Berawal dari sebuah pertemuan tak disengaja di sebuah klub malam paling terkenal di Edensor. Seorang gadis bernama Kimberly Michael, tampak ketakutan usai bertemu dengan pria playboy pengunjung setia Sparkling Light. Bryan sang petualang cinta mendapat penolakan untuk pertama kalinya dari seorang gadis cantik yang ia temui. Mulai saat itu ia akan mencari keberadaan sang gadis dan membuatnya bertekuk lutut padanya. Apakah Bos playboy yang begitu berkharisma nan rupawan itu dapat menaklukkan Kimberly? Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Lihat lebih banyak~Happy Reading All~
****
Penolakan
Sparkling Light di malam itu.
Suara dentuman musik DJ bertalu-talu mencabik indera pendengaran puluhan bahkan ratusan manusia di bawah sinar kerlap-kerlip warna-warni lampu disko.
Segerombolan mahasiswa kaya dan tentunya berkantong tebal tengah asyik membuat perayaan ulang tahun dengan saling bersulang menikmati cairan memabukkan di area bar.
Tak lupa sepasang kekasih yang saling berpelukan di sana. Kimberly yang baru sebulan menerima pernyataan cinta dari pemuda pengagumnya selama ini tengah membalas pelukan sang kekasih.
"Apakah kau senang, Honey?" tanya Nick pada pujaan hatinya yang mengangkat gelas tinggi dengan sedikit cairan berwarna coklat bening di sana. Rupanya gadis cantik tersebut usai meneguk cairan itu guna membasahi tenggorokannya.
"Aku senang, Nick. Sangat susah sekali aku meminta ijin pada Papaku untuk bisa keluar dari rumah. Karena dirimu, akhirnya aku bisa terbebas dari kastil besar yang selalu mengurungku itu," keluh sang gadis. Kimberly tampak menyunggingkan senyum manisnya pada Nick.
Nick tampak senang karena usahanya meyakinkan calon mertuanya membuahkan hasil, ia melepaskan pelukan mesranya dari tubuh Kimberly yang terbalut gaun malam yang tetap menawan meski tidak terlalu terbuka seperti gadis lainnya.
"Wanna dance?" Nick menawarkan diri menemani sang gadis untuk menari dan bergabung dengan puluhan manusia di area dance floor.
"No, thanks! Aku malu, Nick. Aku tidak pernah menari bersama orang sebanyak itu di sana. Memikirkannya pun aku tak pernah," tolaknya halus.
"Baiklah kalau begitu, aku tinggal sebentar ke toilet, ya. Kau aman di sini, ada teman-temanku bersamamu," pamit Nick sembari mengelus lembut pipi Kimberly.
Kimberly mengangguk disertai senyum manis yang selalu bisa meluluhkan hati Nick selama kurang lebih tiga tahun ini.
Kimberly mengangkat gelas kala sahabat dari kekasihnya menyapa dan mengajaknya untuk menambah cairan memabukkan itu ke dalam gelas.
***
Di dalam bilik toilet laki-laki yang pastinya telah terkunci, sepasang manusia berlawanan jenis tengah menikmati saling menjamah tubuh satu sama lain.
Si pria dengan penuh hasrat memaju mundurkan pinggulnya memasuki inti sang wanita. Tentunya bukan gadis lagi. Ia begitu memuja one night stand. Di tempat mana pun, kapanpun, dengan siapa pun asalkan wanita, ia akan melakukannya.
Aktivitas menjamah itu terus terjadi hingga si pria merasakan kedutan yang semakin lama semakin sering.
"Aakh!" pekik pria tersebut. Usai menuntaskan hajatnya ia menarik miliknya kasar.
Alat pengaman transparan itu telah terisi penuh, ia mengikatnya dan menginjak tulisan push di bawah sana. Tempat sampah itu terbuka.
Ia tersenyum sinis. Jika ia memasukkan ke dalam surga wanita secara langsung, bukan tidak mungkin wanita tersebut akan hamil karena ulahnya. Siapa tahu benihnya sangat subur, bukan?
Who knows?
Wanita itu tersenyum manja dengan membersihkan cairan miliknya sendiri dengan telapak tangan dan beberapa lembar tisu dari dalam clutch bag-nya.
Wanita yang tak dikenal namanya oleh sang pria segera memunguti pakaiannya yang memang minim bahan. Ia mengenakan dengan santai dan dibuat-buat lama. Tampaknya ia masih ingin menikmati wajah pria tampan yang baru saja memainkan tubuhnya di tempat ini.
Bryan tampak tak suka jika wanita itu masih berada di bilik kecil ini bersama dirinya. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang, "Pergilah! Pekerjaanmu sudah selesai!"
Wanita itu tersenyum dengan wajah berbinar-binar. "Terima kasih, Tuan. Panggil aku lagi jika kau menginginkan service dariku!" ucapnya manis sembari mengelus dada bidang yang basah oleh tetes peluh keringat.
"Hemm," jawabnya cepat sambil membukakan pintu untuk memberi celah bagi wanita itu pergi dari ruangan sempit tersebut.
Usai memakai kembali pakaiannya yang selalu identik dengan warna hitam, ia buru-buru keluar dari sana. Tak lupa memperhatikan penampilannya dari pantulan kaca besar menggantung di atas wastafel.
"Sepertinya segelas beer dapat membantu mengatasi rasa kantukku! Hah.." keluhnya sembari melangkah dengan cepat menuju table di mana ia dan kawan-kawannya tadi berkumpul.
***
Nick terburu-buru mendekati kekasihnya karena kelamaan menunggu seseorang yang menguasai bilik toilet. Dua bilik di toilet yang dua-duanya terisi penuh, membuatnya menjadi pria sabar.
Akhirnya Nick bisa segera menemui Kimberly yang memasang wajah panik karena lama menunggu dirinya.
"Maafkan aku, Honey. Aku…"
"Not at all, Honey. Kupikir kau hilang atau malah pulang duluan, aku hampir putus asa. Tapi aku lega, kau sudah ada di sini," potong Kimberly cepat, ia segera memeluk tubuh tegap sang kekasih hati. Rasa panik itu berubah menjadi lega yang teramat sangat.
"Kukira kau akan marah padaku!" celetuk Nick.
"Marah untuk apa? Memangnya apa yang kau lakukan di dalam sana? Hem?" berondong pertanyaan keluar dari bibir Kimberly disertai tatapan menyelidik.
"Karena aku terlalu lama menunggu seseorang di dalam toilet. Entah apa yang dua orang lakukan di dalam toilet berbeda, anehnya salah satu toilet itu yang keluar bukanlah pria melainkan wanita. Hah, aku tidak mau berpikir yang bukan-bukan. Itu bukan urusanku juga sebenarnya, hehehe," jelasnya diakhiri tertawa membayangkan kejadian tadi. Ia bukan pria bodoh. Ia pun pria, jadi ia tahu apa yang dilakukan sepasang wanita dan pria di dalam satu tempat. Jika tidak menuntaskan hasrat, lalu dugaan apa lagi? Ia terkekeh dengan pikirannya sendiri.
"Kau kenapa, Honey?" tanya Kimberly penasaran.
"Tidak apa-apa, hanya merasa lucu saja. Ah sudahlah, ayo kita minum lagi! Oh iya kalau kau tak bisa minum minuman seperti ini, lebih baik pilih air mineral atau lemon juice saja. Kau nanti bisa mabuk berat, dilihat dari caramu minum, ini pasti pertama kalinya bukan bagimu?"
Kimberly mengangguk cepat. "Yes, that's right, Honey!" jawabnya sambil mengacungkan dua ibu jarinya.
"Nick! Kemarilah, ayo kita ke dance floor! Ajak juga kekasihmu itu!" titah Bradley pada Nick, ia sudah menarik bahu sang sahabat.
Nick mencoba meminta ijin pada Kimberly untuk meliuk-liukkan tubuhnya di antara lautan manusia di sana. Ia berharap sang kekasih mengikutinya, Kimberly menolak dengan lembut. "Aku di sini saja, Nick! Menarilah, aku akan menunggumu!"
Nick yang tak enak hati pada Bradley yang hari ini merayakan ulang tahunnya ke dua puluh dua tahun, membuatnya terpaksa harus meninggalkan sang kekasih barang sejenak.
"Tunggu aku, ya!" pinta Nick.
Kimberly mengangguk mantap.
***
"Hei, kau kalah! Ayo, kau mau pilih Truth atau Dare?" tanya Gilbert, sahabat Bryan di salah satu table VIP di klub malam tersebut.
Hanya dua pilihan. Ia tahu mereka pasti akan memberi pertanyaan aneh-aneh dalam hidup seorang Bryan, hingga tanpa pikir panjang, ia memilih Dare.
"Oke, karena kau memilih Dare, aku minta kau mengajak salah satu wanita di bar itu yang bergaun hitam kemari! Sepertinya dia cantik dan tubuhnya begitu menggoda. Bagaimana? Kau sanggup?" tantang Gilbert disetujui Leon. Gilbert menunjuk ke arah perempuan cantik yang duduk seorang diri ditinggalkan teman-temannya melantai.
Persahabatan ketiganya begitu erat dari pertama kali menginjakkan kaki sebagai anak sekolah menengah pertama. Bryan, Leon dan Gilbert, ketiganya adalah para playboy yang amat disegani karena kekayaannya masing-masing.
Jangan salah duga, di antara ketiga manusia tersebut yang paling ekspert adalah Bryan. Berganti wanita adalah kegemarannya. Ia tak mau terikat suatu hal apa pun dengan makhluk bernama wanita. Sekali pakai seperti barang.
"Apa kau lupa bahwa aku ini ahlinya menumbangkan wanita?" tanya balik Bryan.
"Sepertinya dia memiliki kekasih, makanya aku bertanya seperti itu padamu, Big Brother! Baiklah, silakan tunjukkan kemampuanmu yang mumpuni pada kami!" ujar Leon menyemangati usai menjelaskan perihal sang gadis yang dilihatnya.
"Oke, lihat saja!" ucapnya yakin.
***
"Excuse me!" sapa Bryan dengan senyum menawan disertai kerlingan mata.
Bukan tertarik, Kimberly justru menampilkan ekspresi lain daripada yang lain pada Cassanova ulung bernama Bryan tersebut.
"Apakah kau mau berpesta bersama kami? Di sana, aku dan teman-temanku ingin berkenalan denganmu. Mari kita berpesta!" ajaknya sambil menunjuk ke arah dua sahabatnya. Bukan Bryan namanya jika berhenti di situ saja, ia malah berbisik di telinga sang gadis cantik.
"Only one night with us! Aku akan memuaskanmu, pretty girl!" bisiknya dengan seenaknya.
Merasa kesal tanpa pikir panjang, gadis itu mengayunkan telapak tangannya ke arah pipi sang pria.
Plakk
"Dasar kurang ajar! Kau pikir aku wanita murahan? Jaga bicaramu itu!" pekik Kimberly tak terima. Ia memilih mencari keberadaan Nick dan mengajaknya pulang.
"What the hell?" geram Bryan usai mendapat tamparan di pipinya. Ia dapat melihat dengan jelas kedua sahabatnya tergelak sambil berjalan mendekatinya.
Ia ditolak?
Kesal setengah mati, bayangan tubuh gadis itu tampak menari-nari dalam pikirannya seperti meledek dirinya.
***
Bukan Stephanie yang semakin mendekat. Kimberly yang maju dan menghambur ke dalam pelukan ibu kandung Bryan. "Aku merindukan pelukan seorang ibu sejak beberapa tahun terakhir. Aku selalu memimpikan memiliki ibu mertua yang menyayangiku. Maafkan aku, Ma, jika aku belum bisa menjadi menantu yang baik di matamu. Aku hanyalah manusia biasa yang masih terus belajar menjadi lebih baik. Apa pun yang terjadi antara Mama dan Bryan, kuharap kalian akan segera berdamai dan saling mengerti satu sama lain!" ungkap Kimberly. Mendengar ucapan menantunya, Stephanie mengeratkan pelukannya. Lalu beberapa saat kemudian pelukan itu terlepas dan mereka berdua saling bersitatap. "Terima kasih, Kimberly! Mama pergi, ya! Jaga kesehatan kalian dan titip anak Mama! Semoga Tuhan selalu melindungi kalian di mana pun berada dan menjauhkan segala keburukan dari hidup kalian. Sampai jumpa lagi, Kimberly!" pamit Stephanie dengan wajah begitu sendu dan mata yang begitu sayu
Lampu terang di ruang operasi masih menyala. Kimberly berada di depan pintu sambil menunggu dokter selesai melakukan tindakan pada Jenica. Luke dan George sudah datang dan menemani perempuan cantik tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang pria tampan dengan balutan jas menawan berlari-lari menuju ruangan yang dimaksud. Ia mencari keberadaan sang istri dan ingin segera memeluknya. "Kimmy!" teriak Bryan yang seketika memeluk tubuh mungil istrinya dengan ekspresi cemas luar biasa. "Bagaimana keadaanmu? Papa baru saja mengabariku. Maaf aku baru bisa datang!" ungkap Bryan seraya berulang kali mengecup pucuk kepala sang istri. Kegelisahan di wajahnya tak dapat dibantah. Semua terlihat begitu kentara. Bryan sangat mencemaskan kondisi istri tercintanya. " Aku tidak apa-apa, Bryan. Untung saja ada Kak Jenica yang menyelamatkanku. Saat ini kami masih menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Bryan, aku takut terjadi hal b
Stephanie penasaran akan suatu hal. Ia pun segera bertanya pada Deborah demi mendapatkan jawaban yang sempat mengusik pikirannya. "Apa jangan-jangan kau sudah menyukainya lebih dari yang kubayangkan?" tanya Stephanie dengan mata menyipit mencari tahu. "Lelaki seperti Bryan itu sangatlah langka dan juga menawan, Tante. Ketampanan serta kewibawaannya sanggup meruntuhkan iman hampir sebagian besar kaum hawa di Edensor kita yang tercinta ini. Termasuk aku!" ungkap Deborah dengan wajah berbinar-binar membayangkan Bryan menjadi miliknya. Stephanie tersenyum sinis. "Kau pasti akan mendapatkannya sebentar lagi! Kimberly tidak pantas mendapatkan anakku! Hanya kaulah yang pantas bersanding dengannya!" yakin Stephanie. Deborah tersenyum senang. Lengkungan bibirnya membentuk curva cantik. Ia bahagia dan bangga karena mendapatkan restu dari Stephanie. Tinggal beberapa langkah lagi Bryan pasti akan menjadi miliknya. Ya, sebenta
Kimberly tersenyum ramah di wajahnya yang penuh keteduhan. Ia terlihat tenang di usianya yang masih belia dibandingkan usia suaminya. Sikap dewasa dalam dirinya kini mulai mendominasi.Jemari lentiknya merayap lembut ke pipi Bryan, sekali lagi demi menenangkan hati dan pikiran Bryan yang tengah berkecamuk."Aku takut kehilanganmu sama seperti ketakutanku akan kehilangan Shannon dalam hidupku dulu! Aku sangat mencintaimu, Kimmy! Jangan pernah pergi meninggalkan aku!" pinta Bryan dengan begitu gelisah. Deru napasnya memburu."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku selalu ada di sampingmu. Istrimu ini juga sangat mencintaimu, Bryan!" tegas Kimberly tulus.Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Merasa ketenangan benar-benar ia dapatkan ketika memeluk tubuh Kimberly. Bryan pun mendorong pelan tubuh yang begitu meneduhkan jiwanya, ia meletakkan kedua tangannya di atas pundak Kimberly.Tatapan mereka saling bersua. Kegelisahan
Kita tinggalkan sejenak Kimberly dan Bibi Jules di dapur. Saat ini Bryan sudah berada di kamar. Ia baru saja keluar dari kamar mandi.Selembar handuk berwarna putih menutupi tubuh bagian bawahnya dari pinggang hingga mencapai tempurung lututnya.Ia merasa malas dan kesal usai membenamkan diri di dalam bath tub selama beberapa saat, tapi ia tidak tahu apa penyebabnya.Segera, ia mengambil satu setel piyama tidur guna memberinya rasa nyaman saat sebentar lagi ia memejamkan mata barang sejenak. Kantuk mulai menyapa kedua kelopak matanya, yang tanpa sadar membuatnya berat untuk tetap terjaga."Badanku lelah sekali! Aduh!" keluh Bryan sembari memijat lengannya sendiri.Ia melangkah maju ke atas pembaringan. Perlahan, ia melepas sandal yang membalut telapak kakinya.Bryan sudah merasakan nyaman saat ia meletakkan kepalanya yang berat di atas bantal. Matanya secepat kilat terpejam.Sepuluh menit kemu
Kimberly tersenyum senang saat mendapati sepasang mata peraknya menangkap jelas sebuah kotak pizza favorit ada di kursi belakang. Wajahnya berubah begitu sumringah. Ekspresi yang bertolak belakang dengan beberapa detik lalu.Tanpa sadar ia mengguncang pelan lengan sang suami yang tengah mengemudikan mobil. Bryan yang mengetahui hal itu spontan kembali terkekeh. Ia senang jika bisa membuat Kimberly bahagia seperti ini. Saat ini ia meyakini ucapan Kimberly beberapa saat lalu…'Kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda, bisa datang dari makanan, seseorang yang kita suka, kesehatan dan masih banyak lagi. Tapi, kalau buat aku, makanan adalah mood booster terhebat yang tidak pernah bisa kutolak. Makanan kesukaan bisa membuatku bahagia. Bahagia itu bisa didapatkan dengan cara sederhana, asal diberikan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.'Kata-kata itulah yang menjadi dasar Bryan memberikan makanan yang berasal dari Italia itu pada Kimberly.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen