Tanpa komando, mereka segera keluar menyusul dokar itu, segala upaya pencegahan dilakukan oleh para prajurit kerajaan. Namun dengan tidak beruntungnya, mereka gagal untuk mencegah prajurit Bahara keluar. Prajurit Kerajaan Niswa kewalahan menghadapi serangan dari mereka. Akhirnya prajurit Bahara berhasil keluar kamar ratu dan dengan segera menyusul delman yang sudah jauh itu. Beberapa ekor kuda langsung melesat mengejar dokar yang sudah terlihat kecil karena jarak yang sudah semakin jauh.
Pengejaran terus dilakukan oleh pasukan kerajaan Bahara. Kuda-kuda kerajaan Bahara melesat dengan cepatnya untuk mengejar ketertinggalan. Tampak burung-burung berhamburan terbang ke langit ketika kuda-kuda Kerajaan Bahara melesat berlari dengan cepatnya.
Tampak hewan-hewan malam pun keluar dari persembunyiannya untuk mencari tempat baru yang dianggapnya lebih aman. Suara tapak kaki beberapa kuda Kerajaan Bahara itu memang terdengar sangat menyeramkan bagi mereka. Mereka takut nyawa mereka akan terancam.
Di depan sana dayang dan supir delman sudah mulai panik melihat beberapa ekor kuda yang tampak mengejarnya. Mereka menduga kuda kuda tersebut milik Kerajaan Bahara. Ya dugaan mereka memang benar. Beberapa kali dayang melihat kebelakang untuk memastikan jarak antara mereka. “Ah pastilah kita akan tertangkap,” ucap dayang sambil mengeluh pada supir delman. Supir delman berusaha untuk memacu kudanya lebih cepat lagi.
Dudag dudag dudag dudag
Dudag dudag dudag dudag
suara pijakan gerombolan kaki kuda yang mengejar dokar pembawa jabang bayi kerajaan semakin jelas terdengar. Dayang sudah begitu panik berada di situasi yang sedang dialaminya.
“Ah tanganku kram,” teriak supir dokar pada dayang dengan penuh kecewa pada dirinya sendiri. Mengapa disaat segenting ini tangannya harus kram. Sungguh teramat sangat menyebalkan.
“Bisakah mencoba untuk memacu kudanya lebih cepat lagi? Jarak kita semakin dekat dengan mereka. Aku khawatir pada nasib pangeran,”dayang memutar kepalanya lagi ke belakang untuk memastikan jarak mereka. “Jarak kita dari pengejaran kuda pasukan Bahara semakin dekat. Mungkin kurang lebih hanya sembilan ratus meter. Kita pasti akan tertangkap,” dayang sudah begitu khawatir. Nafasnya sudah tak beraturan karena begitu cemasnya.
Ditengah kepanikan yang luar biasa, tiba-tiba dayang melihat seorang petani yang tampak bersama 3 orang. Mungkin saja bersama istri dan 2 orang anaknya. Pak tani tampak menarik gerobag. Ya benar pak tani tengah berjalan dengan istri dan anaknya dan menarik gerobak berisi hasil panen mereka. Dengan segera dayang meminta supir delman untuk mengarahkan kudanya mendekati petani tersebut. Melesat dengan cepat, delman yang ditumpangi bayi pangeran tersebut sudah berada di dekat gerobag yang di bawa petani. Dengan delman tetap berjalan, dayang duduk di dokar mendekati gerobag petani dan segera berteriak “Bu tolong pegang kotak ini dan amankan dari pengerjaran kuda di belakang, tolong bawa kotak ini segera menjauh tanpa diketahui mereka,” Sempat beberapa kali dayang menoleh ke belakang. Karena petani dan keluarganya sudah paham mereka orang dari Istana tanpa pikir panjang dan bertanya, dengan gemetar ibu sederhana tersebut langsung menerima kotak yang sedikit di lempar. Untunglah ibu bisa menangkapnya dengan baik dan kotak tersebut tidaklah jatuh. Ibu dan seorang anaknya tanpa di komando langsung berjalan cepat sedikit berlari menuruni bukit dan membawa bayi tersebut. Tujuan salah satu anak tersebut ikut serta dengan ibunya adalah untuk mengelabui Pasukan Bahara jika mereka di kejar.
Benar yang diduga sang dayang, suara tapak kaki kuda pasukan Bahara sudah mulai terdengar sangat jelas yang menandakan jarak antara mereka semakin dekat. Tanpa curiga melihat petani dan anaknya yang melintas di jalan, kuda-kuda pasukan Bahara tetap fokus pada sebuah delman yang sedari awal mereka kejar.
Dudag dudag dudag...
Dudag dudag dudag...
Suara kuda itu membuat dayang dan supir makin cemas. Mereka berpikir pastilah mereka akan tertangkap. Ternyata dugaannya benar.
SLET.. Jleb!
Suara lesatan anak panah yang mengenai roda delman dan disusul oleh suara ledakan roda.
DUAR
Kuda penarik delman tetap berjalan. Namun delman yang ditumpangi dayang seperti tertarik oleh kuda dan oleng ke kanan-kiri karena salah satu rodanya telah meledak. Pasukan kuda kerajaan Bahara menyalip delman dan menghentikannya dengan paksa. Mereka mengepung sang dayang dan supir delman.
Pasukan kerajaan Bahara segera mengepung dayang dan supir delman. “Di mana Bayi kerajaan?”
“Maaf tuan saya tidak tahu, saya hanya diutus kerajaan untuk mengantar surat ke Kerajaan Riswa, ingin meminta bantuan perang”
Bohong!!”
Bukannya Ratu habis melahirkan?”
“Mana saya tahu tuan, saya pergi Sang Ratu masih mengelus-elus perutnya.”
“Bohong!!”
Kini dua orang prajurit tengah ancang-ancang untuk melesatkan anak panahnya ke mereka.Tatapan matanya sudah sangat mirip dengan singa yang memantau mangsanya. Fokus tanpa ampun.
“Ampun tuan, ampun tuan, kami tidak berbohong,” dayang tersebut beserta supir delman memohon ampun pada prajurit Kerajaan Bahara. Harapan untuk dilepaskan sangat besar menyelinap dalam hati mereka. Namun pasukan Kerajaan Bahara tidak mempercayai perkataan dayang. Tanpa pikir panjang mereka melesatkan anak panahnya.
SLET!
Suara anak panah melesat ke tubuh mereka. Pasukan Kerajaan Bahara segera pergi jauh meninggalkan mereka. Dayang yang sempat menghindar akhirnya terkena anak panah di lengan kanannya. Tetesan darah mulai mengalir dari lengannya. Sementara supir dokar terkena tepat di tengah dadanya. Mereka tergeletak tak berdaya. Lemas seperti ikan tanpa tulang.
Tak lama setelah kepergian prajurit Kerajaan Bahara, dua orang petani tampak berjalan terburu buru mendekat ke arah mereka. Sebenarnya mereka menyaksikan kejadian barusan. Hanya saja mereka tak berani untuk menampakkan batang hidungnya. Mereka memilih bersembunyi di balik semak belukar. Setelah prajurit Bahara pergi barulah mereka keluar dari persembunyiannya untuk membantu mereka. Salah satu dari mereka memanggil warga lainnya, sementara satu dari mereka tetap diam ditempat dengan gemetar melihat dayang dan sopir dokar bersimbah darah.
Tak butuh waktu lama Sang petani segera datang bersama gerombolan warga. Salah satu dari mereka tampak membawa racikan ramuan tradisional dan beberapa lembar kain. Mungkin kain itu akan digunakan untuk membalut luka.
Mereka segera memberi pertolongan pertama pada dayang dan supir delman. Mereka memanfaatkan obat tradisional. Namun mereka terlambat. Supir dokar telah menghembuskan nafas terakhir beberapa detik yang lalu. Kini tinggalah sang dayang yang harus diselamatkan. Mereka mencabut anak panah yang menempel pada lengan kanannya. Sang dayang menahan sakit yang teramat sakit. Namun tak ada pilihan, Sang dayang hanya merintih kesakitan dan pasrah.
Malam sudah semakin larut. Luka dayang sudah berhasil dibalut kain. Mereka membawa dayang itu ke salah satu rumah warga. Beruntung ada warga yang bersedia rumahnya ditempati sementara oleh orang kerajaan. Banyak dari warga yang enggan menerima tamu dari kerajaan karena mereka takut jika pelayanan mereka kurang ramah. Biasanya kalau ada tamu dari kerajaan ke desa mereka, tamu tersebut tinggal di padepokan khusus milik Ki Ageng. Namun karena situasi darurat dan jarak yang cukup jauh, akhirnya sang dayang dibawa ke salah satu rumah warga. Untung saja ada warga yang bersedia rumahnya ditempati orang dari istana.
BAB 13Kepemimpinan Baru“Ratu, saya ada izin menyampaikan sesuatu..”“Tidak tahukah kamu jika ratu sedang bersedih?” teriak Putri Aleta yang duduk di samping bundanya. Tampak juga Pangeran Rafles ada di sana.“Mohon maaf putri, tapi ini kabar mengenai putra pangeran yang hilang” tabib masih berusaha medesak untuk dapat menyampaiakan informasi yang dibawanya.“Memangnya apa yang ingin disampaikan?”“Mohon maaf Rangeran Mahkota ada di dalam istana”“Anakku yang hilang??” ratu langsung menyaut“Benar sekali ratu”“Dimana ia sekarang?”“Ada di ruang pengobatan ratu”Ratu segera beranjak lari. Ia menuju ke ruang pengobatan ingin memastikan jika yang disampaikan tabib istana benar.Benar sesuai apa yang dikatakan sang tabib. Kalung mutiara ratu menyala. Ini menandakan keberadaan putra pangeran berada di sini. Ruangan penuh dengan orang orang. Yang mana pangeran masih menj
Hari yang ditunggu-tunggu Putri Aleta telah tiba. Akhirnya penantian panjangnya membuahkan hasil. Semua sudut istana telah siap untuk ikut andil dalam acara pernikahan perdana Kerajaan Niswa. Tamu tamu istana mulai berdatangan, rakyat Kerajaan Niswa juga mulai memenuhi aula pernikahan. Suasananya tampak ramai. Melebihi ramainya orang memadati pasar.Kecantikan Putri Aleta benar benar menari perhatian semua yang hadir. Bahkan Putra Kerajaan lain terlihat sangat ingin menggantikan posisi Putra Rafles. Matanya berbinar menandakan bahwa mereka kagum melihat kecantikan paras Putri Aleta. Putri Aleta sudah terduduk di kursi ditemani oleh raja dan ratu, sementara kursi mempelai pria beserta keluarganya masih kosong. Mereka masih menanti nantikan kedatangan Putra Rafles dan keluarga Kerajaan Bunga.Tengku, seorang anak laki laki yang belum diketahui identitas aslinya tampak hadir ditengah tengah kerumunan ribuan m
Hari yang ditunggu-tunggu Putri Aleta telah tiba. Hari ini juga Putra Rafles akan berkunjung ke istananya. Pancaran kebahagiaan Putri Aleta tersorot dari bola matanya yang sedikit kecoklatan. Raja Reja mulai gusar. Ia sempat beberapa kali pindah posisi dalam duduknya. Ya hal ini sangatlah wajar mengingat mereka menunggu kedatangan Pangeran Rafles dan Rombongan sudah begitu lama. Putri Aleta mulai merasakan kecemasan. Bagaimana tidak, Putra Rafles yang ditunggu-tunggunya belum juga menampakkan batang hidungnya. “Putriku, Apakah rombongan Kerajaan Bunga jadi kesini? Kenapa lama sekali” ucap Sang Raja yang mulai terlihat tampak bosan. “Pasti mereka jadi kesini ya, sepertinya mereka masih dalam perjalanan” Putri Aleta mencoba menenangkan ayahnya walau dirinya sebenarnya tidak tenang. Yang lebih membuatnya lebh takut lagi adalah Putra Rafles memang tidak jadi pergi ke istananya. “Baiklah kalau begitu..” Putri Aleta mondar-mandir. Hatinya tak
“Paduka.. mohon maaf kami berdua tidak dapat menemukan putra pangeran selama berkelana mencarinya” utusan yang ditugaskan untuk mencari keberadaan Putranya selama bertahun-tahun telah kembali. Ya penampilannya sedikit berbeda, hal ini karena dimakan usia.“Apakah kalian yakin sudah menelusuri semua tempat di bawah kekuasaan kerajaanku?”“Sudah paduka, mohon maaf sekali kami belum dapat menemukan putra kerajaan” dengan wajah menghadap lantai“Baiklah sekarang beristirahatlah..”Akhirnya raja menyuruh mereka untuk segera beristirahat. Raja tidak memerintahkan mereka untuk mencari putranya kembali. Raja akan mencari cara lain untuk menemukan putranya. Ternyata caranya selama ini tidak efektif dan tidak membuahkan hasil.Ratu kembali merasa sedih. Sebelumnya, ia sudah bisa sedikit menghilangkan kesedihannya. Namun, dengan kembalinya utusan ke istana seakan memaksa hati ratu untuk membu
Kelas memanah telah usai dari dua pekan lalu. Dalam dua pekan ini pula Pangeran Rafles tidak bertemu dengan Putri Aleta. Ia sangat cemas dengan kabar Putri Aleta. Apakah ia baik baik saja? ataukah ada lamaran datang untuk meminangnya? Pikiran itu selalu menghantui Pangeran Rafles sejak dua pekan lalu. Di tambah lagi kala mengingat ucapan Putri Aleta terakhir kali mereka di taman waktu itu.Ia makin tersiksa dalam keadaan tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia tak mungkin mendapat izin dari ibunya untuk pergi ke Kerajaan Niswa. Jaraknya yang lumayan jauh bukan menjadi masalah, Namun ayahnya yang terbaring tak berdayalah yang membuat kami putra putra kerajaan tidak boleh pergi ke luar dari istana.Kecemasannya kepada Putri Aleta sudah tak tertahankan, dengan memberanikan diri Pangeran Revan berbicara pada ibunya.“Wahai bunda Ratu, bolehkah hamba meminta izin pergi ke Kerajaan Niswa untuk melihat pujaa
“Bagaimaan suamiku? Akankah kita menerima maksud baik Kerajaan Flambuana?”akhirnya ratu memberanikan diri untuk bertanya kepada suaminya. Ia sudah begitu pusing memikirkan hal ini selama berhari-hari.“Sebenarnya aku masih mempertimbangkan ini” sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Tampak beberapagaris guratan di wajahnya menandakaniatengah berpikir keras.“Apa yang engkau pikirkan wahai Suamiku?” Ratu dengan lembutnya bertanya lagi. Sepertinya masih ada sesuatu pikiran yang mengganjal di kepalanya.“Jujur aku sungguh ingin menjalin hubungan keluarga dengan Kerajaan Flambuana. Namun masalahnya pastilah nanti putri kita yang akan di boyong kesana. Sedangkan kita sedang memerlukan seseorang yang dapatmenggantikan posisiku. Sampai kini kabar putra kita pun belum diketahui. Masih hidup atau tidak pun tidak ada yang mengetahuinya”raut wajahnya kini