Share

Bukan Saya Yang Memaksa

“Loh, pak Pandu? Kok kesini enggak bilang-bilang dulu?”

“Sejak kapan saya harus bilang dulu kalau mau datang ke rumah saya sendiri?”

“Ini rumah saya, bu Ghiana yang minjemin.” Jawab Maira dengan bibir mengerucut maju.

“Kamu masak?” Tanya Pandu, laki-laki itu jelas sama sekali tidak peduli dengan rajukan istri ke duanya.

“Iya, tapi bapak enggak boleh minta.”

“Siapa juga yang mau minta, saya bisa beli makanan di luar.” Jawab laki-laki itu dengan dingin.

“Bagus deh, malam ini saya bener-bener masak cuma untuk satu porsi soalnya.”

“Bikin apaan?”

“Ramen. Hehehe.”

Pandu mengikuti Maira yang berjalan ke dapur rumah perempuan itu yang sederhana, perempuan itu mengangkat tutup pancinya. Seketika Pandu bisa mencium aroma gurih makanan dan pedasnya bubuk cabai.

“Itu ramen?” laki-laki itu pernah memesan ramen dari restoran jepang favoritnya, tapi tidak pernah melihat ramen seperti yang ada di dalam panci masakan Maira.

“Iya, ramen ala-ala. Tadi siang saya nonton youtube pak sama ibu-ibu yang waktu itu, terus liat orang bikin mie kayak gini. Namanya ramen.” Aroma mie yang di masak Maira semakin harum, Pandu melirik isi panci dengan sudut matanya.

“Orang kota tuh aneh-aneh ya pak, mie aja namanya banyak. Kemaren spageti, ini ramen. Di kampung paling mahal ya saya makan mie goreng hahahaha.”

“Ekhm, saya mau mandi dulu.”

“Mandi?” Maira membalikan badan, barulah perempuan itu bisa melihat kertas-kertas belanja yang sejak tadi di bawa oleh pandu.

“Kamu bilang baru selesai datang bulankan?” Maira menganggukan kepala gugup.

“Itu artinya, minggu ini adalah masa subur kamu kan?” Maira mengangguk, tapi kemudian menggelengkan kepala.

“Sa.. saya enggak tau pak.” Pandu mengangguk paham, mungkin perempuan ini sama sekali tidak mengetahui soal reproduksi.

“Pokoknya saya akan tinggal di sini selema beberapa hari, jadi mulai besok kamu harus masak lebih dari satu porsi. Paham?”

“Eng, iya pak.”

Maira sudah mulai makan ketika Pandu keluar dari kamar, rambutnya setengah basah dan pakaian yang di kenakan laki-laki itu terlihat baru. Pandu duduk tepat di hadapan Maira yang sedang menyeruput mie dari mangkuk, sementara panci ramen di meja makan masih mengepulkan asap.

“Bapak bener enggak akan minta makanan saya kan?” tanya Maira tiba-tiba.

“Iya. Kenapa?” Jawab Pandu, laki-laki itu berusaha mempertahankan wajah datarnya. Sama sekali tidak ingin Maira tau kalau sejak tadi ia terus saja melirik isi panci ramen perempuan itu yang masih mengepul.

“Bapak dari tadi ngeliatin makanan saya terus loh, saya jadi enggak enak.”

“Itu cuma perasaan kamu aja, udah kamu lanjut makan aja.”

Maira mengerucutkan bibir, perempuan itu menolak percaya pada Pandu. Karena itu Maira memutuskan untuk mengambil satu mangkuk lagi dari dapur dan membagi makan malamnya dengan suami barunya itu.

“Saya enggak bisa nelen makanan saya, kalau bapak ngeliatin terus. Jadi bapak ikutan makan aja, nih.”

“Saya udah bilang kalau enggak akan minta makanan kamu kan.”

“Yaudah kalau enggak mau, saya mau makan-”

“Yah, tapi kalau kamu memaksa apa boleh buat kan?” Pandu segera mengambil mangkuk di tangan Maira sebelum perempuan itu benar-benar mengurungkan niatnya untuk membagi makan malamnya dengan Pandu.

“Saya enggak minta loh, tapi di kasih. Kamu yang punya inisiatif untuk berbagi.”

“Iya pak, terserah. Terserah bapak aja.” Jawab Maira dengan kesal, perempuan itu mendadak kenyang melihat seberapa lahap Pandu memakan ramen ala-ala buatannya.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Sal Salasiah
Bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Ropi Anto
seru ceritanya
goodnovel comment avatar
Riat Tiar
ternyatA pake bayAr ya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status