Sesosok makhluk yang tak Barata kenali muncul dari balik debu yang berterbangan, dengan tubuh yang mencengangkan seperti makhluk mitos. Bagian bawah seperti tubuh laba-laba, sedangkan tubuh bagian atasnya berupa manusia. Ia nampak cantik.
Penampilannya begitu menggoda, bahkan seorang putri kerajaan akan menciut ketika berada di sampingnya. Dua gunung penuh nan besar menjulang dengan bangganya, saat makhluk itu melihat Barata dengan sebuah senyuman. Jari telunjuknya yang lentik menunjuk ke arah Barata.
Mata makhluk itu begitu indah dan memikat, seperti ada pesona yang tak dapat ditolak. Auranya tidak hanya kuat, ada sebuah keseksian dan godaan yang begitu mendominasi darinya.
Makhluk itu berada di belakang benda yang tadinya Barata sentuh. Makhluk itu terlihat seperti seorang pelindung, hawa keberadaannya begitu besar, dan dia tampak menjadi pusat dari seluruh kekuatan yang ada di dalam ruangan itu.
Barata terdiam dan tak bergerak. Dia hanya bisa memperhatikan makhluk itu tanpa bisa berbuat apa-apa. Barata merasa tak bisa menggerakkan tubuhnya seolah-olah dia mematung, meski matanya masih bisa bergerak.
Barata menantikan apa yang akan dilakukan makhluk tersebut. Ketika Barata berada di dekatnya, ia sudah kelelahan. Dia merasa lelah bukan hanya karena tekanan fisik yang tidak bisa ia tahan, akan tetapi tekanan mental yang secara tiba-tiba menyerang dirinya.
Barata berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri sembari melihat makhluk di depannya ini. Entah mengapa, makhluk itu tampak sedang menanti dirinya. Makhluk itu diam dan melihat Barata.
Mata makhluk itu menusuk dan merasuk ke dalam hati. Tatapan itu membuat Barata terpesona. Di pandangan mata Barata, makhluk di depannya itu tidak lagi terlihat seperti makhluk yang tadinya ia lihat, melainkan sosok wanita yang sangat ia rindukan dan ia cintai. Barata seperti melihat istrinya sedang menunjukkan jari lentiknya sembari memintanya mendekat.
Perlahan-lahan, Barata mendekati makhluk itu meski ia harus menyeret tubuhnya. Lelaki itu terus berjuang untuk sampai di depannya. Rasa sakit yang terus menjalar di sekujur tubuhnya ia abaikan beserta bercak darah yang menetes di lantai ketika ia menyeret tubuhnya.
Barata membiarkan luka yang ia terima semakin terbuka. Dia tidak peduli lagi dengan kondisinya sendiri. Dia hanya ingin sampai di sisi istrinya. Mata Barata memerah, dan air mata darah keluar dari matanya. Pada saat Barata berada tepat di depan benda itu serta istrinya, ia menjulurkan tangannya.
Tatapan mata Barata begitu tegas dan penuh tekad, meskipun sesekali terlihat melankolis. Dengan sisa tenaganya, dia menjulurkan tangannya ke arah jari lentik istrinya, sembari tersenyum manis. Lantas, senyum manis itu berubah menjadi senyum dingin, dan matanya menjadi tegas.
Tangan yang tadinya menjulur ke arah sang istri, lantas berbalik menuju ke benda di sisi istrinya . Dengan sisa tenaga yang dia miliki, Barata dengan paksa mengambil benda berbentuk belati itu.
“Uhuk !!! Uhuk !!!” Darah memuncrat keluar dari mulutnya.
Sesaat setelah Barata menggenggam benda itu, dia merasa seluruh tubuhnya di hantam ratusan benda tumpul, lantas ditusuk dengan ribuan jarum. Dia merasakan penderitaan itu selama setengah jam lamanya.
Barata tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia hanya terbaring sembari menggenggam kuat-kuat belati itu, walaupun darah masih mengalir dari mulutnya. Dia benar-benar tidak bisa bergerak.
Setengah jam setelah itu, dia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Dia pun masih mengingat jelas apa yang terjadi beberapa waktu lalu. Siksaan itu masih tertanam jelas di ingatannya termasuk pengulangan kenangan pahit, melawan monster aneh, dan lagi bertemu sesosok makhluk yang tak biasa yang kemudian menjelma menjadi istrinya.
Namun, saat ini, saat dia membuka matanya, dia mendengar sebuah suara yang entah dari mana bergaung..
“Menarik, manusia rendah tanpa kekuatan sepertimu mampu menghapus ilusiku dan menaklukkannya. Melihat penderitaan dan ketakutanmu, itu menyenangkan. Kau mampu berdamai dengan pengalaman itu? Aku rasa tidak. Kau berusaha melupakannya. Namun, tidak bisa. Beruntungnya kau, jika di saat-saat terakhir kau tidak bisa menahannya, aku tidak akan pernah bisa kau taklukkan!”
Suara itu bergaung dengan keras di telinganya. Barata tidak tahu dari mana asal suara yang sombong dan merendahkan dirinya sendiri. Kesan superioritas terasa sangat jelas dari suara itu, dan lagi suara itu merupakan suara wanita.
Tidak butuh waktu lama untuk dirinya mengetahui siapa yang berbicara. Entah benar atau tidak, dia merasa suara itu merupakan suara dari makhluk setengah laba-laba.
Barata berusaha tenang, dan mencerna semuanya kembali. Dia mengamati area sekitarnya, dan dia hanya menemukan altar, tempat tertancapnya belati yang ada di tangannya itu hancur. Dia sama sekali tidak melihat mayat-mayat monster, dan dia hanya melihat bekas darah di jalur yang tadi ia lewati saat menyeret tubuhnya sendiri.
Pada saat Barata memeriksa tubuhnya, ia melihat ada banyak bekas luka, dan darah segar mengalir dari luka-luka itu.
“Bagaimana bisa? Jika semua itu ilusi, mana mungkin luka ini ada? Apakah semua kata-kata tadi hanya perasaanku semata? Namun, dia juga mengatakan jika dirinya merupakan roh dari belati ini yang merupakan sebuah pusaka bernama Kalimedeni. Apa artinya ini?” Barata masih bingung dengan keadaan saat ini.
Barata berusaha untuk berdiri. Beruntungnya, dia bisa melakukan hal itu, padahal belum lama ini dia tak bisa bergerak. Hal itu makin memastikan jika semua kata-kata yang tadi ia dengar itu benar adanya.
Selain menyatakan kekuatannya, suara itu juga menjelaskan jika ada banyak makhluk seperti dirinya, dan juga tempat seperti ini di seluruh penjuru dunia. Ketika mendengarnya, Barata hanya bisa menelan ludahnya sendiri, dan dia tidak tahu akan seberbahaya apa dunia saat ini.
Monster, ada begitu banyak makhluk semacam itu berkeliaran di dunia luar. Barata menggenggam belati di tangannya, dan menyarungkannya. Lalu, dia meletakkan belati itu di pinggangnya, dan dia berjalan meninggalkan altar serta ruangan itu. Sepanjang Barata berjalan keluar, dia sama sekali tak menemui halangan apapun.
Setelah ia pikir-pikir kembali, semuanya terasa aneh. Barata merasa seperti memasuki sebuah tempat yang keji serta penuh akan ingatan buruk yang hendak dia lupakan, tapi tak pernah bisa ia lupakan.
Saat-saat terakhir sebelum dia memilih menyentuh benda itu ketimbang istrinya, ia memikirkannya yang sempat ia lupakan. Di mana ingatan terakhir adalah tentang istrinya dengan wajah muram dan penuh penderitaan, bukan senyum indah itu.
Dia merasa berterima kasih dengan kejadian tadi. Dia bisa melihat kembali senyum istrinya yang indah yang membuatnya sadar jika dia harus bertahan hidup, walaupun itu semua hanyalah ilusi.
Seandainya mati sekalipun, dia harus bisa membuatnya bangga seperti janjinya pada mendiang putrinya dulu. “Sepertinya, aku tidak diperbolehkan mati. Dewa, entah kau ini ada atau tidak, aku hanya ingin mengatakan jika situasi saat ini tidak akan membuatku mati. Demi janjiku pada putri tercintaku, aku akan tetap hidup.”
Barata keluar dari bangunan itu. Tak lama kemudian, sebuah suara semacam gempa bumi terdengar. Dia melihat bangunan itu runtuh dan menghilang tak berbekas, seolah-olah semua itu tidak ada.
Seperti halnya ada dari ketiadaan dan menghilang saat berwujud. Barata menghela nafas saat tangannya menggenggam kuat-kuat belati di pinggangnya. Dia tahu pasti ada alasan kenapa semua ini terjadi, dan dia perlu mengetahuinya.
Barata menghela nafas. Dia tidak beranjak dari posisinya ketika menyaksikan bangunan itu menghilang dari pandangannya.Barata mengambil belati di pinggangnya, dan dia merasakan adanya kekuatan yang terasa akrab. Perasaan itu mengalir ke dalam dirinya saat dia menggenggam belati itu.Ketika dia merasakan kekuatan yang mengalir dari belati yang kemudian masuk ke dalam dirinya, Barata mengernyitkan dahi. Perasaan itu sangatlah kuat hingga urat-urat di tubuhnya seakan mencuat keluar.Pada awalnya, Barata menggenggam belati dengan satu tangan, tapi setelah merasakan aliran energi yang masuk ke dalam dirinya, dia mulai menggenggam dengan kedua tangannya.Ketika dia melakukannya, riak-riak energi yang masuk ke dalam tubuhnya mulai memengaruhi area sekitarnya.Perlahan, Barata merasakannya, dan dia mencoba untuk memahami kekuatan itu. Ketika dia semakin tenggelam saat merasakan energi itu, samar-samar dia melihat sosok yang sama seperti yang ia lihat ketik
Barata membuka matanya, persepsinya mulai berbeda, dan penglihatannya menjadi lebih baik. Dia tidak melihat pemandangan di sekitarnya ini seperti sebelumnya, dan berubah menjadi lebih baik seperti saat ini.Tidak lama kemudian, rasa sakit yang sebelumnya menderu-deru dan ia rasakan perlahan memudar, dan dia merasa jauh lebih baik dari beberapa waktu lalu.Barata melihat belati yang ia letakkan dekat dadanya. Saat dia mengingat kembali percakapannya dengan roh yang ada di dalam belati itu, dia menghela nafas.“Wanita itu sangat mengerikan. Aura yang dia keluarkan saja sudah setara dengan pendekar ahli. Tidak, dia sendiri terlihat seperti dibatasi. Mungkin saja kekuatannya setara atau lebih dari pendekar dewa. Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Barata menggenggam kuat-kuat belati di tangannya. Ia bingung harus berbuat apa. Bagaimanapun juga, dia tidak memiliki kekuatan kecuali belati yang ada di tangannya.Apalagi, tubuhnya juga masih menderi
Pada saat dia sampai di tempat yang menjadi sarang monster singa, Barata melihat makhluk itu sedang tertidur pulas. Ada rasa ingin kabur, dan meninggalkan tempat tersebut. Namun, dia juga tidak menampik jika dia ingin menguji kekuatannya dan mencari tahu seberapa jauh perbedaan antara dirinya saat ini dengan beberapa waktu lalu.Barata bergegas meninggalkan posisinya. Ia berlari menuju ke sebuah pohon, lantas dia bersembunyi di balik pohon itu sambil memperhatikan monster singa tersebut.Dia tidak tahu akankah ini berhasil atau tidak. Namun, dia tetap menatap monster itu dengan mata yang tajam. Perlahan, dia mengedarkan energi yang ada di dalam Pusaka Kalimedeni, dan mengarahkannya tepat ke arah monster tersebut.Setelah itu, Barata mendekatinya. Langkah kakinya begitu hening, tak ada suara. Tangannya menggenggam kuat-kuat Pusaka Kalimedeni, dan tubuhnya terselimuti energi yang berasal dari pusaka itu.Barata mendekati monster itu. Setelah ia berada sanga
Barata terbaring lemah. Masuknya cahaya dari pusaka ke dalam tubuhnya sama sekali tidak ia duga. Sulit baginya untuk mengatakan apa yang tengah terjadi. Pada saat cahaya itu masuk ke tubuhnya, dia merasa mendapatkan kekuatan yang besar.Kekuatan itu membuat tubuhnya semakin kuat dan mempercepat proses penyembuhannya. Luka yang ia terima dari monster singa itu cukuplah parah. Bahunya mati rasa dan nafasnya memberat. Akan tetapi ketika cahaya itu masuk ke tubuhnya, dia merasa lebih baik, seolah-olah dia mendapatkan tubuh baru.Saat Barata bangkit untuk duduk pun dia mampu melakukannya. Padahal, dengan luka di tubuhnya, ia seharusnya sulit untuk duduk. Pandangan matanya tertuju pada pusaka di tangannya yang mengeluarkan aura sedikit lebih kuat daripada sebelumnya. Pancaran aura itu seperti menunjukkan jika kekuatannya telah bertambah. Barata terdiam, dia mencoba mencerna apa yang tengah terjadi, minimnya informasi yang ia miliki membuat Barata tidak tahu apa yang sedang t
Setelah melakukan pertapaan selama beberapa waktu, Barata tidak lagi merasa asing dengan energi yang ada di dalam pusaka. Di atas batu, Barata diselimuti aliran energi yang kuat, dan energi itu terus masuk ke dalam tubuhnya. Lantas dia mendapatkan kembali kekuatan yang dulunya menghilang. Pada saat itulah dia percaya jika energi itu merupakan tenaga dalam yang beberapa waktu lalu menghilang. Begitu ia mengonfirmasi hal itu, dia menjadi lebih paham akan kekuatan yang bisa ia gunakan. “Kekuatan ini terbagi menjadi tahapan tertentu. Ilusi yang aku gunakan sewaktu melawan monster singa itu merupakan tahapan kedua yang cukup kuat, tetapi bukan yang paling menakutkan. Tetap Hukuman Ilahi yang paling berbahaya dari keterampilan di pusaka ini. Tahap awal hanya bisa memengaruhi satu orang saja, sedangkan tahap kedua mampu memengaruhi area sekitarnya, tahap ketiga mampu digunakan untuk melukai lawan secara langsung, dan yang terakhir, itu yang paling mengerikan. Betapa kuasany
“Tuan Pendekar, namaku Bowo. Aku yang memimpin rombongan ini. Kami dari Desa Soman. Letaknya tidak jauh dari Lembah Iblis ini, Tuan Pendekar. Kami terpaksa masuk kemari karena tidak ada pilihan lain. Beberapa hari lalu, kami melihat sosok yang menakutkan. Dia tidak bisa dibunuh meskipun kami menusuknya dengan parang ataupun sabit. Dia tidak bisa mati, dan tak lama setelah itu, ada banyak dari mereka yang datang dan mengejar kami,” ucap Bowo—Kepala Desa Soman. Setelah itu, lelaki itu juga mulai menjelaskan apa yang dia temui. Monster dengan wujud seekor anjing, dan beberapa makhluk aneh lainnya serta sebuah bangunan yang tak pernah mereka lihat. Banyak korban berjatuhan ketika mereka meninggalkan desa. Awalnya, rombongan ini berjumlah ratusan orang. Akan tetapi, banyaknya orang dalam rombongan ini menarik perhatian entitas bernama Zombie. Jadi, mereka terpaksa berhadapan dengan puluhan makhluk itu. Rombongan yang awalnya berjumlah ratusan menurun secara drasti
Barata menggenggam kuat-kuat parang di tangannya. Dia melihat gerakan setiap lawannya dengan tatapan hati-hati. Belasan Zombie mendekatinya, dan ia segera mengubah gerakannya. Dia meninggalkan posisinya dengan cepat, lalu mengayunkan parangnya. Saat ketiga penduduk biasa yang dia bawa melihat gerakannya, ketiga penduduk itu melihat Barata seperti bergerak dari dua arah yang berbeda seolah-olah tubuhnya terbagi menjadi dua, menyerang para zombie dari dua sisi. Beberapa Zombie yang bergerak ke arah Barata, dan mencoba menggapainya. Zombie-Zombie itu tertebas, tapi mereka tidak mati. Para Zombie itu terus bergerak meskipun mereka memiliki tubuh yang terbelah, dan lagi meski tanpa kaki ataupun tangan sekalipun. Mereka masih terus mengejar Barata. Wajah zombie-zombie itu menunjukkan tampilan kengerian dan terdistorsi karena rasa sakit. Hal itu membuat para penduduk yang mengikuti Barata bergidik ngeri. “Mereka tidak mati walaupun aku menebasnya? Tubuh mere
Setelah mencoba membujuk orang-orang yang bersembunyi, dan bujukannya membuahkan hasil. Barata mendapati lonjakan kekuatan di mana sebelumnya dia hanya bersama tiga orang saja, kini bertambah menjadi belasan orang. Saat melihat mereka, Barata tak terlalu bersemangat. Dia tahu arti akan bertambahnya orang-orang ini di mana dia akan lebih sibuk lagi. Tentunya setelah dia melihat orang-orang ini, dia tidak membiarkan mereka diam saja. Barata segera membagi tugas untuk mereka. Dia memerintahkan mereka untuk mengambil segala sesuatu yang bisa digunakan, yakni benda-benda yang terbuat dari besi ataupun baja, gerobak, bahan pangan, pakaian, dan juga perabotan. Ketika Barata memerintahkan mereka untuk mencari benda-benda itu, Barata pergi untuk memantau area sekitarnya. Tidak mungkin baginya untuk diam saja. Barata mengamati area sekitarnya. Beberapa rumah yang terlihat usang pun dia masuki, sedangkan mereka yang mendapatkan tugas mengambil sumber daya hanya