Sang pria tampak menyeringai. Hal itu membuat bulu kuduk Kimberly sontak meremang.
'Mimpi apa aku semalam?' gerutunya dalam hati.
Hal berbeda ditampilkan di raut wajah Bryan. Ia tampak senang bisa bertemu dengan gadis yang menolaknya waktu itu. Penolakan yang berpengaruh pada jati dirinya sebagai seorang Don Juan masa kini dan ditertawakan oleh kedua sahabatnya membuat citra dirinya meredup. Tentu itu hanya pikirannya saja, lain hal dengan Leon dan Gilbert.
Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat supaya gadis ini mengetahui siapa dan alasan kenapa ia berada di sini, pikir Bryan. Ia mengajak Tuan George Michael untuk berbicara empat mata.
Beberapa saat kemudian, Bryan kembali mendekati gadis cantik yang tengah menikmati orange juice di tangan dan satu tangan lagi berada di atas perutnya. Sesekali gadis itu mengetukkan kaki di lantai hingga menimbulkan bunyi. Kimberly terlihat bosan dan ingin segera pulang ke rumah sekedar untuk memejamkan mata.
Di tempat ini yang lebih didominasi kolega dan rekan bisnis sang ayah membuatnya merasa malas serta jengah. Ada beberapa rekan bisnis sang ayah yang turut pula mengajak anak mereka. Sebagian besar lelaki dan Kimberly tampak malas meladeni beberapa di antaranya yang mengajaknya berkenalan atau bahkan ingin mengenalnya lebih jauh.
Semua yang ada di sini tak lebih hanyalah sebatas hubungan yang berujung pada sebuah kerja sama bisnis dan lebih sering terdengar pernikahan bisnis jika mereka melanjutkan setelah malam ini berganti.
"Long time no see, Pretty girl!" sapa Bryan basa-basi yang membuyarkan lamunan gadis cantik tersebut. Ia memiringkan senyum sembari menyodorkan sebuah gelas tinggi berisi wine.
"Maaf, aku sedang ingin sendiri. Tolong, jangan menggangguku!" tegas Kimberly lalu berjalan menuju meja minuman dan meletakkan gelas kosong dari genggamannya di sana.
Bukan Bryan Malik namanya jika ia hanya diam saja diperlakukan seperti itu oleh seorang gadis kecil seperti Kimberly Michael. Jiwanya tertantang dengan sikap yang gadis itu tampakkan di hadapannya. Jinak-jinak merpati, tanpa sadar Bryan terkekeh geli dibuatnya. Ia mengikuti langkah gadis itu kemana pun.
"Tuan Bryan, tunggu! Kimberly, kemarilah!" panggil George pada kedua manusia yang tak seirama keinginan mereka. Satu sisi Kimberly ingin segera kabur dan menjauh dari sang pria genit itu, satu sisi lagi menampakkan seorang pria yang begitu tenang pembawaannya.
Bryan dan Kimberly berdiri berdekatan. Terlihat di mata tua George, kedua makhluk Tuhan yang berwajah cantik dan tampan itu saling berlomba-lomba menampilkan senyum termanis yang mereka miliki padanya.
"Rupanya kalian sudah saling mengenal?" tanya George dengan ramah yang memburu jawaban dari keduanya.
"Tidak!"
"Ya!"
Jawaban berbeda keluar di waktu yang bersamaan menimbulkan tanda tanya besar di kepala George. Memicingkan mata, pria tua yang telah berusia lebih dari setengah abad itu memindai raut wajah Kimberly dan Bryan silih berganti.
"Oh, maksud kami adalah kami baru saja mengingat pertemuan beberapa saat lalu. Mungkin anak anda lupa tepatnya kapan, tapi kami sudah pernah bertemu," timpal Bryan dengan santainya diakhiri meneguk cairan manis nan memabukkan dalam genggamannya untuk mengaliri tenggorokannya.
"Kami belum saling mengenal satu sama lain, namun, jika diijinkan oleh Tuan George, saya akan dengan senang hati menyambutnya dan ingin lebih mengenal sosok putri anda," lanjutnya dengan senyum menawan.
Sesaat, Kimberly takjub. Ternyata pria yang dijuluki sebagai Don Juan masa kini itu memang pantas menyandang predikat tersebut dikarenakan dirinya memiliki senyum yang mampu membius jutaan kaum hawa yang menatapnya. Termasuk dirinya.
Oops!
Kimberly mengusir jauh pikiran itu dari kepalanya. Ia menggeleng samar. Refleks, ia menoleh ke arah lain yang sekiranya tidak memuat wajah pria menyebalkan itu.
"Mohon maaf sebelumnya, saya sudah memiliki kekasih, Tuan. Saya tidak mau membuat kekasih saya berpikir yang bukan-bukan jika saya berdekatan dengan pria asing," tandas Kimberly. Tanpa mau buang waktu, ia memilih pergi dari hadapan dua lelaki beda generasi itu untuk mencari udara segar. Mendadak ia merasa pengap. Ia butuh kebebasan.
"Mohon maaf atas kelancangan putri saya, Tuan Bryan. Semoga tidak dimasukkan ke hati oleh Tuan Bryan. Saya tahu dia pasti tidak sengaja mengatakan hal itu," ucap George pada Bryan atas kelakuan putrinya yang tiba-tiba bersikap seenaknya sendiri.
Bryan mengulas senyum manis yang menampilkan deretan rapi gigi putihnya.
"Tidak apa-apa, Tuan. Wajar saja, anak muda memang seperti itu," sahutnya cepat sembari tersenyum penuh misteri.George semakin tak enak hati. "Tuan Bryan juga masih muda, tapi memiliki hati seluas samudera. Sungguh, saya merasa sungkan pada anda dan memintakan maaf karena kelakuan putri saya atas kelancangannya," ujarnya lagi.
"Tuan George, saya tidak marah dan bisa mengertikannya. Lebih baik kita bahas lagi saja kerja sama bisnis yang sempat tertunda!" ajak Bryan mengalihkan topik yang mendadak beku dan hilang arah.
George menimang-nimang ajakan Bryan hingga tanpa perlu buang waktu ia segera mengiyakan. Keduanya pergi berdua menuju tempat di mana mereka bisa membahas masalah bisnis dengan nyaman dan fleksibel di resort tersebut.
***
"Dia pikir dia siapa? Hah! Menjengkelkan sekali!" gerutu Kimberly di taman belakang tepat di samping kolam renang yang jauh akan kebisingan para tamu.
Gadis cantik itu tampak mengerucutkan bibirnya. Tak lupa sesekali ia menggembungkan pipinya, terlihat menggemaskan.
Seseorang menepuk bahunya, hampir saja membuatnya gelagapan. Untungnya ia bisa menguasai diri hingga tak terjatuh efek kejutan yang diberikan Jenica, sepupunya. Jenica adalah anak dari kakak sang ayah.
"Apa yang kau keluhkan di sini, Kim?" tanya Jenica ingin tahu.
"Kak, kau ini suka sekali mengejutkan aku! Bagaimana kalau aku jantungan? Huh!" keluhnya yang membuat sang kakak sepupu tergelak.
Jenica berusaha menetralkan tawanya supaya mereda. Setelah menghentikan tawanya ia mengajak Kimberly duduk di bangku panjang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Maaf, lagipula kupikir kau sedang bersenang-senang di dalam menikmati pesta yang membosankan itu!" kilahnya cepat supaya adik sepupunya tak melanjutkan acara merajuk nan menggelikan itu. "Kenapa kau ada di sini? Sana masuk, atau kau mau membuat Paman George mencarimu?" lanjutnya memberikan pilihan.
Kimberly menggeleng pelan, ia menolak. Ia tak mau melihat pria itu lagi untuk ke sekian kalinya di malam ini. Malam yang seharusnya ia isi dengan menikmati kencan berdua dengan Nick justru membuatnya bertemu pria asing bernama Bryan Malik. Pria tampan peranakan Palestine-York yang memiliki hobby menggoda wanita itu amat sangat dibenci oleh Kimberly.
"Aku tidak mau kembali ke dalam. Di dalam sana ada makhluk buas penggoda wanita!" celetuk Kimberly asal sembari bersedekap dengan mengedarkan pandangan ke tempat yang terakhir kali ia pijak sebelum berada di sini.
"Apa maksudmu?" tanya Jenica penuh selidik. "Makhluk buas? Penggoda wanita?" lanjutnya seraya memicingkan mata yang sarat akan tanda tanya.
***
Tak mau memperpanjang pembahasan yang tak bermutu mengenai pria asing tersebut, Kimberly pura-pura menguap. Ia memperlihatkan pada Jenica bahwa ia sudah sangat lelah dan mengantuk.Semua itu Kimberly lakukan karena gadis yang berusia satu tahun di atasnya itu sering sekali bertanya apa pun tentangnya. Seolah ingin tahu apa yang ia lakukan, rasakan dan dapatkan.Ia merasa tak nyaman jika Jenica mengejarnya dengan beberapa pertanyaan tak penting. Hidup sudah rumit, tak perlu lagi membahas suatu hal yang juntrungannya membuat diri sesak napas karena banyak pikiran."Sudahlah Kak, ayo kita mengobrol hal lain saja!" ajak Kimberly pada sang kakak. "Oh iya, bagaimana kabar hubunganmu dengan Kak Jeff? Kapan kalian akan bertunangan?" tanyanya santai dan tak lupa mengulas senyum manis di wajahnya yang cantik."Kami sudah berpisah," jawab Jenica cepat.Kimberly terkesiap. Tak menduga akan mendengar jawaban ini keluar dari mulut J
"Dewa bisnis tampan?" ulang Kimberly pada Jenica sambil melirik ke arah Bryan yang tampak mengulum senyum seraya mengelus dagu runcingnya.Dengan senyum merekah di wajahnya, Jenica mengangguk mantap."Ya, benar sekali, Kim! Apa kau tak pernah membaca surat kabar atau portal berita online? Di situ tertulis banyak sekali artikel yang menjelaskan siapa dan bagaimana sepak terjang seorang Tuan Bryan di dunia bisnis. Ke mana saja kau selama ini? Oops, kau ini hidup di belahan dunia mana? Hem?" tanya Jenica yang lebih terdengar menyindir Kimberly.Kimberly mengedikkan bahu sambil mengangkat kedua tangannya menanggapi ucapan Jenica. Ia lebih memilih mengacuhkan dua manusia di dekatnya yang memandanginya dengan pikiran berbeda di otak masing-masing."Sorry, sepertinya aku sudah mengantuk. Jika kalian ingin melanjutkan obrolan berdua, maka dengan senang hati aku meninggalkan kalian. Permisi," pamit Kimberly sambil menatap ke arah Jenica dan
Tanpa pikir panjang dan demi mengingat keselamatan putrinya, George mengangguk yakin akan tawaran yang diucapkan seorang Bryan Malik pada Kimberly. Pria tua itu begitu yakin Bryan dapat menjaga putrinya."Pulanglah bersama Tuan Bryan! Papa yakin Tuan Bryan bisa mengantarmu sampai rumah dengan selamat. Sambil menunggu mobil selesai diperbaiki malam ini, alangkah lebih baik kau lekas pulang, Kim! Papa tidak ingin waktu istirahatmu terganggu. Besok kau harus kuliah, kau mengerti, kan?"Bryan tersenyum ramah menanggapi ucapan George. Secara tidak langsung apa yang terlontar dari mulut George adalah bukti suatu kepercayaan pria tua itu pada seseorang yang tak lain adalah Bryan Malik.Hal itu membuat hati Bryan senang bukan main. Ia menantikan bagaimana bantahan atau alasan apa yang akan keluar dari bibir mungil Kimberly.Tak sesuai prediksi, Kimberly mengangguk pasrah. Ia mengecup pipi sang ayah lalu berpamitan pada Luke. Harry yang berada di
"Apa yang kau katakan?" tanya Kimberly pada sosok di dalam mimpinya.Pesona pria itu berhasil membuat semburat merah di kedua sisi pipinya. Pria itu bernama Bryan Malik, seorang Cassanova cinta yang namanya telah terkenal di seantero Edensor."Tinggalkan kekasihmu dan pergilah bersamaku! Aku akan membuatmu bahagia. Percayalah!" bisiknya sambil mengecup tulang selangka Kimberly hingga membuat darah gadis itu berdesir hebat."Tidak! Aku sangat mencintai Nick. Jangan coba-coba memisahkan aku dengan pria yang kucintai!" sahut Kimberly padanya."Tidak apa pria lain yang sanggup membahagiakanmu selain aku. Percayalah! Cepat atau lambat kau akan datang mencariku! Hahahaha," tukas Bryan yang sosoknya semakin hilang dalam arus mimpi meninggalkan gadis itu seorang diri."Tidak!!" jerit Kimberly yang terbangun saat seseorang menepuk pipinya perlahan.Kimberly tersadar dari mimpinya yang.. Buruk atau ah sudahlah, Kimb
Kedua mata Kimberly membola sempurna dengan ekspresi terkejut yang luar biasa. Bagaimana bisa pria itu ada di sini? Bersamanya? Apakah dia tidak bosan mengganggu pikirannya dan sekarang tanpa dosa berada di ruangan yang sama untuk berebut udara dengannya?Gadis itu mulai kebingungan tapi tak punya cara lain untuk kabur. Kekuatan pria ini begitu menakutkan dan tentu saja lebih besar dari dirinya. Salah-salah dirinya akan dilecehkan atau lebih parahnya akan dinodai.Jangan sampai itu terjadi!Lebih baik ia diam untuk sementara waktu sambil menunggu kesempatan saat pria ini lengah."Good job, pretty girl! Jadilah anak baik!" bisiknya di telinga Kimberly. Kata-kata itu berhasil membuat bulu kuduk gadis cantik itu meremang sempurna. Deru napas pria itu menerpa kulit wajahnya hingga mencapai titik sensitif sang gadis.'Brengsek sekali dia! Ya Tuhan, kenapa aku bisa terjebak dengan pria menyebalkan ini? Semalam sudah mimpi bu
Nick menggenggam sepuluh jari lentik di pertautan jemarinya lebih erat. Sepasang matanya menangkap jelas keraguan dan ketakutan pada diri sang kekasih hati."Aku sangat mencintaimu, Honey. Kau adalah perempuan kedua yang sangat berarti dalam hidupku." Nick menjelaskan dengan penuh kasih. Ia mengecup punggung tangan Kimberly dengan lembut.Sorot mata itu membuat iris perak Kimberly luluh. Ia tahu bagaimana perjuangan Nick demi mendapatkan hatinya selama ini.Sesaat Kimberly mengernyitkan kening mulusnya."Perempuan kedua? Maksudnya?" berondong Kimberly dengan sorot mata penuh tanda tanya."Kau adalah perempuan kedua yang begitu berharga di hidupku selain Nenek Emma. Kau tahu 'kan, selama ini hidupku bergantung pada nenek dan kakekku.Semenjak kakek tiada, aku hanya hidup bersama nenek dan beliaulah yang memberiku arti cinta sesungguhnya. Rasa cinta yang begitu besar melebihi kasih sayang kedua orang tuaku.&
Bryan sengaja membuat semua orang di aula menantikan jawabannya. Ia tersenyum penuh arti lalu berdehem cepat."Sepertinya itu adalah privasi yang tidak bisa saya umbar begitu saja pada semua orang. Mungkin kalau kami berjodoh, kalian akan tahu mengenai berita baiknya melalui sosial media yang kalian punya. Begitu saja, ya! Maaf saya harus segera mengurus pekerjaan di luar kota. Terima kasih semuanya. Sampai jumpa!" jawab Bryan diakhiri ucapan pamit.Jane yang berhadapan dengan Bryan hampir merosot tubuhnya mendengar penjelasan pria tampan itu.Hampir sebagian besar kaum hawa di sana kecewa dan menerka-nerka siapakah gadis misterius yang beruntung itu. Apakah seorang artis, pengusaha atau konglomerat seperti Bryan?Tak hanya mereka, Mona yang duduk di sebelah Kimberly tampak penasaran. Pandangannya tak terlepas dari objek yang memantik antusiasme besar dalam dirinya. Kimberly hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku s
Bryan menggeleng. Ia mengedarkan pandangan mencari seseorang. Spontan Bryan berdiri dan melambaikan tangan pada seorang wanita yang bekerja sebagai waitress di klub malam tersebut."Berikan aku Tequila sunrise! Cepatlah!" titahnya pada sang waitress."Baik, Tuan. Ada lagi?" tanya waitress tersebut dengan senyum secerah sinar bulan di langit malam ini. Ia merasa senang bisa melayani seorang Bryan yang begitu tampan."Aku mau dua Tom Collins dan kudapan ringan!" sambung Leon."Dua? Kau memesan untukmu sendiri?" timpal Gilbert menatap tak suka."Hei bodoh, aku juga memesankan untukmu!" jawab Leon."Oh, kukira kau melupakan aku!" ucap Gilbert yang membuat Leon serasa ingin muntah."Watch your mouth! Tutup mulutmu! Nanti orang-orang akan berpikir aku tidak normal sepertimu!" tegas Leon.Gilbert terkekeh. Bryan melengos mengarahkan pandangannya pada benda pipih yang terus bergetar di da