"Dewa bisnis tampan?" ulang Kimberly pada Jenica sambil melirik ke arah Bryan yang tampak mengulum senyum seraya mengelus dagu runcingnya.
Dengan senyum merekah di wajahnya, Jenica mengangguk mantap.
"Ya, benar sekali, Kim! Apa kau tak pernah membaca surat kabar atau portal berita online? Di situ tertulis banyak sekali artikel yang menjelaskan siapa dan bagaimana sepak terjang seorang Tuan Bryan di dunia bisnis. Ke mana saja kau selama ini? Oops, kau ini hidup di belahan dunia mana? Hem?" tanya Jenica yang lebih terdengar menyindir Kimberly.
Kimberly mengedikkan bahu sambil mengangkat kedua tangannya menanggapi ucapan Jenica. Ia lebih memilih mengacuhkan dua manusia di dekatnya yang memandanginya dengan pikiran berbeda di otak masing-masing.
"Sorry, sepertinya aku sudah mengantuk. Jika kalian ingin melanjutkan obrolan berdua, maka dengan senang hati aku meninggalkan kalian. Permisi," pamit Kimberly sambil menatap ke arah Jenica dan Bryan silih berganti.
"Tunggu, Nona Kimberly!" pekik Bryan menghentikan langkah Kimberly.
Mengetahui namanya disebut, Kimberly menoleh ke belakang dan melambaikan tangan pada keduanya. Kimberly benar-benar mengacuhkan panggilan seorang Bryan dengan memiringkan senyumnya.
Bryan merasa tertampar dengan pesona seorang gadis angkuh yang menolak dirinya untuk pertama kali.
Gadis cantik itu memilih mencari sang ayah dan segera menyampaikan niatnya untuk pulang lebih awal. Ia tak mau menginap di resort ini, ia lebih menyayangi ranjang serta bantal di rumah daripada fasilitas mewah yang ditawarkan di sini.
~~~~
Sepeninggal Kimberly, di bawah gazebo itu menyisakan dua makhluk yang sama-sama berpikiran kotor.
Jenica dengan lancang membayangkan tubuh polos pria tampan nan rupawan ini bermain bersama dirinya di atas ranjang, namun, berbanding terbalik dengan pemikiran Bryan. Pikiran Bryan penuh akan bayangan gadis cantik bernama Kimberly Michael tanpa memakai satu pun kain menutupi tubuhnya.
"Shit!" pekik Bryan tanpa sadar mengundang tanya Jenica dalam hati.
"Ada apa, Tuan Bryan?" tanya Jenica ingin tahu. Ia mendekatkan tubuhnya hingga tak menyisakan jarak berarti dengan Bryan. Bahkan kini indera penciuman Jenica dapat mengendus dengan baik aroma maskulin dari tubuh Bryan Malik.
"Maaf Nona Jenica, kau terlalu dekat!" ucapnya sambil menggeser tubuhnya ke samping, menjaga jarak lebih tepatnya, untuk mendeskripsikan tindakannya saat ini. "Aroma parfum apa yang kau pakai?" tanyanya lagi dengan memicingkan mata ingin tahu.
Merasa pria itu begitu perhatian padanya, Jenica tersenyum penuh arti sambil menyampaikan sebuah merek ternama dengan kualitas terbaik dan juga diproduksi dalam jumlah yang terbatas.. limited edition!
Bryan menarik bibirnya ke atas. "Kenapa sebuah parfum mahal begitu, ehm… bagaimana ya, aku mengatakannya…" ucap Bryan ragu-ragu, sesekali ia melirik Jenica sambil menunggu kalimat apa yang akan diucapkan olehnya.
"Apakah begitu manis aromanya, Tuan Bryan?" tanya Jenica penuh harap.
"Maaf, terlalu menyengat! Lebih baik kau gunakan parfum dengan aroma yang lebih soft seperti saudaramu tadi. Aroma parfumnya lebih menarik, tidak terlalu menonjol tapi meninggalkan kesan manis. Permisi," jelas Bryan sembari menganggukkan kepalanya dengan mantap untuk pamit. Sambil lalu ia benar-benar pergi meninggalkan Jenica seorang diri.
Bryan pergi begitu saja meninggalkan Jenica yang menggeram menahan amarah karena ucapannya.
"Brengsek kau, kalau bukan karena kau adalah tuan besar kaya dan tampan, akan kupastikan kau mendapat pukulan dari tanganku di wajahmu yang angkuh itu!" gerutu Jenica dengan matanya yang terus tertuju pada pria tampan bertubuh jangkung nan tegap bernama Bryan. Pria itu berjalan semakin menjauh dari jangkauan Jenica dan memilih berbaur dengan ratusan tamu undangan lainnya.
~~~~
"Papa, aku sangat lelah! Bolehkah aku pulang lebih dulu?" tanya Kimberly pada sang ayah yang kini tampak santai bercengkerama dengan Paman Luke, ayah Jenica.
George menoleh ke samping, memindai wajah cantik putrinya yang tampak lelah. Manik mata indah yang diturunkan dari mendiang istrinya begitu sayu.
Membelai lembut pucuk kepala Kimberly, George mengangguk mengiyakan. "Apa pesta ini begitu membosankan, Kimmy?" tanya George dengan penuh kelembutan seraya memanggil nama panggilan putri kecilnya.
"Bukan begitu, Papa! Sepertinya aku kurang tidur dan terlalu kelelahan karena mengurus mata kuliah tambahan, sama sekali bukan karena bosan!" kilahnya pada sang ayah, ia menggeleng samar sembari memperlihatkan senyum manisnya.
Ia tidak mau mengecewakan acara penting sang ayah, di mana seluruh aset dan jerih payah George bersama mendiang Betsy-istrinya- dialokasikan di tempat ini. Resort ini adalah usaha dari hasil jerih payah George selama ini selain perusahaan yang diwariskan dari ayahnya. Pearl Group.
Bahkan nama dari resort ini mengambil dua nama mereka yang dijadikan satu, Bege Resort. Kimberly menggelayut manja di lengan sang ayah.
"Baiklah, kalau begitu! Oh iya, kenapa tidak mencoba fasilitas kamar di resort ini saja, Kim? Banyak kamar yang masih kosong, kemungkinan lusa akan segera beroperasi. Kau bisa memilih kamar yang kau mau," tawar George.
Kimberly menggeleng cepat, "Bagaimana aku bisa tidur jika tidak memeluk Teddy?" tanya balik Kimberly yang membuat George paham.
Teddy adalah boneka beruang yang berukuran sebesar manusia dewasa, hadiah dari mendiang ibunya. Boneka itu lain dari yang lain. Karena benda tersebut adalah kenang-kenangan terakhir yang tak akan mudah terlupa oleh Kimberly mengenai sosok ibunya. Ia hanya bisa tidur jika sudah memeluk boneka itu.
George merogoh benda di saku celana, dapat dipastikan itu adalah ponsel ios-nya. Sekali sentuh, pria tua itu sudah berbicara dengan seseorang di seberang sana. Tak lama pembicaraan itu usai, ia segera mengembalikan benda pipih itu ke saku celananya kembali.
Lima belas menit kemudian, seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahunan mendekati sepasang ayah dan anak tersebut dengan sungkan.
"Maaf, Tuan dan Nona. Sepertinya mobil yang kita tumpangi mengalami kerusakan di bagian dalam mesin, saya sedang menghubungi seorang montir dari bengkel langganan dan mereka akan memeriksa sebentar lagi," jelas Harry, sopir pribadi George.
"Bagaimana bisa mobil itu rusak, Harry? Bukankah tadi baik-baik saja?" tanya George penuh keheranan.
"Benar, Tuan. Tapi saat saya hendak menyalakan mesin mobil, tiba-tiba muncul bunyi yang cukup aneh dari dalam dan saya khawatir ada pihak yang telah menyabotasenya," ungkap Harry mengemukakan kesimpulannya.
"Memang kau tinggal ke mana mobil itu sebelumnya, Harry?" tanya Luke yang sedari tadi diam dan kini ikut masuk ke ranah pembicaraan atasan dan bawahan tersebut.
"Tadi perut saya sakit, Tuan. Saya mencari toilet di semua area resort. Cukup lama saya menemukan satu toilet, karena sebagian besar semuanya sedang digunakan. Setelah saya kembali, mobil itu mendadak aneh," jawabnya cepat.
George tampak berpikir. Apakah mungkin ada yang berniat merusak kendaraan yang ditumpangi olehnya dan Kimberly?
Tapi, siapa yang tega melakukan itu?
George masih terbuai dalam lamunan hingga tersentak karena mendengar sebuah suara yang cukup lantang menawarkan diri untuk mengantar putrinya.
"Maaf mengganggu sebelumnya, bukan bermaksud menguping obrolan kalian, saya juga mau pulang karena ada beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan. Sepertinya arah kediaman Tuan George dan saya searah, kalau berkenan maukah Nona Kimberly pulang bersama saya?" tawaran manis datang dari pria yang begitu menyebalkan, Bryan Malik.
Senyum menawan pria itu tampakkan sambil memandangi tubuh ramping Kimberly dari atas sampai bawah. Jangan lupakan bagaimana tatapan seksi seorang Bryan memindai gadis cantik itu!
"Bagaimana, Nona Kimberly?" tanya Bryan sekali lagi meminta jawaban.
~~~~
Bukan Stephanie yang semakin mendekat. Kimberly yang maju dan menghambur ke dalam pelukan ibu kandung Bryan. "Aku merindukan pelukan seorang ibu sejak beberapa tahun terakhir. Aku selalu memimpikan memiliki ibu mertua yang menyayangiku. Maafkan aku, Ma, jika aku belum bisa menjadi menantu yang baik di matamu. Aku hanyalah manusia biasa yang masih terus belajar menjadi lebih baik. Apa pun yang terjadi antara Mama dan Bryan, kuharap kalian akan segera berdamai dan saling mengerti satu sama lain!" ungkap Kimberly. Mendengar ucapan menantunya, Stephanie mengeratkan pelukannya. Lalu beberapa saat kemudian pelukan itu terlepas dan mereka berdua saling bersitatap. "Terima kasih, Kimberly! Mama pergi, ya! Jaga kesehatan kalian dan titip anak Mama! Semoga Tuhan selalu melindungi kalian di mana pun berada dan menjauhkan segala keburukan dari hidup kalian. Sampai jumpa lagi, Kimberly!" pamit Stephanie dengan wajah begitu sendu dan mata yang begitu sayu
Lampu terang di ruang operasi masih menyala. Kimberly berada di depan pintu sambil menunggu dokter selesai melakukan tindakan pada Jenica. Luke dan George sudah datang dan menemani perempuan cantik tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang pria tampan dengan balutan jas menawan berlari-lari menuju ruangan yang dimaksud. Ia mencari keberadaan sang istri dan ingin segera memeluknya. "Kimmy!" teriak Bryan yang seketika memeluk tubuh mungil istrinya dengan ekspresi cemas luar biasa. "Bagaimana keadaanmu? Papa baru saja mengabariku. Maaf aku baru bisa datang!" ungkap Bryan seraya berulang kali mengecup pucuk kepala sang istri. Kegelisahan di wajahnya tak dapat dibantah. Semua terlihat begitu kentara. Bryan sangat mencemaskan kondisi istri tercintanya. " Aku tidak apa-apa, Bryan. Untung saja ada Kak Jenica yang menyelamatkanku. Saat ini kami masih menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Bryan, aku takut terjadi hal b
Stephanie penasaran akan suatu hal. Ia pun segera bertanya pada Deborah demi mendapatkan jawaban yang sempat mengusik pikirannya. "Apa jangan-jangan kau sudah menyukainya lebih dari yang kubayangkan?" tanya Stephanie dengan mata menyipit mencari tahu. "Lelaki seperti Bryan itu sangatlah langka dan juga menawan, Tante. Ketampanan serta kewibawaannya sanggup meruntuhkan iman hampir sebagian besar kaum hawa di Edensor kita yang tercinta ini. Termasuk aku!" ungkap Deborah dengan wajah berbinar-binar membayangkan Bryan menjadi miliknya. Stephanie tersenyum sinis. "Kau pasti akan mendapatkannya sebentar lagi! Kimberly tidak pantas mendapatkan anakku! Hanya kaulah yang pantas bersanding dengannya!" yakin Stephanie. Deborah tersenyum senang. Lengkungan bibirnya membentuk curva cantik. Ia bahagia dan bangga karena mendapatkan restu dari Stephanie. Tinggal beberapa langkah lagi Bryan pasti akan menjadi miliknya. Ya, sebenta
Kimberly tersenyum ramah di wajahnya yang penuh keteduhan. Ia terlihat tenang di usianya yang masih belia dibandingkan usia suaminya. Sikap dewasa dalam dirinya kini mulai mendominasi.Jemari lentiknya merayap lembut ke pipi Bryan, sekali lagi demi menenangkan hati dan pikiran Bryan yang tengah berkecamuk."Aku takut kehilanganmu sama seperti ketakutanku akan kehilangan Shannon dalam hidupku dulu! Aku sangat mencintaimu, Kimmy! Jangan pernah pergi meninggalkan aku!" pinta Bryan dengan begitu gelisah. Deru napasnya memburu."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku selalu ada di sampingmu. Istrimu ini juga sangat mencintaimu, Bryan!" tegas Kimberly tulus.Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Merasa ketenangan benar-benar ia dapatkan ketika memeluk tubuh Kimberly. Bryan pun mendorong pelan tubuh yang begitu meneduhkan jiwanya, ia meletakkan kedua tangannya di atas pundak Kimberly.Tatapan mereka saling bersua. Kegelisahan
Kita tinggalkan sejenak Kimberly dan Bibi Jules di dapur. Saat ini Bryan sudah berada di kamar. Ia baru saja keluar dari kamar mandi.Selembar handuk berwarna putih menutupi tubuh bagian bawahnya dari pinggang hingga mencapai tempurung lututnya.Ia merasa malas dan kesal usai membenamkan diri di dalam bath tub selama beberapa saat, tapi ia tidak tahu apa penyebabnya.Segera, ia mengambil satu setel piyama tidur guna memberinya rasa nyaman saat sebentar lagi ia memejamkan mata barang sejenak. Kantuk mulai menyapa kedua kelopak matanya, yang tanpa sadar membuatnya berat untuk tetap terjaga."Badanku lelah sekali! Aduh!" keluh Bryan sembari memijat lengannya sendiri.Ia melangkah maju ke atas pembaringan. Perlahan, ia melepas sandal yang membalut telapak kakinya.Bryan sudah merasakan nyaman saat ia meletakkan kepalanya yang berat di atas bantal. Matanya secepat kilat terpejam.Sepuluh menit kemu
Kimberly tersenyum senang saat mendapati sepasang mata peraknya menangkap jelas sebuah kotak pizza favorit ada di kursi belakang. Wajahnya berubah begitu sumringah. Ekspresi yang bertolak belakang dengan beberapa detik lalu.Tanpa sadar ia mengguncang pelan lengan sang suami yang tengah mengemudikan mobil. Bryan yang mengetahui hal itu spontan kembali terkekeh. Ia senang jika bisa membuat Kimberly bahagia seperti ini. Saat ini ia meyakini ucapan Kimberly beberapa saat lalu…'Kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda, bisa datang dari makanan, seseorang yang kita suka, kesehatan dan masih banyak lagi. Tapi, kalau buat aku, makanan adalah mood booster terhebat yang tidak pernah bisa kutolak. Makanan kesukaan bisa membuatku bahagia. Bahagia itu bisa didapatkan dengan cara sederhana, asal diberikan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.'Kata-kata itulah yang menjadi dasar Bryan memberikan makanan yang berasal dari Italia itu pada Kimberly.
Nick terkesiap. Sumpah demi apa pun ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan kembali berurusan dengan suami mantan kekasihnya.Langkah kaki orang itu berhenti tepat di hadapannya. Dengan senyum yang melengkung jelas dari kedua sudut bibirnya, pria itu tampak begitu menawan. Pantaslah ia bersanding dengan Kimberly. Mereka adalah pasangan yang cocok satu sama lain. Tampak solid dan membuat iri jutaan pasang mata yang melihat keduanya bersisian.Nick mengenyahkan pikiran itu. Ini bukan saatnya memuji mereka.Tanda tanya besar berkumpul di pikirannya. Apa yang membuat pebisnis terkenal se-Edensor ini mendatanginya?"Ke-kenapa kau ada di sini?" tanya Nick terbata-bata. Pria itu gugup hanya karena disambangi Bryan.Bukannya menjawab, Bryan malah tersenyum penuh misteri.Nick mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjernihkan suasana hatinya yang memendam banyak pertanyaan di sana.Kedua pria de
Luke tersenyum penuh arti."Semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Papa mendengar kau mau meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah kau perbuat saja, Papa sudah merasa bangga. Kau sudah dewasa, Jenica. Belajar dan berpikir lebih baik ke depan. Perbaiki segala kesalahan yang dulu pernah terjadi.Papa yakin Kimberly akan memaafkanmu asal kau berjanji untuk tidak mengulang perbuatan yang sama. Kimmy adalah gadis yang baik dan sopan. Dia selalu menyayangimu. Papa pun bisa merasakannya. Hanya karena iri semata, kau bisa melakukan segala perbuatan itu. Papa yakin kau pun bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Percayalah!" yakin Luke menyemangati dan menyadarkan sang putri.Jenica mengangguk mantap."Aku akan menemui Kimmy dan meminta maaf padanya!" tegas Jenica penuh semangat."Ya! Papa akan selalu mendukungmu menjadi pribadi yang lebih baik! Semoga Kimmy memberikanmu kesempatan untuk berproses ke
"Ya, aku berjanji!" jawab Kimberly lantang tanpa meragu sedikit pun.Bryan membuka memori lama yang masih tersimpan jelas di dalam otaknya. Semua itu tak bisa menghilang begitu saja meski waktu terus berjalan.Waktu pun bergulir mengikuti ritme kisah yang terjadi di masa lalu.Kimberly menyeka cairan yang masih merembes dari pemilik iris biru di sampingnya. Cairan itu telah berhasil membasahi kedua pipi suaminya."Kau memiliki aku! Aku tak bisa berjanji akan selalu bersamamu hingga kita tua nanti. Aku hanya bisa menjalani setiap detik waktu yang berjalan bersamamu. Usia manusia tidak ada yang tahu. Benar, kan?Aku akan meminta pada Tuhan agar memberi kita usia yang panjang dan berguna bagi semua makhluk di sekitar kita. Bukan aku yang menentukan lama atau singkatnya hidup kita, semua tergantung sang Pencipta. Kita jalani saja semua proses hidup bersama-sama.Setelah aku dan kau menjadi satu dalam ikatan pe