkekeh. "Ya sudah jika itu maumu. Laki-laki yang baik akan selalu menuruti permintaan wanitanya." "Wanitanya?" Ainsley berseru memincing. "Ada apa? Bukannya kau seorang wanita, atau sebenarnya kau ini seorang pria?" tanya Dixon nyeleneh. "Jangan berbicara hal-hal yang tidak perlu dibicarakan. Itu tidak penting. Membuang-buang waktu saja," kata Ainsley tajam. Oh, jika seperti ini Ainsley sangat mirip dengan Freddy—ayahnya yang selalu suka to the point dan melakukan hal-hal yang tidak membuang waktu dengan percuma. Ya, baik sifat Brianna maupun Freddy menurun pada Ainsley. Dan Ainsley dapat menerapkannya pada beberapa situasi tertentu dengan tepat. "Oke baiklah. Kita mulai diskusinya. Kau ingin aku memanggilmu Ainsley, atau Nona agar terkesan kita ini seperti perwakilan perusahaa sungguhan?" "Terserah, itu tidak penting!" *** "Oke, jadi keputusannya, kau akan menerima kerja sama ini atau tidak?" tanya Dixon pada akhir diskusi. "Hm, ya, mari kita bekerja sama," balas Ainsley tanpa ragu. "Oke, deal. Semoga semuanya berjalan sesuai yang kita harapkan." "Tapi jangan harap kau bisa menindasku, Dixon. Awas saja jika kau berbuat seenaknya!" Dixon terkekeh. "Tenang saja. Jika dalam urusan pekerjaan aku tidak akan menindas klienku. Tapi diluar itu aku tidak yakin," kata Dixon dengan tersenyum miring. Ainsley memutar bola mataya jengah. "Baiklah, aku rasa sudah cukup. Terima kasih untuk hari ini. Aku akan pergi." "Apa kau tidak lapar setelah berdiskusi selama dua jam?" tanya Dixon. "Tidak!" "Tapi aku lapar," kata Dixon tanpa ditanya. "Jika kau lapar maka makanlah. Aku—" Dixon menahan tangan Ainsley yang tengah membereskan barang-barangnya. "Aku ingin kau menemaniku makan. Duduklah." "Tidak, aku tidak akan menemanimu!" "Oh ya? Kau menolak niat baik klienmu? Jika seperti ini kau bisa saja kehilangan banyak klien di kemudian hari. Kau tahu, kau harus menghormati ajakan klienmu, bahkan jika mereka memintamu untuk minum," tutur Dixon. "Aku juga bisa saja membatalkan kontrak dengan alasan aku tidak puas dengan pelayananmu," lanjut Dixon. "See? Kau menindasku sekarang." "Tidak, itu bukan urusan pekerjaan. Aku menindasmu diluar urusan pekerjaan. Aku sudah katakan itu tadi." "Oke, jika ini bukan urusan pekerjaan maka aku berhak menolak," kata Ainsley. "Baiklah, tapi aku juga berhak menolak—" "Cukup! Cepat pesan makananmu dan selesaikan dengan cepat. Aku tidak punya banyak waktu!" "Aku tahu kau akan menemaniku," kata Dixon tersenyum puas. "Pelayan ...." *** "Kenapa kau tidak makan?" tanya Dixon pada Ainsley yang hanya memainkan ponselnya sejak tadi. "Sudah kubilang aku tidak lapar," balas Ainsley tanpa menatap pada lawan bicaranya. "Apa kau diet? Ah, perempuan sangat suka menyusahkan diri sendiri. Jika lapar maka makanlah saja, untuk apa diet-diet segala?" celetuk Dixon. Ainsley mengerutkan kening menatap Dixon. "Hei, apa kau menyukai wanita yang gemuk?" tanya Ainsley. "Tentu saja tidak." "Jadi kau menyukai bentuk tubuh yang idel kan?" tanya Ainsley lagi. "Tentu saja iya." "Jadi kau tahu kan untuk apa para wanita melakukan diet?" tanya Ainsley lagi. "Hm, ya, untuk menarik perhatian pria," celetuk Dixon asal. "Oh, maaf. Tapi aku tidak melakukannya untuk itu!" tukas Ainsley. "Oh ya? Tapi aku tertarik padamu." "Apa?" ***Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu tampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru. Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah. Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin deras. Puk! Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatap gambaran diri yang terpantul pada cermin. "Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley. Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mommy memang sudah dewasa, dan dia
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati. Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. DE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya. Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Dynamit menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka pertama kalinya. Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan saat itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket DE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara. "Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik, bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan. "Hanya ada satu varian facial wash?" tanya salah s
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati. Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang di sana tak ada yang bereaksi.. "Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan di sana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... aku tidak boleh tertahan di sini," gerutu Ainsley pelan. Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka. "Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan. Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan. "Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu, aku harus pergi sekarang," lanjut Ainsley. "K
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mampu bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex. "Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani menerapkannya di medan pertarungan," sambung Brandon. "Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapan pun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sudah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius. "Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan. "Aku siap!" balas Ainsley mantap. "Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi. "Ya, itu tidak masalah." "Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon. "Oh ya, hari ini kebetulan aku ada acara, jadi kau bisa pulang l
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru DE BRIGHTENING setelah keluarnya body wash dan body lotion yang sangat fantastis itu. "Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya. "Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat. "Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke. "Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya," lanjut Dixon. "Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada di sini, kan? Jarang-jarang Ainsley bisa
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan. "Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya. "Aku baik, Dad." "Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna. "Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley. "Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati. "Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?" "Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja." "Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda. "Apa?" "Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy. "Tapi mommy benar, kau memang harus makan yang banyak, Ainsley," lanjut Freddy lagi. "Iya iya, Dad. Aku akan habiskan i