Pandu terbangun dan ranjang di sampingnya sudah kosong, laki-laki itu melirik jam di nakas. Pukul 06.00 pagi, sembari mengerang laki-laki itu beranjak dari kasur dan pergi membersihkan diri. Di bawah pancuran air shower Pandu memutar lagi kegilaannya semalam.
“Sialan!” makinya sembari meninju tembok, Pandu sama sekali tidak tau kenapa. Tapi melihat Maira tanpa takut mengutarakan rencananya dan bahkan tanpa keberatan menukar banyinya nanti dengan sejumlah uang membuat perasaan laki-laki itu tidak nyaman.
“Pagi.” Pandu terkejut, karena Maira menyambutnya dengan riang begitu pintu kamar terbuka.
“Hmm, pagi.”
“Mau sarapan apa pak? Nasi goreng, roti atau lontong? Tapi kalau lontong harus beli dulu ke depan.”
“Nasi goreng aja.” Maira mengambilkan sarapan untuk Pandu dengan tenang, sama sekali tidak merasa kikuk meskipun Pandu benar-benar merendahkannya semalam. Sementara Ella sibuk deng
“Jadi, untuk jadwal selanjutnya bapak ada meeting di O’Resto dengan PT Buana Putra. Kira-kira bapak perlu di siapin apa?”“Pak?”“Oh, iya kenapa?”“Untuk meeting sama PT Buana Putra di O’Resti nanti, bapak ingin di siapkan apa?”“Enggak ada, kamu siapin kayak biasa aja.”“Baik pak.”“Ngomong-ngomong Dar, kamu tau perempuan itu suka luluh kalau di kasih apa?” Dara, sekretaris Pandu langsung berdiri tegak begitu mendengar pertanyaan atasannya. Selama ini Pandu tidak pernah bertanya hal seperti itu kepadanya.“Hadiah?”“Iya? Kalau kamu berantem sama pacar kamu, biasanya dia kasih hadiah apa untuk ngebujuk kamu?”“Eng, bapak lagi ada masalah sama ibu Ghiana?”“Ck, udah jawab aja.”“Ekhm, pacar saya enggak pernah kasih kado pak. Dia cuma bakal die
“Enak?” Tanya Pandu ketika Maira sudah meraih kotak bento ke enam.“Enak pak, ini apa tadi namanya?”“Bento.”“Iya, bentonya juga rasanya beda-beda terus enak semua.” Pandu berjanji di dalam hati untuk memberikan bonus kepada sekretarisnya yang memiliki ide luar biasa untuk memesankan berbagai jenis bento untuk di kirim ke rumah Maira.“Ini beneran buat saya semua pak? Bapak beneran udah makan kan?”“Hmm, makan aja. Saya ngeliat kamu makan aja kenyang.” Jawab Pandu sembari menyeruput teh yang di buatkan oleh istrinya itu, Ella masih berkutat dengan barang-barang di dapur sedangkan Udin supir pribadinya sudah kembali ke rumah besar dan akan datang kembali untuk menjemputnya besok.“Itu hadiah buat siapa sih pak? Banyak banget.”“Buat orang tadinya, tapi dia enggak mau jadi saya bawa pulang lagi.”“Hah, ada yang nolak di kasih ha
Ella masih tidak dapat menahan rasa malunya, perempuan itu semakin merasa kesal dengan Maira yang menurutnya selalu bersikap sok polos di depan Pandu.“Beresin tuh! Males saya bantu kamu.” Ella menyentak Maira dengan kasar, bagi pelayan itu Maira bukan atasannya jadi tidak ada alasan untuknya menghormati Maira sama seperti Ella menghormati Pandu atau Ghiana. Sementara Maira yang sama sekali tidak pernah merasa sebagai nyonya besar, hanya menggedikan bahu. Tidak peduli pada Ella yang misuh-misuh di dalam kamarnya.“La, saya ke depan sebentar ya.”“Hmm.” Jawab perempuan itu sama sekali tidak menoleh, Ella memilih sibuk dengan ponselnya melakukan selfie dari berbagai sisi dengan pakaiannya yang ketat.Ella tanpa sadar tertidur, perempuan itu membuka mata karena merasakan lapar di perutnya. Sayangnya begitu membuka pintu kamar, Ella sama sekali belum menemukan makanan di meja makan.“Dari mana aja sih?
“Kamu pulang mas? Udah bosen sama yang di sana?” Ghiana bertanya sembari membersihkan wajahnya dari makeup. Perempuan itu baru saja pulang dari kegiatan sosialitanya.“Sam bilang kamu ngelarang kepala pelayan untuk mecat Ella.”“Iya, kamu enggak suka?”“Bukan, aku cuma eggak mau kamu nyesel aja nanti.”“Apa yang bisa aku sesalin dari Ella? Yang bikin aku nyesel itu udah ngebiarin kamu menikah sama Maira! Perempuan ular, aku kira dia perempuan polos.”“Kamu terlalu khawatir sama Maira kayaknya, sampe enggak bisa berfikir jernih. Kamu enggak bisa ngebedain mana kebenaran dan mana kebohongan. Kasian.”“Maksud kamu apa?!”“Enggak ada, aku cuma mau peringatin kamu aja. Supaya kamu enggak terlalu kecewa karena udah bela orang yang salah.” Ucap Pandu sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi.Pandu yang sedang memejamkan mata d
“Rudi udah buat surat undangan interview pak, rencananya akan di kirim hari ini via email.” Pandu yang sedang membaca laporan yang di berikan oleh Sam menganggukan kepala.“Maira tau cara menggunakan email?” tanya laki-laki itu sangsi.“Sudah saya ajari pak, terakhir itu Maira udah bisa tau tanda ada email masuk dan gimana cara membalasnya.” Pandu spontan mengangkat kepala, laki-laki itu berusaha mengontrol mimik wajahnya.“Kamu ngajarin Maira?” tanya Pandu sangsi, telunjuknya mengetuk-ngetuk resah. Laki-laki itu merasa terganggu dengan kenyataan Sam mengajari Maira tanpa sepengatahuannya.“Kapan?”“Baru-baru ini, tepatnya semenjak bapak kembali ke rumah utama.”“Kamu enggak izin sama saya?”“Eh?” Sam mendadak bingung, karena jelas beberapa waktu lalu Pandu memberi laki-laki dengan stelan rambut klimis itu in
Pandu duduk di ruang menonton sembari menopangkan dagunya pada jari-jarinya yang saling bertaut. Laki-laki itu sedang menunggu Maira yang sedang mencoba pakaian di dalam kamarnya. Laki-laki itu memaksa Maira untuk mengenakan beberapa pakaian yang beberapa waktu lalu ia belikan, Maira sempat menolak dan mereka berdebat tapi Pandu dengan sejuta akalnya berhasil memenangkan perdebatan.“Gimana?” Maira keluar, dengan mengenakan blouse berkancing putih polos dengan bawahan rok hitam di atas lutut. Blouse yang sedikit trasparan dan kancingnya masih belum sanggup menutupi belahan dada perempuan itu.“Bagus enggak pak?” Pandu sedkit tersentak, sesaat tadi pikirannya memang melayang entah kemana. Pandu dengan kurang ajarnya membayangkan Maira terbaring pasrah di atas meja kerjanya yang berantakan.“Ekhm, coba ganti yang lain.” Bibir Maira sedikit mengerucut maju, tapi perempuan itu tetap menuruti Pandu dengan mencoba pakaian yang lain.
Pandu sampai di rumahnya dan Ghiana saat hampir tengah malam, laki-laki itu sudah kehabisan akal untuk bertahan di rumah Maira tanpa membuat istri rahasiannya itu besar kepala. Pandu menyampirkan jas kerjanya di lengan sebelum membuka pintu kamarnya yang temaram.“Wah, kamu lagi ngerayain sesuatu Ghi?” tanya Pandu melihat Ghiana di kelilingi botol anggur, makeup di wajah perempuan itu berantakan.“Kamu melakukannya mas?” tanya Ghiana dengan suara serak?”“Melakukan?”“Kamu tidur sama pelayan sialan itu?” Pandu tersenyum miring sembari membuka kancing-kancing kemeja.“Gimana aku bisa nolak kan? Dia cukup cantik untuk sekedar jadi alat pelepas penat”“Mas!”“Jangan salahkan aku, kamu yang ngasih pelayan itu kesempatan untuk ngegoda suami kamu ini.”“Aku kirim dia bukan untuk kamu tiduri!”“Oh, ayolah Ghi. Ini bukan k
“Jadi lo enggak yakin bisa lolos?” Maira yang sedang menggigiti sedotan minumannya menganggukan kepala lemas, perempuan itu baru saja menyelesaikan wawancara kerjanya satu jam yang lalu dan sekarang sedang menikmati makan siangnya tanpa gairah bersama Sam.“Jangan pesimis lah, pasti lolos.” Ucap Sam sembari meringis lucu, Maira jelas akan lolos karena Pandu sendiri yang menjaminnya.“Susah banget ya sekedar mau jadi tukang bersih-bersih di kota.” Ratap Maira, perempuan itu sama sekali tidak keberatan dengan jabatan sebagai cleaning service yang di tawarkan Sam. Ia cukup tau diri, dengan latar belakang Pendidikan dan pengalamannya pekerjaan itu adalah pekerjaan terbaik yang bisa ia dapatkan untuk mencari uang tambahan.“Udah, enggak usah terlalu di pikirin. Kalau memang yang ini enggak dapet, nanti gue bantu cari kerjaan yang lain.” Maira kembali menganggukan kepala, perempuan itu mulai menyantap bakso malang di man