Share

Kegelisahan Putra Rafles

Kelas memanah telah usai dari dua pekan lalu. Dalam dua pekan ini pula Pangeran Rafles tidak  bertemu dengan Putri Aleta. Ia sangat cemas dengan kabar Putri Aleta. Apakah ia baik baik saja? ataukah ada lamaran datang untuk meminangnya? Pikiran itu selalu menghantui Pangeran Rafles sejak dua pekan lalu. Di tambah lagi kala  mengingat ucapan Putri Aleta terakhir kali mereka di taman  waktu itu.

Ia makin tersiksa  dalam keadaan tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia tak mungkin mendapat izin dari ibunya untuk pergi ke Kerajaan Niswa. Jaraknya yang lumayan jauh bukan menjadi masalah, Namun ayahnya yang terbaring tak berdayalah yang membuat kami putra putra kerajaan tidak boleh pergi ke luar dari istana.

Kecemasannya kepada Putri Aleta sudah tak tertahankan, dengan memberanikan diri Pangeran Revan  berbicara pada ibunya.

“Wahai bunda Ratu, bolehkah hamba meminta izin pergi ke Kerajaan Niswa untuk melihat pujaan hatiku? Aku sungguh kahwatir jika ia dipersunting orang lain. Aku sungguh mencintainya bunda”

Tak seperti biasa. Sungguh di luar dugaan ibunya yang biasanya bersikap  lembut dalam hal apapun, kali ini merespon dengan marah.

“Kamu ini bagaimana, ayah sedang terbaring tidak berdaya, kok malah memikirkan  soal cinta. Tetaplah di istana.”

“Bunda, aku takut kalau Putri Aleta di pinang laki-laki lain, dia sangat cantik dan menawan bunda, banyak yang ingin mendapatkannya” Putra Rafles terus berusaha  mendapatkan izin dari ibunya untuk pergi menemui Putri Aleta, seseorang yang sudah tertanam dalam hatinya.

“Terserah kamu. Silahkan pergi dan jangan pernah kembali! Ibu tidak akan menggapmu anak ibu lagi!”

Mendengar jawaban ibunya itu, akhirnya ia menyerah. Ia pasrah. Ia tak berani menentang ibunya. Putra Rafles  memutuskan untuk pergi menuju taman istananya.  Ia duduk termenung sambil terus memikirkan Putri Aleta.

Tiba tiba saja ia berubah pikiran. Ia segera beranjak dari lamunannya. Ia tidak akan dapat menyatukan cintanya  hanya dari melamun. Cintanya sungguh besar, ia tidak mau Putri Aleta bersama orang lain. Ia bersiap diri dan segera mengambil kudanya.

Ia memacu kudanya dengan cepat. Segera menuju ke arah Kerajaan Niswa.

Mendengar tapak kuda yang dipacu cepat, Ratu Kira tampak murka. Ia melempar pandangannya ke arah jendela kamar. Tampak kuda Putra Rafles melaju dengan cepat.

***

Disisi lain, Putri Aleta juga merasa sangat cemas. Bagaimana tidak. Surat balasan telah sampai di istananya. Kini ia tengah terduduk di samping ibunya sambil menunggu ayahnya membacakan surat jawaban. Jantung Putri Aleta berdetak tak karuan. Bagaimana kalau Kerajaan Flambuana menerima syarat? Pastilah mimpi hidup bersama Pangeran Rafles akan segera hancur.

Surat jawaban telah di tangan raja. Ayahnya terlihat seram memegang kertas bertulisan tinta tersebut. Huh perasaan makin campur aduk tak kala raja mulai membuka surat itu secara perlahan.  Apakah mereka menerima syaratnya? Hal itulah yang selalu membayangi pikiran Putri Aleta. Ayahnya mulai menggerakkan bibir hendak membaca surat itu.

“Dengan datangnya surat ini, kami bermaksud menjawab persyaratan yang di ajukan Kerajaan Niswa. Mengenai hal tersebut kami tidak dapat memenuhi permintaan kalian mengingat Putra Revan adalah putra mahkota kerajaan kami. Dengan sangat berat hati kami tidak dapat menyanggupi persyaratannya”

Tampak ekspresi Raja dan Ratu sangat kaku. Bagaimana tidak, Pangeran Revan sangat dewasa dan memiliki paras tampan. Raja sangat mengharapkan ia untuk memimpin Kerajaan Niswa. Namun apalah daya Kerajaan Flambuana juga membutuhkan Pangeran Revan. Iya ia merupakan putra mahkota, dan istananya telah menantikan kepemimpinannya.

Raja akhirnya memutar otak untuk mencari siapa gerangan yang akan menggantikan posisinya. Putri Aleta? ia memang memiliki jiwa kepemimpinan yang baik. Terbukti beberapa kali acara istana yang ia handle selalu berjalan muncul. Ketika di kelas kerajaan pun ia sering memimpin suatu agenda luar kelas. Namun, Kerajaan Niswa mempunyai pantangan. Yaitu memiliki pemimpin wanita. Pantangan itu telah tertulis lama di buku adat kerajaan. Katanya, jika pemimpinnya adalah seorang wanita, wanita tersebut akan mengalami banyak kendala dan hambatan dalam memimpin kerajaan walaupun ia memiliki kemampuan luar biasa dalam memimpin.

Putri Aleta kini tengah terduduk di taman depan kerajaanya. Ia sedang melamunkan Putra Rafles. Tampak ekpresi bahagia yang lama tak muncul di raut wajahnya kini telah muncul kembali.

Lamunannya tiba-tiba saja terpecah. Suara pijakan kuda tampak mendekat. Derap langkahnya begitu rapat. Sepertinya kuda tersebut dipacu dengan cepat. Putri Aleta langsung berdiri dan berjalan mendekati pintu gerbang. Ia memandangkan ke arah jalan. Ia sungguh penasaran, ada apakah gerangan. Apakah istana di serang kembali? Ini yang membuatnya mencari tahu siapa yang memacu kuda tersebut.

Tampak sesosok lelaki gagah duduk di atas kuda. Ia begitu lihai dalam memacu kudanya. Wajahnya tampak tidak asing di Putri Aleta. Wajah dengan paras tampan dan menawan.

“Putri Aleta...” sosok laki laki tersebut telah berada tepat depan wajahnya. Ya wajah menawan sungguh benar-benar terpancar dari wajahnya.

“Ada apa gerangan engkau kemari?” tanya putri Aleta pada laki laki tersebut yang tak lain adalah Pangeran Revan.

“Tolong izinkanlah aku untuk menikahi dirimu. Aku sungguh jatuh hati pada engaku putri” ia memohon mohon dengan memasang wajah penuh harap

“Bukannya ayahmu sudah jelas jelas tidak menyanggupi persyaratannya. Lalu mengapa engkau kekeh ingin menikah denganku?” Putri Aleta dipenuhi pertanyaan dalam kepalanya.

“Iya ayahanda memang tidak mengizinkanku putri. Tapi kita bisa melakukan kawin lari? Iya kan?”

“Maaf, aku tidak bisa menerima permintaan kamu. Aku tidak berani mohon maaf” Putri Aleta segera pergi meninggalkan Pangeran Revan yang tampak putus asa.

Langkah Putri Aleta terhenti tak kala mendengar langkah kaki kuda. Sepertinya tadi Pangeran Revan masih berdiri mematung? Siapa gerangan pengemudi kuda itu? Putri Aleta memutar wajahnya. Ia tampak girang melihat siapa yang datang. Putra Rafles, iya dia seseorang yang selalu ia tunggu tunggu kedatangannya.

Kedatangan Putra Rafles disambut baik oleh Putri Aleta. Ia segera berlari menuju ke arahnya. Berbeda dengan ekpresi yang dipancarkan Putri Aleta, Pangeran REvan justru menatap dengan tatapan benci ke arah Putra Rafles. Ia tak suka kehadiran Putra Rafles. Ditambah lagi kehadiranya disamput baik oleh wanita yang ia taksir.

“Putra Rafles apa kabar kamu?” tanya Putri Aleta dengan segera kala melihat pujaan hatinya.

“Kabar baik, gimana denganmu? Aku selalu memikirkan keadaanmu...” jawabnya dengan penuh kebahagiaan.

“Kabarku baik juga” kata Putri Aleta dengan senyuman

“Putri, lantas siapa dia ? apakah dia tunanganmu?” ia bertanya tanya sejak datang.

“Tidak, aku belum tunangan dengan siapapun.” jawaban Putri Aleta telah membuat lega Putra Rafles. Bagaimana tidak, berhari hari Putra Rafles mencemaskan keadaanya. Tak sia-sia kali ini ia menentang ibunya. Pujaan hatinya belum ada yang memiliki.

“Putri tunggulah keluargaku kemari. Ketika ayahku sembuh, aku akan segera membawanya kemari. Tolong bersabarlah. Aku janji akan datang lagi kemari dengan keluargaku”

“Akan aku tunggu hari itu..”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status