Share

We Meet Again

"Nick! Ayo kita pulang!" pinta Kimberly yang tampak ketakutan. Tangannya gemetar secara refleks. 

Dapat dirasakan Nick, ujung bajunya diremas kuat oleh Kimberly. Wajah cantik itu memucat disertai keringat yang menetes dari pelipis. Pencahayaan yang tak begitu terang membuat Nick segera menarik pergelangan tangan Kimberly dan mengajaknya keluar dari tempat itu. 

"Ada apa denganmu, Honey? Kenapa kau gugup begitu?" desak Nick sesampainya di area parkir luas klub malam tersebut. 

"Ada seorang pria yang hendak melecehkan aku, aku takut, Nick!" pekik Kimberly dengan napas tersengal-sengal usai berlari ke arah dance floor dilanjutkan dengan berjalan lebih cepat menuju ke tempat parkir. 

Hatinya belum tenang. Gadis itu berulang kali mengedarkan pandangan ke segala arah. Ia takut pria gila dan genit itu berhasil mengejarnya. Masih teringat jelas dalam memori, ia menampar pria asing yang mengajaknya berkencan bersama kawan-kawannya.

It's so crazy! 

Bagaimana tidak gila jika ia saja masih berpegang teguh pada keyakinannya untuk menjaga kesuciannya? Sedangkan orang asing itu bisa berpikir bahwa ia adalah wanita murahan yang bisa digilir dengan seenaknya! Apa salahnya dirinya berada di sini? 

Gadis itu menggigit bibir bagian bawahnya hingga menimbulkan jejak gemeretak barisan gigi. 

"Antar aku pulang secepat mungkin, Nick! Aku juga tak mau membuat ayahku khawatir padaku!" pinta Kimberly memaksa. 

"Baiklah, kau tenang saja, ya! Aku akan menjagamu selalu. Maaf, karena aku lalai dan tidak bisa menjagamu dengan baik. Gara-gara aku mengikuti Bradley melantai, kau diperlakukan buruk oleh seorang pria. Apakah kau baik-baik saja?" 

Kimberly mengangguk pelan lalu memeluk sang kekasih. Berharap setelah pelukan ini, ia bisa mendapatkan kekuatan dan keberanian yang sempat timbul tenggelam karena pertemuannya dengan pria tadi. 

Nick melepaskan pelukannya. Tak lupa ia mengecup pucuk kepala sang gadis pujaan hati yang nyaris mendapat hal buruk di tempat hiburan sekelas Sparkling Light. Ia tak menyangka gadis dengan gaun yang masih bisa dikategorikan sopan dan anggun ini disamakan dengan wanita penjaja cinta. 

Shit! 

Rahang Nick mengetat. Tangannya terkepal hingga tampaklah buku-buku jari yang tertekuk kencang. 

Amarah Nick seketika mereda ketika sang gadis menyentuh pipi hingga dagu runcingnya, menyadarkan dirinya dari lamunan. Manik mata teduh itu sanggup menghipnotis Nick dari amarah yang begitu menggebu. Rasanya menyejukkan melihat tatapan dari iris berwarna perak tersebut. 

Beautiful eyes! 

"Masuklah! Aku akan mengantarmu pulang secepatnya," ucap Nick sembari membuka pintu mobil meminta sang gadis masuk ke kursi samping kemudi. 

Setelah memastikan gadis itu duduk nyaman dengan seatbelt yang telah melingkar erat, pria itu menutup pintu mobil dan berjalan setengah memutar memasuki kursi kemudi. Kini yang ada di hadapannya adalah stang bundar yang siap dikendarai olehnya. 

Tatapan pria itu begitu mendamba pada kekasih hatinya yang telah ia cintai selama kurang lebih tiga tahun. Penuh perjuangan dan usaha yang tidak main-main bisa mendapatkan hati seorang Kimberly, ia berjanji akan menjaga cintanya pada sang gadis. 

Deru napas Nick menerpa kulit wajah Kimberly. Mereka berdua tanpa sadar semakin intens saling mendekat. Niat hati hanya ingin mengecup kening sang kekasih, tapi melihat bibir ranum Kimberly membuat pria itu hilang arah. Ia menempelkan ibu jarinya di benda kenyal tersebut. Lembut. 

Pria itu memangkas jarak antara dirinya dan Kimberly. Ia meraup benda kenyal tersebut. Memainkan lidahnya di rongga mulut sang kekasih dengan penuh kelembutan. Semua terasa manis. Tanpa bisa dicegah sesuatu di bawah sana tampak menegang. Meminta kepastian akan kelanjutan dari tingkah keduanya. 

Jemari Nick merayap ke aset berharga milik sang gadis. Menekan benda empuk tersebut dengan penuh hasrat. 

Kesadaran Kimberly mulai di pertanyaan kala ia mendapati seseorang tengah memainkan lidahnya dengan permainan yang cukup… manis dan menggiurkan. Teringat ucapan sang ibu sebelum tiada, bahwa ciuman itu akan berakhir dalam buaian tindakan yang lebih dari itu. Akan ada kejadian lebih menuntut dari yang bisa manusia bayangkan. 

Kimberly tersadar. Ia mendorong kedua bahu bidang Nick. Menyadarkan pria itu untuk menghentikan apa yang telah mereka mulai. Benar saja, sesuatu di bawah sana, tepatnya retsleting milik Nick agak menyembul. Terasa keras dan tak menyenangkan bagi pria itu. 

"Maafkan aku! Aku tidak bermaksud--..." gugup Nick, ia merasa tak enak hati telah berbuat seperti ini pada Kimberly. Sesaat ia terbuai nafsu. 

"Tidak apa-apa, Nick. Ayo kita pulang! Barusan juga salahku karena terbuai dengan tingkah kita berdua. Jangan menyalahkan dirimu sendiri seperti itu! Bukankah hal itu wajar dilakukan pasangan kekasih? Asalkan tidak lebih dari itu aku masih bisa menerima, kau bisa mengertikan aku, bukan?"

Nick tersenyum dan mengangguk dengan tempo cepat. 

"Aku bisa mengerti. Aku akan melakukan itu saat kita berdua menikah nanti!" 

Kimberly mengangguk mengiyakan. 

Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Sesekali Nick melirik ke arah sang gadis yang amat ia cintai. Senyum merekah menghiasi wajah keduanya dengan aksi saling tatap. 

***

Berbeda dengan sepasang kekasih yang tengah berbahagia. Di satu sisi, Bryan menahan amarah di dalam sebuah room di mana di sana berisi dirinya dan kedua temannya. Leon dan Gilbert masih diam-diam menertawakan Bryan yang dipermalukan gadis untuk pertama kalinya. 

"Sudah puas kalian menertawakan aku? Hah!" bentak Bryan pada kedua temannya tersebut. Tatapan mata yang sorot akan kemarahan dan malu itu tampak bercampur menjadi satu. 

"Maaf, Bryan! Kami hanya tidak menyangka saja, seorang playboy sepertimu bisa-bisanya ditolak oleh gadis seperti itu! Hahaha," jawab Leon yang kini sudah tak bisa menahan tawa. Akhirnya ia tertawa lepas. 

Iris hazel itu menatap tajam ke arah Leon dan Gilbert, memaksa mereka untuk diam daripada terjadi hal yang tak diinginkan. 

"Aku akan mencari gadis itu dan membuatnya bertekuk lutut padaku! Aku tidak terima dia mempermalukanku seperti ini sampai aku merasa tak punya muka di depan kalian berdua! Siapa dia sebenarnya, beraninya bermain-main dengan Bryan Malik?" kesal Bryan disertai sumpah serapah yang terlontar dari bibir seksinya. 

***

Seminggu berlalu setelah kejadian memalukan antara dirinya dan pria genit yang menggodanya di sebuah klub malam. 

Kini, Kimberly telah selesai memakai riasan yang membuatnya tampak anggun dan mengesankan mata siapapun yang nanti akan berpapasan dengannya. 

"It's perfect! I like it!" pekik Kimberly mantap. Senyum yang melengkung indah dari kedua sudut bibirnya yang terpoles lipstick berwarna merah tampak membuatnya lebih dewasa dari umur yang sebenarnya. 

Ceklek

"Kimmy, anakku, apakah kau sudah selesai merias diri?" tanya George Michael, sang ayah. Ayah tunggal yang membesarkan putrinya seorang diri tanpa mau menikah lagi. 

Kimberly menoleh ke belakang. Tatapannya tertuju pada sang ayah yang berdiri di ambang pintu. 

"Papa!" pekik Kimberly kegirangan. Ia beranjak dari kursi yang ada di depan meja rias. Langkahnya semakin dekat menuju di mana sang ayah berada. 

Menggelayut manja, gadis itu mengangguk mantap, "Ayo, Pa! Semoga kita tidak terlambat di pesta pembukaan resort baru Papa. Jangan biarkan para tamu menunggu lama tamu pentingnya!" 

"As your wish, My Princess!" 

***

Suasana peresmian resort baru George Michael tampak ramai dipadati tamu undangan. 

Nick yang kebetulan diminta sebagai tamu undangan tak bisa hadir karena harus mengurus neneknya yang sedang sakit. Pria baik itu meminta maaf pada sang kekasih lewat panggilan telepon. Kimberly dapat mengertikan. Setelah bertukar pesan via suara, ia mengembalikan benda pipih pintarnya ke dalam dompet kecil miliknya. 

Kimberly menghela napas kasar. Sesekali gadis itu menatap sang ayah yang begitu kelelahan menyambut kedatangan tamu-tamunya. 

Ia memilih mengambil juice di area minuman yang dikhususkan bagi tamu yang tidak meminum minuman beralkohol. 

Usai meneguk beberapa kali, sang ayah memanggilnya. Mau tak mau ia meletakkan gelas yang ia pegang ke atas meja. Langkahnya santai menuju keberadaan George. 

"Iya, Papa." 

Seseorang tengah bercengkerama dengan sang ayah. Tunggu dulu, kenapa suaranya terdengar tidak asing memasuki indera pendengarannya? 

Kimberly mengangkat kepalanya melihat siapa pria yang menjadi lawan bicara ayahnya. 

Glek

Kimberly kesulitan menelan salivanya. Ia gugup. Seketika ia ketakutan. Wajah pria asing itu tampak menakutkan baginya. 

"Ka-Kau!!" 

****

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Reifan A
gak jdi bca knp seh slalu sj lelaki baik vs pria playboy yg sering ons, hmm uda ktebak nasib Kimberly & Nick psti penuh airmata.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status