Rayan dan Allura sangat berbahagia karena sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. Keluarganya akan utuh dengan kehadiran buah cinta mereka. Beribu kata syukur mereka ucapkan tidak akan bisa menjelaskan betapa bahagianya mereka. Sama seperti buih di lautan yang tidak bisa dihitung jumlahnya.
“Hari ini kita cuti kerja dulu ya Dek. Kita akan ke Bandung untuk menyampaikan berita bahagia ini secara langsung. Ayah dan Ibu pasti juga ingin mendoakan cucunya ini,” ucap Rayan sembari mengelus perut Allura.
“Baiklah Mas. Adek akan kirim email dulu ke kantor. Setelah itu Adek akan siapkan keperluan kita untuk di sana.”
“Iya. Mas juga mau menelepon ke rumah dulu.”
Allura mengirim pesan kepada Lysha kalau hari ini ia akan mengambil cuti sekaligus memberitahu kabar bahagia tentang kehamilannya. Lysha begitu senangnya sampai ia ingin mengunjungi Allura saat itu juga. Tapi ia juga merasa sedih karena Allura pasti akan segera res
Saat semua orang sudah tertidur lelap, Allura terbangun karena merasa sangat mual. Ia menahan rasa mualnya itu agar Rayan tidak terbangun. Ia menatap wajah suaminya yang tertidur pulas dengan tersenyum. Sepertinya Rayan sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tak terasa air mata Allura menetes dari sudut netranya. Ia teringat kenyataan kalau hidupnya tidak akan bertahan lama dan ia tidak akan bisa melihat momen seperti hari ini lagi. Satu misinya sudah selesai. Kini ia harus mencari istri untuk Rayan sekaligus menjadi ibu untuk anaknya nanti.Allura membuat akun dating dengan identitas Rayan di ponselnya. Allura harus menemukan perempuan yang baik untuk suami dan anaknya nan
Saat hari masih petang, Allura sudah merasa mual yang luar biasa. Ia pergi ke kamar mandi dan terus mual-mual. Rayan yang mendengarnya langsung terbangun dan menghampirinya. Rayan terus mengusap-usap punggung Allura untuk membuat mualnya tidak terlalu parah, tetapi Allura tetap merasa sangat mual. “Kita ke dokter saja bagaimana Dek?” tanya Rayan. “Tidak Mas, Adek hanya mual biasa saja. Hoek ....” Allura merasa sangat pusing. Jika ia dibawa ke dokter, ia takut kalau penyakitnya akan diketahui oleh Rayan. “Tapi Mas tidak bisa melihatmu seperti ini Sayang,” ujar Rayan khawatir. “Tidak apa-apa Mas, Ibu bilang ini hal yang wajar.” Allura berusaha menahan mual dan pusingnya agar Rayan tidak terlalu mengkhawatirkannya. “Baiklah, ayo duduk di kasur saja. Mas akan buatkan sarapan untukmu.” Rayan membantu Allura berjalan ke arah ranjang. “Adek pikir, Adek izin dari kantor dulu Mas,” ucap Allura setelah ia duduk. “Baguslah,
Hari ini Allura sudah membuat janji temu dengan wanita dari akun dating yang ia buat untuk Rayan. Ia berharap wanita ini adalah pilihan yang tepat. Beruntungnya kalau Allura bisa menemukannya dalam dating pertamanya. “Adek benar-benar ingin periksa kandungan hari ini? Kenapa tidak lusa atau lain hari saja saat Mas bisa menemani,” ujar Rayan. “Adek periksa hari ini saja Mas. Adek bisa sendiri kok. Mas fokus saja dengan proyek Mas hari ini.” Allura tersenyum meyakinkan Rayan. “Tapi Adek harus hati-hati ya. Dan jangan lupa katakan pada Mas apa yang dokter katakan tentang anak kita ini.” Rayan mengelus perut Allura. “Iya Mas. Sudah sana berangkat, nanti terlambat lho.” “Adek mengusir Mas nih? Dulu awal-awal pernikahan kita, Adek susah sekali melepaskan Mas yang mau berangkat kerja,” goda Rayan dengan memeluk Allura manja. “Ih, sudah sana berangkat Mas.” Allura mencoba melepaskan pelukan Rayan dengan pelan. Ia tidak ingin ben
Setelah gagal di pertemuan pertamanya, Allura merasa sangat putus asa. Ia tidak tahu harus melanjutkan rencananya itu atau tidak. Kemungkinan besar wanita seperti Aisyah akan menolak kondisinya lagi. Ia pulang ke rumah dengan kondisi hati yang benar-benar hancur. Ia sangat ingin menangis. Tapi jika ia terus menangis matanya akan terlihat sembab, dan Rayan akan mengetahui kalau dirinya sedang bersedih. Sebentar lagi Rayan akan pulang dari kantor. Allura pun menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. “Sayang, Mas pulang.” Rayan tiba-tiba memeluk Allura dari belakang. Ia sengaja mengendap-endap masuk ke dapur untuk mengejutkan Allura. “Ih, Mas ngagetin Adek saja. Hampir saja Adek pukul pakai wajan penggorengan, hehe.” Allura terkekeh. “Wah jahat sekali istriku ini.” Rayan mencium pipi Allura gemas. “Ihh, sudah sana mandi dulu Mas. Bau tahu haha.” Allua mencoba menutup kesedihannya di depan Rayan. “Emm, ini bau. Sini kamu.” Rayan t
Allura menjalani aktivitas paginya seperti biasa. Bedanya, hari ini ia tidak perlu bersiap untuk berangkat ke kantor lagi. Ia sudah resmi berhenti bekerja. Sekarang waktunya sepenuhnya hanya untuk mengurus rumah tangganya. Menjadi ibu rumah tangga ternyata jauh lebih melelahkan daripada hanya menjadi wanita karier. Harus belanja keperluan rumah, memasak, bersih-bersih. Lalu jika semua itu sudah selesai, ia harus apa? Allura hanya mengobrol dengan bayi di kandungannya dan membuka akun dating. “Siang nanti Mas antar belanja ya?” tanya Rayan sebelum berangkat ke kantornya. “Memangnya Mas tidak sibuk?” “Tidak. Mas hanya perlu memeriksa beberapa dokumen saja di kantor hari ini.” “Baiklah. Kebetulan banyak barang yang akan Adek beli.” “Siap Sayang. Dah, Mas berangkat kerja dulu ya.” “Iya Mas, hati-hati.” Rayan mencium kening Allura seperti biasa lalu berangkat ke kantornya. Allura membuat beberapa daftar
Pagi yang cerah berjalan seperti biasanya. Allura mempersiapkan segala sesuatu sebelum Rayan akan pergi bekerja. Ia memasak sarapan dengan menu sederhana. Seperti omelette, sambal terasi, dan sayur bayam. Ia juga mulai membawakan bekal untuk Rayan. Lebih baik makan masakan rumahan bukan? Apalagi masakan istri memang yang terbaik. Ketimbang harus membeli masakan orang lain dan mengeluarkan uang. Rayan sangat senang sekarang Allura lebih santai mengerjakan semua pekerjaan rumahnya. Biasanya ‘kan ia harus terburu-buru karena waktunya sangat sedikit terpotong oleh pekerjaan kantornya. Setidaknya sekarang ia bisa mempunyai banyak waktu untuk istirahat dan bersikap tenang. “Mas, Adek sudah lama tidak berziarah ke makam Ibu,” ujar Allura setelah membereskan sarapan. “Ya? Kapan Adek ingin ke sana?” tanya Rayan yang langsung mengerti maksud sang istri. “Hari ini, bolehkah?” “Sendirian? Adek tahu ‘kan kalau hari ini Mas lembur?”
Sudah hampir sepuluh menit Badai menunggu, tetapi Allura tak kunjung membuka matanya. Ia mengaku sebagai teman Allura saat ditanyai oleh petugas klinik. Ia tidak berani mencari tahu informasi tentang keluarga Allura karena ia takut jika dituduh macam-macam. Badai terus berdoa agar wanita yang ditolongnya itu segera sadar. Allura menggerakkan tangannya. Ia memegang keningnya yang masih terasa sakit. “Mbak sudah sadar?” tanya Badai yang langsung membantunya duduk. “Saya dimana?” tanya Allura bingung. “Mbak sedang di klinik. Tadi saat Mbak mau pergi dari makam, Mbak jatuh pingsan. Jadi, Saya membawa Mbak kemari. “Ah, begitu ya Mas. Terima kasih Mas sudah menolong Saya.” Allura ingin mengeluarkan uang dari dalam dompetnya untuk membayar pertolongan Badai. “Eh, apa ini Mbak?” tanya Badai bingung melihat uang yang disodorkan Allura. “Ini tanda terima kasih Saya Mas, tolong diterima ya. Saya sudah merepot
Setelah cuaca di luar mulai cerah, Badai mengantar Allura pulang ke rumahnya. Mereka terus berbincang banyak hal soal resep makanan ataupun novel-novel romantis. Tetapi Allura tidak menceritakan sama sekali tentang penyakitnya. Ia hanya mengatakan kalau ia bukanlah istri yang baik untuk suaminya, dan hidupnya tidak akan bertahan lama. “Terima kasih sudah menolongku tadi dan mengantarku pulang ke rumah,” ucap Allura setelah turun dari mobil Badai. “Sama-sama. Aku juga berterima kasih atas traktiranmu,” jawab Badai yang sudah beraku kamu. Sebelumnya mereka hanya memanggil nama dan berbicara secara formal. “Kalau begitu aku pergi dulu ya,” sambungnya. “Iya hati-hati Mas Badai.” Allura melambaikan tangannya. Mobil Badai mulai melaju hingga tak dapat ditangkap lagi oleh pandangan Allura. Senyumnya terus mengembang sampai ke dalam rumah. Ia baru ingat kalau sebentar lagi Rayan akan pulang kerja. Ia pun segera memasak agar merek