Ainsely menyusul Emily, penasaran mengapa Emily lama sekali.
"Emily, siapa yang datang?" tanya Ainsley. "Dia …." "Kau?" seru Ainsley menyadari siapa yang datang. "Untuk apa kau datang ke sini? Belum puas kau mengerjaiku?" tukas Ainsley. "Aku hanya ingin mengantarkan laptopmu. Mungkin kau masih membutuhkannya," kata Dixon santai. Ainsley merebut laptop itu dengan kasar. "Aku sudah menerima laptopku, jadi sekarang kau pergilah!" "Ya, aku memang akan pergi," balas Dixon kemudian berbalik dan pergi. "Emmm, Ainsley sepertinya aku juga harus pulang," ucap Emily setelah Dixon hilang dari pandangan. "Kau tidak ingin tidur di kamarku malam ini, Em?" ""Tidak, Ainsley, aku harus pulang." "Baiklah, kau hati-hati. Terima kasih sudah mengantarku pulang," balas Ainsley. "Tak masalah. Sampai jumpa." Kedua gadis itu berpelukan singkat, sebelum mereka berpisah. Setelah Emily pergi, Ainsley kembali ke kamarnya dengan perasaan kesal. "Keterlaluan! Jika ingin menggangguku, apa dia tidak bisa menggangguku saja, tidak perlu merusak tugasku segala! Menyebalkan! Oh, atau jangan-jangan dia melakukn ini karena dia tidak ingin aku menyainginya, dan tidak ingin aku lebih unggul darinya? Kau licik, Dixon!" Ainsley bermonolog. Laptopnya basah dan tidak bisa menyala. Akhirnya Ainsley terpaksa mengerjakan ulang tugas yang sudah hampir selesai tadi menggunakan laptop lain. "Dasar, merepotkan!" gumam Ainsley sendiri. Ketika masih menggerutu, pintu kamarnya diketuk dari luar, membuat gadis itu berpaling ke arah pintu. "Ainsley, cepat turun, jangan lewatkan makan malam!" seru Brianna dari luar. "Iya, Mom, aku akan segera turun," balas Ainsley sedikit berteriak agar ibunya bisa mendengarnya dari luar sana. "Oke, kami menunggumu. Turunlah egera, Ainsley sayang." "Yes, Mom." Ainsley segera turun dari kasurnya dan bergegas pergi ke meja makan sesuai perintah. Bukan hanya ada ayah dan ibunya, di sana juga ada teman baik Freddy yaitu Felix dan Helena serta Edison—anak mereka. "Paman, Bibi, ternyata kalian di sini? Selamat malam," sapa Ainsley pada Felix dan Helena. "Iya, bibi merindukan mommy-mu jadi bibi ke sini," balas Helena. Ainsley mengangguk paham. "Kak Ainsley, kau tidak menyapaku?" celetuk putra Helena dan Felix. "Hai, Ed. Maafkan aku karena tidak menyapamu," balas Ainsley sambil melempar senyum manisnya. "Tak apa, aku memaafkanmu," balas Edison cepat. "Oh ya, Kak. Setelah makan aku ingin berdiskusi denganmu? Masalah bisnis. Kau tahu? Aku sangat kesal pada daddy," lanjut Edison lagi. "Hm, mengapa kau kesal pada paman Felix, Edison?" tanya Ainsley. "Bagaimana tidak? Daddy saja tidak mau mengurus perusahaan kakek saat dia masih muda, tetapi sekarang dia memaksaku untuk masuk ke perusahaan. Merepotkan!" Edison menggerutu panjang. "Hahaha ... Tidak apa, Ed. Sekarang kau mungkin terpaksa melakukannya, tapi suatu hari kau akan menikmatinya. Sekarang ayo makan dulu. Setelah ini kita akan berdiskusi." "Oke baiklah." "Ainsley, makanlah yang banyak. Kau masih dalam masa pertumbuhan. Kau masih bisa bertambah cantik." celetuk Felix. "Baik, Paman. Aku akan makan yang banyak supaya bertambah cantik," balas Ainsley kemudian semua orang tertawa. "Bagus. Semuanya ayo makanlah yang banyak," lanjut Felix bersikap seolah dialah tuan rumahnya. Makan malam berjalan dengan hangat, diselingi obrolan santai dan humor yang membuat mereka tertawa. Ainsley dan Edison lebih dulu menyudahi makan malam, dan beralih ke balkon untuk berdiskusi, tapi ketika Edison mendengar Ainsley bersin-bersin, pemuda itu menyadari ada yang tidak beres. "Kak, kau sedang sakit?" tanya Edison menyelidiki. "Aku hanya flu," balas Ainsley sambil merapatkan mantel yang dikenakan. "Sudahlah, lain kali saja kita berdiskusi lagi, sekarang kakak harus istirahat, masuklah ke kamar." "Tidak apa-apa, Ed, lanjutkan saja." "Jangan membantahku, Kak! Cepat pergilah ke kamar dan istirahat! Besok kau harus sudah sembuh dan mari berdiskusi lagi." Ucapan tegas Edison yang demikian sangat mirip dengan ayahnya. Ainsley tersenyum sambil mengusap kepala Edison yang sudah dianggapnya seperti asik sendiri. "Baiklah aku akan pergi istirahat. Aku akan menepati janjiku, berdiskusi denganmu kalau sudah sembuh." "Baik, aku tunggu!" Ainsley haya mengangkat jempol laku berjalan melewati Edison. Namum sebelum dia benar-benar pergi, gadis itu berbalik dan menggoda Edison. "Kau sudah cocok menjadi pemimpin, Edison kecilku." *** Suara ketukan sepatu yang mengenai lantai terdengar jelas pada pagi yang cukup sepi ini. Seorang gadis berjalan di lorong, dia mengenakan masker, sweater, dan juga syal pagi ini. Itu karena dia tidak ingin seorang pun tertular. Tiba-tiba seorang berjalan mensejajari langkah gadis itu dan tak lupa menyapanya. "Hai, Ainsley, selamat pagi," sapanya manis. Ainsley tak menyahuti. Tanpa melihat pun ia tahu siapa dia. "Ainsley, mengapa kau diam saja? Dan pagi ini kau tampak aneh. Mengenakan masker dan syal? Apa kau salah kostum mengira ini musim salju?" celetuk orang itu lagi. "Hatci!" Tiba-tiba Ainsley bersin. "O-ow." Reaksi orang itu saat Ainsley bersin adalah terkejut. Sebenarnya Ainsley sudah jauh lebih baik, tapi untuk berjag-jaga, dia mengenakan perlindungan diri. "Kau flu? Apa itu karen aku kemarin?" tanya orang itu lagi. Ya, siapa lagi yang senang mengganggu Ainsley selain Dixon? "Jangan sok merasa bersalah dan pergilah sekarang juga! Aku malas melihatmu," tukas Ainsley. "Oh, baiklah kali ini aku akan menurutimu. Aku akan selalu berada disampingmu dan membantumu," balas Dixon bertentangan dengan perintah Ainsley. "Apa kau tidak mengerti bahasaku? Pergilah, Dixon! Kau sangat menggangguku!" "Hei, aku minta maaf, oke?" kata Dixon. Ainsley tiba-tiba menghentikan langkahnya, membuat Dixon hampir menabrak punggung gadis itu. "Untuk apa kau minta maaf jika kau terus mengulangi kesalahan yang sama?" tanya Ainsley. "Tidak, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi," kata Dixon patuh. "Sampai kau sembuh," lanjutnya lagi dengan senyum jahil menghiasi. "Jadi maksudmu jika aku sudah sembuh kau akan seenaknya mengerjaiku lagi?" sentak Ainsley. "Yaaa ... begitulah," balas Dixon enteng. "Dasar tidak waras! Jangan ikuti aku lagi. Aku tidak ingin melihatmu lagi. Aku mrmbencimu, Dixon!" kata Ainsley kemudian pergi begitu saja. Ia sangat tidak sabar menghadapi Dixon. Dixon tersenyum menatap kepergian Ainsley. Senyum miringnya menimbulkan kecurigaan sipa pun yang melihatnya. "Apa lagi yang kau rencanakan, hm?" tanya Emily yang tiba-tiba muncul di belakang Dixon. "Oh, hallo, Emily, bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Dixon dan Emily meyakini itu hanya basa-basi saja. "Tidak perlu beromong kosong. Sekarang katakan saja apa maumu, Dixon! Sungguh, aku tidak akan membiarkanmu berulah lagi. Ingat itu!" ancam Emily. "Memangnya kau bisa apa untuk menghentikanku, hm? Menggodanya adalah hobiku. Kau tidak akan bisa menghentikanku." "Dan dia sahabatku. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya, kau tahu itu?" Dixon terkekeh mengejek. "Kita lihat saja nanti, Emily," kata Dixon terdengar menantang. "Bye, Emily," lanjutnya kemudian pergi begitu saja dengang smirk bermain di bibirnya. Emily menatap kepergian Dixon dengan sangat kesal. "Ainsley sangat ingin lulus lebih cepat. Jika dia terus saja dan selalu merusak tugas Ainsley maka aku tidak akan membiarkannya. Awas saja kau, Dixon!" *** "Hei, Bro. Kau tampak sangat bergembira. Apa kau baru saja menang lotre?" tanya Erlan, salah satu teman Dixon. "Tidak. Tidak ada istilah menang lotre di dalam kamusku," balas Dixon. "Lalu apa yang membuatmu sebahagia ini?" tanya Erlan lagi. "Aku tidak akan memberitahumu, Erlan. Aku tidak akan membagi kebahagiaanku denganmu," balas Dixon. "Dasar kau pelit! Apa menurutmu jika kau membagi kebahagiaanmu maka kebahagiaanmu akan berkurang, begitu?" tanya Erlan kesal. "Tidak hanya itu saja. Kau mungkin bisa saja mengambil kebahagiaanku jika kau berniat jahat, kau bisa saja merebutnya dariku. Iya, kan?" "Astaga. Kau ini memang payah! Tidak tahu cara menghargai orang lain. Apa salahnya kau berbagi? Tapi jika kau tidak ingin melakukannya kau juga tidak perlu menuduh orang sembarangan." Sebenarnya Erlan dan Dixon adalah teman yang cukup dekat. Tetapi memang begitulah Dixon. Kata-katanya selalu pedas. "Ya sudah. Bukankah aku sudah mengatakan, aku tidak ingin berbagi. Kau yang memaksa dan sekarang kau yang mengomel. Siapa yang payah?" Dixon membalikkan kata-kata Erlan. "Sudahlah. Aku malas berdebat denganmu," serah Erlan. "Mr. Larkson memanggilmu tadi. Sebaiknya kau segera datang ke ruangannya," lanjut Erlan. "Hm? Ya baiklah. Aku akan datang ke sana saat aku sudah ingin melakukannya," balas Dixon enteng. "Astaga! Mengapa ada orang sepertimu? Aku sangat ingin mebunuhmu sekarang, Dixon!" "Tidak akan bisa. Karena sebelum kau membunuhku mungkin aku yang akan lebih dulu membunuhmu." balas Dixon tetap santai. Erlan memutar bola matanya jengah. "Terserah!" Erlan tidak mau meneruskan perdebatan itu, sehingga ia memilih untuk pergi meninggalkan sahabatnya seorang diri. *** "Semuanya sangat bagus, Ainsley. Kau sudah bekerja keras dan hasilnya sangat memuaskan. Aku senang." "Terima kasih, Mister." "Baiklah aku sudah memutuskan. Kau akan segera lulus." "Baik, sekali lagi terima kasih banyak, Mister. Aku sangat senang jika Anda puas," balas Ainsley. "Ya, sekarang kau boleh keluar." "Baik, Mister. Sekali lagi, terima kasih." Ainsley pun keluar dari ruangan tersebut. Gadis itu melangkah ruang dengan senyum lebar tercetak di bibirnya. "Akhirnya ... sebentar lagi ...." Ainsley sangat bahagia sekarang. "Aku akan segera pergi dari kampus ini dan aku tidak akan bertemu denganmu lagi, Dixon," gumam Ainsley pelan. "Siapa bilang kita tidak akan bertemu lagi?" tiba-tiba Dixon muncul entah dari mana. "Apa maksudmu?" tanya Ainsley. "Haha … kita lihat saja nanti, Ainsley." ***Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu tampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru. Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah. Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin deras. Puk! Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatap gambaran diri yang terpantul pada cermin. "Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley. Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mommy memang sudah dewasa, dan dia
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati. Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. DE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya. Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Dynamit menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka pertama kalinya. Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan saat itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket DE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara. "Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik, bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan. "Hanya ada satu varian facial wash?" tanya salah s
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati. Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang di sana tak ada yang bereaksi.. "Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan di sana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... aku tidak boleh tertahan di sini," gerutu Ainsley pelan. Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka. "Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan. Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan. "Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu, aku harus pergi sekarang," lanjut Ainsley. "K
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mampu bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex. "Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani menerapkannya di medan pertarungan," sambung Brandon. "Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapan pun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sudah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius. "Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan. "Aku siap!" balas Ainsley mantap. "Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi. "Ya, itu tidak masalah." "Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon. "Oh ya, hari ini kebetulan aku ada acara, jadi kau bisa pulang l
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru DE BRIGHTENING setelah keluarnya body wash dan body lotion yang sangat fantastis itu. "Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya. "Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat. "Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke. "Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya," lanjut Dixon. "Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada di sini, kan? Jarang-jarang Ainsley bisa
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan. "Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya. "Aku baik, Dad." "Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna. "Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley. "Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati. "Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?" "Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja." "Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda. "Apa?" "Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy. "Tapi mommy benar, kau memang harus makan yang banyak, Ainsley," lanjut Freddy lagi. "Iya iya, Dad. Aku akan habiskan i