Share

Kekhawatiran Istana akan Bayi Putra Pangeran

Perang telah berakhir. Sungguh banyak prajurit yang menjadi korban pada perang kali ini. Raja tanpa pikir panjang dengan segera langsung menemui Sang Permaisuri setelah pasukan perang Kerajaan Bahara mundur. Ia begitu khawatir dengan keadaan istrinya. Dilihat wajah permaisuri yang begitu terlihat pucat dan tampak meneteskan air mata membuat khawatir Raja. Para dayang dan prajurit pun diam dan tertunduk. Mereka bingung mengatakan apa yang telah terjadi di dalam kamar utama. Putri Aleta segera menghampiri ayahnya ketika melihat sosoknya datang. Putri Aleta menjelaskan semua hal yang terjadi. Putri Aleta tidak tega jika ayahnya sampai bertanya kepada ibunya. Takutnya ratu akan semakin bersedih. Mungkin bukan waktu yang tepat untuk menanyakan apapun pada sang Ratu. Terlebih menanyakan hal yang beberapa waktu lalu telah terjadi.

Raja memberi kode kepada para dayang dan Putri Aleta untuk keluar dari kamar Ratu. Kini tugas sang raja untuk menenangkan perasaan istrinya. Ia mencoba menenangkan pikirannya.Sebenarnya raja juga sangat teramat cemas. Namun jika raja menampilkan kekhawatiran mengenai keadaan putra yang belum sama sekali ia lihat, justru akan membuat ratu semakin khawatir. Itulah sebabnya raja berusaha untuk bersikap tenang, walau hati penuh kegelisahan.

Tok! Tok! Tok!  

Putri Aleta mengetuk pintu kamar utama. Ia mengantarkan ramuan tradisional untuk ibunda ratu. Ya ramuan ini adalah ramuan herbal tradisional yang harus di minum ratu usai melahirkan. Ini adalah adat kerajaan yang sudah turun temurun dari generasi pertama.

***

Mentari sudah menyapa Istana. Ratu dibangunkan oleh sorot matahari pagi yang masuk lewat celah ukiran jendela kerajaan. Sinar hangatnya membangunkan Ratu tanpa permisi. Raja masih terlihat tertidur pulas. Ratu beranjak dari tempat tidurnya dan menuju arah jendela. Ia duduk di kursi yang berada tepat di depan jendela. Kursi ini biasa untuk bersantai ratu. Kursi mengarah ke luar jendela, sehingga ketika duduk pada kursi tersebut akan dapat dengan mudah memandang keluar istana. Sang ratu melamun, pikirannya terus memikirkan nasib putranya. Tatapan netranya kosong.  Wajah ratu layu dan mengukir kecemasan. Ikatan batin Raja dan Ratu memanglah sangat kuat. Menyadari ratu tak ada disampingnya, ia terbangun dan mencari keberadaannya. Tampak sang ratu duduk menghadap ke luar istana, yang artinya membelakangi pandangannya.

Raja beranjak mendekati istrinya. “Wahai Permaisuriku, apakah yang sedang engkau pikirkan ?” tanya Raja dengan penuh kehangatan.

“Raja suamiku, aku sedang memikirkan nasib putra kita. bagaimana aku tidak khawatir sedangkan nasib putra pangeran tidak sama sekali aku ketahui. Di mana dan bagaimana keadaanya. Ditambah dayang dan supir delman belum juga kembali. Ini  membuatku semakin cemas” wajah ratu terlihat sangat layu, tak ada aura kecantikan yang dipancarkan dari raut wajahnya.

“Tenanglah wahai istriku, Putra Pangeran pasti selamat dan keadaannya baik-baik saja” jawab raja dengan berusaha tenang. Sebenarnya Sang Raja juga sangat khawatir dengan putra yang belum dilihatnya itu. Tak mungkin juga sang raja menunjukkan rasa kekhawatirannya di depan istrinya. Raja tidak mau membuat ratu semakin merasa  khawatir pada putranya.

“Istriku, aku akan mencari tahu keberadaan anak kita. Aku yakin pangeran masih hidup” lanjut Sang Raja. Perkataanya membuat ratu antusias dan berharap keberadaan putranya segera ia ketahui.

 “Semoga saja dengan cara ini keberadaan putra pangeran segera kita diketahui” tampak begitu banyak harapan terpancar pada raut wajah Sang Ratu.

Raja segera berjalan menuju singasananya. Ratu berjalan disebelahnya. Prajurit yang sigap siaga segera menyambut kedatangan Raja. Raja terduduk dan segera mengumumkan kehendaknya.

“Aku sangat khawatir dengan putraku. Prajurit tolong perintahkan dua utusan istana kemari. Bawalah ke hadapanku dengan segera. Aku membutuhkannya untuk mencari tahu keberadaan putraku.Sudah pasti keberadaan pangeran sangat susah untuk diketahui mengingat supir delman dan dayang belum juga kembali” ucap Raja dengan Lantang dan penuh wibawa. Ya itulah ciri khas Raja Reja. Ia dapat menyembunyikan kesedihannya supaya tidak nampak pada raut wajahnya.

“Siap Paduka,” sepasang prajurit penjaga ruang utama segera pergi untuk mencari prajurit utusan istana. Kebetulan kerajaan Niswa memang memiliki prajurit prajurit khusus untuk mengerjakan setiap tugas yang berbeda. Semua sistem pemerintahannya juga teratur dengan baik. Tak butuh waktu lama, sepasang prajurit penjaga ruang utama terlihat berjalan mendekat menuju singasana raja. Tampak dibelakangnya  dua orang prajurit utusan.

“Wahai utusanku, aku perintahkan  kalian untuk mencari tahu keberadaan putra pangeran. Carilah ke semua sudut negeri.  Kembalilah ke istana sesegera mungkin setelah kalian mendapatkan informasi keberadaannya. Jika kalian tak kunjung menemukan keberadaannya, kembalilah dahulu ke istana satu bulan kemudian. Semalam saya mendapatkan petunjuk lewat mimpi jika bayi pangeran memiliki tanda lahir berbentuk lambang kerajaan kita di perutnya”

“Baik Paduka” mereka menjawab dengan kompak. Mereka sangat siap untuk menjalankan perintah pemimpinnya.

“Ingat, kalian harus tetap menyembunyikan identitas kalian. Apa pun yang terjadi identitas kalian sebenarnya tidak boleh diketahui. Tujuan kalian mencari putra pangeran juga jangan sampai rakyatku tahu. Aku tidak mau membuat kepanikan juga pada semua rakyatku” lanjut Raja Reja kemudian.

“Siap paduka, kami tidak akan membongkar identitas kita apapun yang terjadi”

“Bawalah mutiara ini untuk mempermudah tugas kalian.  Mutiara ini akan menghitam jika kalian akan menghadapi bahaya, segera menghindarlah jika mutiara mulai menghitam dan mutiara akan kembali berwarna putih setelah kalian aman”

“Bawalah juga bulu merak kerajaan ini. Ia akan berubah menjadi warna emas apabila berdetakan dengan seseorang yang memiliki keturunan Kerajaan Niswa. Jagalah dengan baik pemberian ini. Kedua benda ini merupakan benda istana turun temurun Kerajaan Niswa” tegas Raja Reja. Kemudian ia beranjak dari duduknya, berjalan menuju kedua utusannya tersebut.

“Terima kasih paduka” prajurit utusan menerima benda pusaka dari pemimpinnya itu. Dengan segera ia memasukkan ke dalam tas yang di selempangkan di punggungnya.

Mereka berjalan keluar dari ruang utama. Mereka tak lupa untuk melakukan penyamaran terlebih dahulu. Mereka berganti pakaian rakyat biasa. Ya identitas mereka harus mereka sembunyikan. Salah satu tujuannya adalah supaya mereka aman dari Kerajaan Bahara yang selalu menyerang prajurit Kerajaan Niswa kala mereka melihatnya.

Mereka keluar tanpa membawa kuda sebagai kendaraannya. Hanya warga istana dan kaum bangsawan saja yang memiliki kuda sebagai alat transportasi. Hal itu karena harga kuda yang begitu mahal. Rakyat biasa tidaklah sanggup untuk membelinya. Demi identitas mereka berjalan mencari informasi mengenai keberadaan putra pangeran yang masih sangat belia.  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status