Hanya berada di depannya saja sudah membuat Barata bergidik. Dia tidak pernah melihat sebuah tempat dengan aura yang begitu mengerikan seperti ini.
Ketika Barata melewati pintu besar, seketika kakinya menginjak masuk ke dalam. Tekanan yang dia rasakan pun meningkat berkali-kali lipat. Barata merasa seperti berhadapan dengan seorang pendekar tingkat dewa.
Barata sama sekali tidak mengerti mengapa dia merasakan tekanan tersebut. Bangunan itu memang aneh dan bergaya tidak biasa, apalagi ornamen di sekitarnya terlihat seperti area yang berada di rawa-rawa, padahal di Lembah Iblis ini sendiri tidak ada rawa.
Di Nusantara, para pendekar terbagi menjadi empat tingkatan, yaitu pemula, menengah, ahli, dan Dewa. Semua tingkatan itu ada pada beberapa waktu lalu, tetapi saat ini semua kualifikasi tersebut menghilang bak tertelan bumi.
Hanya dengan satu langkah masuk saja, Barata sudah bergidik. Dia merasa sangat lemah serta tak berdaya. Pada saat Barata merasa seperti itu, pikiran-pikiran buruk memasuki kepalanya.
Sebuah ingatan terlintas di pikirannya saat dia masuk lebih dalam lagi, seolah-olah lorong yang ia lewati itu merupakan lorong pikirannya. Pada saat Barata melewatinya, berkali-kali dia dipaksa mengingat kenangan yang sudah ia lupakan ataupun ingatan yang sangat ingin dia hapus.
Satu hal langsung mengguncang perasaan Barata hingga memaksanya untuk berlutut. Dia tidak bisa mengeluarkan suara. Hanya tetesan air yang keluar dari pelupuk matanya.
Barata mengingat kembali situasi waktu itu. Waktu di mana seluruh arti hidupnya menghilang. Waktu di mana dia merasa jika Dewa yang ia sembah hanya memberi sebuah penderitaan. Waktu di mana dia kehilangan akal sehatnya.
Semua itu adalah masa yang tak akan pernah Barata lupakan. Masa di mana tangannya berlumuran darah dari setiap lawannya, tak peduli mereka tua, muda, anak-anak, hingga bayi sekalipun. Tangannya ternoda oleh darah mereka, dan pikirannya tak pernah membantunya untuk berhenti membunuh.
Dahulu, Barata memiliki seorang istri yang cukup cantik dengan lesung pipi yang indah serta rambut hitam pekat yang jatuh menjuntai hingga bagian pinggang. Ia adalah wanita yang dapat meruntuhkan seluruh ego Barata, membuatnya mengerahkan segala yang ia miliki hanya untuk membuat wanita itu tersenyum.
Mereka dikaruniai seorang anak, gadis kecil dengan ciri fisik yang tak kalah jauh dari ibunya. Pada saat itu, Barata benar-benar merasa diberkati oleh Dewa. Barata sama sekali tak memiliki keinginan untuk terus terlibat di dunia persilatan lagi, dan dia membawa mereka menyingkir dari dunia tersebut.
Sayangnya, masa lalu Barata tak pernah berhenti mengejarnya. Seberapa keras dia berusaha untuk lepas, mereka selalu datang kembali.
Barata terduduk lesu. Seluruh daya hidupnya sirna. Ingatan itu kembali, dan dia mengingat dengan jelas bagaimana akhir hidup keluarga tercintanya. Tidak hanya istrinya yang dilanggar habis-habisan, kehormatan wanita yang Barata cintai diinjak-injak oleh para pendekar yang datang dari keluarganya sendiri.
Bahkan, satu hal yang tak pernah dia pikirkan. Anak gadisnya pun dilanggar tak jauh berbeda dari istrinya, dan mereka berdua berakhir dengan kepala yang terpisah dengan badan.
Ketika dia sedang berada dalam sebuah misi atas permintaan kepala keluarga Anta, orang-orang yang dia cintai dihabisi oleh Keluarga Anta, keluarganya sendiri. Tindakan keji itu terpaksa mereka lakukan setelah mendapatkan berbagai ancaman dari musuh-musuh lama Barata.
Hari di mana Barata kembali ke rumah, dia berharap untuk melihat senyuman hangat istri serta senyuman bahagia putrinya. Namun, apa yang dia lihat hanya membuat amarahnya memuncak hingga ambang batasnya.
Barata melihat sebuah pemandangan yang membuat darahnya mendidih. Dia melihat kepala istri serta anaknya dipajang di sebuah meja dengan tubuh telanjang yang sudah tak karuan lagi.
Amarah Barata meledak-ledak. Dia menghabisi seluruh keluarganya tak peduli siapa pun itu. Ia berubah menjadi seorang pembunuh berdarah dingin tepat di hari kematian sang anak dan istri tercinta.
Ingatan tentang kematian orang tercinta membuat Barata lemas. Mata Barata mulai memerah, dan air mata yang keluar dari matanya bukan lagi air mata biasa melainkan darah.
Barata berteriak, tapi tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Barata menengadah ke atas. Dia mengutuk para Dewa yang memberinya kenikmatan semu yang nyatanya hanyalah sebuah penderitaan tiada henti.
Perlahan, kesadarannya mulai kembali setelah dia tenggelam dalam ilusi. Barata tak memiliki tenaga saat dia tersadar dari ilusi itu. Barata hanya bisa berlutut di sebuah altar yang tak pernah dia lihat.
Saat Barata melirik lantai di sekitarnya, dia terkesiap dengan pemandangan di sana, di mana dia melihat ada banyak mayat monster. Namun, bukan hanya itu yang membuat dia terkesiap, melainkan saat dia melihat tubuhnya tercabik-cabik, dan darah menetes dari berbagai titik.
Dia tak bisa menggerakkan tubuhnya, dan matanya hanya bisa tertuju pada sebuah benda yang tertancap di sebuah batu yang terletak tak jauh dari posisinya.
Beberapa saat lalu, ketika dia tengah berjalan masuk lebih dalam lagi di bangunan itu, dia tenggelam dalam ingatannya sendiri. Barata bertemu beberapa makhluk yang berbahaya.
Dalam ketidaksadarannya, dia bertarung mati-matian seperti saat dia berhadapan dengan pembunuh istri serta putrinya. Barata tak merasakan rasa sakit. Dia hanya menggerakkan tubuhnya sesuai dengan ingatannya itu, dan berakhir dalam kondisi yang sangat buruk seperti ini.
Barata tak bisa berjalan. Namun, perhatiannya tak bisa beralih dari benda di batu itu. Dengan susah payah, ia menyeret tubuh dengan tangannya, dan mendekati batu tersebut.
Barata memegang salah satu sisi batu, lalu mencoba mengangkat tubuhnya. Nalurinya mengatakan agar dia mengambil benda tersebut. Barata tidak tahu mengapa dia tidak bisa menolak perasaan tersebut dan segera meletakkan tangannya di atas benda tersebut.
Saat tangan Barata bersentuhan dengan benda tersebut, tiba-tiba saja ia merasakan sebuah aura dan tekanan mengguncang bumi. Tekanan ini mirip dengan apa yang dia rasakan saat masuk ke dalam bangunan ini, tapi jauh lebih kuat lagi.
Barata berusaha mengacuhkan apa yang tengah terjadi. Barata tidak peduli dengan dirinya sendiri, dan memaksakan diri untuk mengambil benda tersebut. Dia ingin tahu apa yang akan terjadi jikalau ia berhasil mengambilnya.
Saat tangan pria itu bersentuhan dengan benda tersebut, samar-samar ia bisa merasakan ada sebuah energi yang mirip dengan tenaga dalam yang dulu pernah dia miliki. Hal ini semakin membuat dia bingung.
Barata menggertakkan giginya, dan dengan sekuat tenaga, dia menarik keluar benda tersebut. Batu tempat tertancapnya benda itu bergetar dengan sangat hebat, bahkan dinding di sekitarnya juga ikut bergetar dengan kuat.
“Argh!!!” Dengan sekuat tenaga dia menarik keluar benda tersebut. Tak lama kemudian, terdengar ledakan yang besar dari batu tersebut, sesaat setelah benda itu keluar.
Barata tak mengetahui apa yang terjadi. Namun, tubuhnya bergidik dengan hebat begitu melihat ke arah asal ledakan. Benda yang Barata tarik keluar tak ada di dalam genggamannya melainkan melayang di tempat tadi. Di sisinya terlihat sesosok makhluk yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
“Apa itu? Apa yang sebenarnya terjadi?”
Sesosok makhluk yang tak Barata kenali muncul dari balik debu yang berterbangan, dengan tubuh yang mencengangkan seperti makhluk mitos. Bagian bawah seperti tubuh laba-laba, sedangkan tubuh bagian atasnya berupa manusia. Ia nampak cantik.Penampilannya begitu menggoda, bahkan seorang putri kerajaan akan menciut ketika berada di sampingnya. Dua gunung penuh nan besar menjulang dengan bangganya, saat makhluk itu melihat Barata dengan sebuah senyuman. Jari telunjuknya yang lentik menunjuk ke arah Barata.Mata makhluk itu begitu indah dan memikat, seperti ada pesona yang tak dapat ditolak. Auranya tidak hanya kuat, ada sebuah keseksian dan godaan yang begitu mendominasi darinya.Makhluk itu berada di belakang benda yang tadinya Barata sentuh. Makhluk itu terlihat seperti seorang pelindung, hawa keberadaannya begitu besar, dan dia tampak menjadi pusat dari seluruh kekuatan yang ada di dalam ruangan itu.Barata terdiam dan tak bergerak. Dia hanya bisa memperhat
Barata menghela nafas. Dia tidak beranjak dari posisinya ketika menyaksikan bangunan itu menghilang dari pandangannya.Barata mengambil belati di pinggangnya, dan dia merasakan adanya kekuatan yang terasa akrab. Perasaan itu mengalir ke dalam dirinya saat dia menggenggam belati itu.Ketika dia merasakan kekuatan yang mengalir dari belati yang kemudian masuk ke dalam dirinya, Barata mengernyitkan dahi. Perasaan itu sangatlah kuat hingga urat-urat di tubuhnya seakan mencuat keluar.Pada awalnya, Barata menggenggam belati dengan satu tangan, tapi setelah merasakan aliran energi yang masuk ke dalam dirinya, dia mulai menggenggam dengan kedua tangannya.Ketika dia melakukannya, riak-riak energi yang masuk ke dalam tubuhnya mulai memengaruhi area sekitarnya.Perlahan, Barata merasakannya, dan dia mencoba untuk memahami kekuatan itu. Ketika dia semakin tenggelam saat merasakan energi itu, samar-samar dia melihat sosok yang sama seperti yang ia lihat ketik
Barata membuka matanya, persepsinya mulai berbeda, dan penglihatannya menjadi lebih baik. Dia tidak melihat pemandangan di sekitarnya ini seperti sebelumnya, dan berubah menjadi lebih baik seperti saat ini.Tidak lama kemudian, rasa sakit yang sebelumnya menderu-deru dan ia rasakan perlahan memudar, dan dia merasa jauh lebih baik dari beberapa waktu lalu.Barata melihat belati yang ia letakkan dekat dadanya. Saat dia mengingat kembali percakapannya dengan roh yang ada di dalam belati itu, dia menghela nafas.“Wanita itu sangat mengerikan. Aura yang dia keluarkan saja sudah setara dengan pendekar ahli. Tidak, dia sendiri terlihat seperti dibatasi. Mungkin saja kekuatannya setara atau lebih dari pendekar dewa. Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Barata menggenggam kuat-kuat belati di tangannya. Ia bingung harus berbuat apa. Bagaimanapun juga, dia tidak memiliki kekuatan kecuali belati yang ada di tangannya.Apalagi, tubuhnya juga masih menderi
Pada saat dia sampai di tempat yang menjadi sarang monster singa, Barata melihat makhluk itu sedang tertidur pulas. Ada rasa ingin kabur, dan meninggalkan tempat tersebut. Namun, dia juga tidak menampik jika dia ingin menguji kekuatannya dan mencari tahu seberapa jauh perbedaan antara dirinya saat ini dengan beberapa waktu lalu.Barata bergegas meninggalkan posisinya. Ia berlari menuju ke sebuah pohon, lantas dia bersembunyi di balik pohon itu sambil memperhatikan monster singa tersebut.Dia tidak tahu akankah ini berhasil atau tidak. Namun, dia tetap menatap monster itu dengan mata yang tajam. Perlahan, dia mengedarkan energi yang ada di dalam Pusaka Kalimedeni, dan mengarahkannya tepat ke arah monster tersebut.Setelah itu, Barata mendekatinya. Langkah kakinya begitu hening, tak ada suara. Tangannya menggenggam kuat-kuat Pusaka Kalimedeni, dan tubuhnya terselimuti energi yang berasal dari pusaka itu.Barata mendekati monster itu. Setelah ia berada sanga
Barata terbaring lemah. Masuknya cahaya dari pusaka ke dalam tubuhnya sama sekali tidak ia duga. Sulit baginya untuk mengatakan apa yang tengah terjadi. Pada saat cahaya itu masuk ke tubuhnya, dia merasa mendapatkan kekuatan yang besar.Kekuatan itu membuat tubuhnya semakin kuat dan mempercepat proses penyembuhannya. Luka yang ia terima dari monster singa itu cukuplah parah. Bahunya mati rasa dan nafasnya memberat. Akan tetapi ketika cahaya itu masuk ke tubuhnya, dia merasa lebih baik, seolah-olah dia mendapatkan tubuh baru.Saat Barata bangkit untuk duduk pun dia mampu melakukannya. Padahal, dengan luka di tubuhnya, ia seharusnya sulit untuk duduk. Pandangan matanya tertuju pada pusaka di tangannya yang mengeluarkan aura sedikit lebih kuat daripada sebelumnya. Pancaran aura itu seperti menunjukkan jika kekuatannya telah bertambah. Barata terdiam, dia mencoba mencerna apa yang tengah terjadi, minimnya informasi yang ia miliki membuat Barata tidak tahu apa yang sedang t
Setelah melakukan pertapaan selama beberapa waktu, Barata tidak lagi merasa asing dengan energi yang ada di dalam pusaka. Di atas batu, Barata diselimuti aliran energi yang kuat, dan energi itu terus masuk ke dalam tubuhnya. Lantas dia mendapatkan kembali kekuatan yang dulunya menghilang. Pada saat itulah dia percaya jika energi itu merupakan tenaga dalam yang beberapa waktu lalu menghilang. Begitu ia mengonfirmasi hal itu, dia menjadi lebih paham akan kekuatan yang bisa ia gunakan. “Kekuatan ini terbagi menjadi tahapan tertentu. Ilusi yang aku gunakan sewaktu melawan monster singa itu merupakan tahapan kedua yang cukup kuat, tetapi bukan yang paling menakutkan. Tetap Hukuman Ilahi yang paling berbahaya dari keterampilan di pusaka ini. Tahap awal hanya bisa memengaruhi satu orang saja, sedangkan tahap kedua mampu memengaruhi area sekitarnya, tahap ketiga mampu digunakan untuk melukai lawan secara langsung, dan yang terakhir, itu yang paling mengerikan. Betapa kuasany
“Tuan Pendekar, namaku Bowo. Aku yang memimpin rombongan ini. Kami dari Desa Soman. Letaknya tidak jauh dari Lembah Iblis ini, Tuan Pendekar. Kami terpaksa masuk kemari karena tidak ada pilihan lain. Beberapa hari lalu, kami melihat sosok yang menakutkan. Dia tidak bisa dibunuh meskipun kami menusuknya dengan parang ataupun sabit. Dia tidak bisa mati, dan tak lama setelah itu, ada banyak dari mereka yang datang dan mengejar kami,” ucap Bowo—Kepala Desa Soman. Setelah itu, lelaki itu juga mulai menjelaskan apa yang dia temui. Monster dengan wujud seekor anjing, dan beberapa makhluk aneh lainnya serta sebuah bangunan yang tak pernah mereka lihat. Banyak korban berjatuhan ketika mereka meninggalkan desa. Awalnya, rombongan ini berjumlah ratusan orang. Akan tetapi, banyaknya orang dalam rombongan ini menarik perhatian entitas bernama Zombie. Jadi, mereka terpaksa berhadapan dengan puluhan makhluk itu. Rombongan yang awalnya berjumlah ratusan menurun secara drasti
Barata menggenggam kuat-kuat parang di tangannya. Dia melihat gerakan setiap lawannya dengan tatapan hati-hati. Belasan Zombie mendekatinya, dan ia segera mengubah gerakannya. Dia meninggalkan posisinya dengan cepat, lalu mengayunkan parangnya. Saat ketiga penduduk biasa yang dia bawa melihat gerakannya, ketiga penduduk itu melihat Barata seperti bergerak dari dua arah yang berbeda seolah-olah tubuhnya terbagi menjadi dua, menyerang para zombie dari dua sisi. Beberapa Zombie yang bergerak ke arah Barata, dan mencoba menggapainya. Zombie-Zombie itu tertebas, tapi mereka tidak mati. Para Zombie itu terus bergerak meskipun mereka memiliki tubuh yang terbelah, dan lagi meski tanpa kaki ataupun tangan sekalipun. Mereka masih terus mengejar Barata. Wajah zombie-zombie itu menunjukkan tampilan kengerian dan terdistorsi karena rasa sakit. Hal itu membuat para penduduk yang mengikuti Barata bergidik ngeri. “Mereka tidak mati walaupun aku menebasnya? Tubuh mere