Allura menjalani aktivitas paginya seperti biasa. Bedanya, hari ini ia tidak perlu bersiap untuk berangkat ke kantor lagi. Ia sudah resmi berhenti bekerja. Sekarang waktunya sepenuhnya hanya untuk mengurus rumah tangganya. Menjadi ibu rumah tangga ternyata jauh lebih melelahkan daripada hanya menjadi wanita karier. Harus belanja keperluan rumah, memasak, bersih-bersih. Lalu jika semua itu sudah selesai, ia harus apa? Allura hanya mengobrol dengan bayi di kandungannya dan membuka akun dating.
“Siang nanti Mas antar belanja ya?” tanya Rayan sebelum berangkat ke kantornya.
“Memangnya Mas tidak sibuk?”
“Tidak. Mas hanya perlu memeriksa beberapa dokumen saja di kantor hari ini.”
“Baiklah. Kebetulan banyak barang yang akan Adek beli.”
“Siap Sayang. Dah, Mas berangkat kerja dulu ya.”
“Iya Mas, hati-hati.” Rayan mencium kening Allura seperti biasa lalu berangkat ke kantornya.
Allura membuat beberapa daftar
Pagi yang cerah berjalan seperti biasanya. Allura mempersiapkan segala sesuatu sebelum Rayan akan pergi bekerja. Ia memasak sarapan dengan menu sederhana. Seperti omelette, sambal terasi, dan sayur bayam. Ia juga mulai membawakan bekal untuk Rayan. Lebih baik makan masakan rumahan bukan? Apalagi masakan istri memang yang terbaik. Ketimbang harus membeli masakan orang lain dan mengeluarkan uang. Rayan sangat senang sekarang Allura lebih santai mengerjakan semua pekerjaan rumahnya. Biasanya ‘kan ia harus terburu-buru karena waktunya sangat sedikit terpotong oleh pekerjaan kantornya. Setidaknya sekarang ia bisa mempunyai banyak waktu untuk istirahat dan bersikap tenang. “Mas, Adek sudah lama tidak berziarah ke makam Ibu,” ujar Allura setelah membereskan sarapan. “Ya? Kapan Adek ingin ke sana?” tanya Rayan yang langsung mengerti maksud sang istri. “Hari ini, bolehkah?” “Sendirian? Adek tahu ‘kan kalau hari ini Mas lembur?”
Sudah hampir sepuluh menit Badai menunggu, tetapi Allura tak kunjung membuka matanya. Ia mengaku sebagai teman Allura saat ditanyai oleh petugas klinik. Ia tidak berani mencari tahu informasi tentang keluarga Allura karena ia takut jika dituduh macam-macam. Badai terus berdoa agar wanita yang ditolongnya itu segera sadar. Allura menggerakkan tangannya. Ia memegang keningnya yang masih terasa sakit. “Mbak sudah sadar?” tanya Badai yang langsung membantunya duduk. “Saya dimana?” tanya Allura bingung. “Mbak sedang di klinik. Tadi saat Mbak mau pergi dari makam, Mbak jatuh pingsan. Jadi, Saya membawa Mbak kemari. “Ah, begitu ya Mas. Terima kasih Mas sudah menolong Saya.” Allura ingin mengeluarkan uang dari dalam dompetnya untuk membayar pertolongan Badai. “Eh, apa ini Mbak?” tanya Badai bingung melihat uang yang disodorkan Allura. “Ini tanda terima kasih Saya Mas, tolong diterima ya. Saya sudah merepot
Setelah cuaca di luar mulai cerah, Badai mengantar Allura pulang ke rumahnya. Mereka terus berbincang banyak hal soal resep makanan ataupun novel-novel romantis. Tetapi Allura tidak menceritakan sama sekali tentang penyakitnya. Ia hanya mengatakan kalau ia bukanlah istri yang baik untuk suaminya, dan hidupnya tidak akan bertahan lama. “Terima kasih sudah menolongku tadi dan mengantarku pulang ke rumah,” ucap Allura setelah turun dari mobil Badai. “Sama-sama. Aku juga berterima kasih atas traktiranmu,” jawab Badai yang sudah beraku kamu. Sebelumnya mereka hanya memanggil nama dan berbicara secara formal. “Kalau begitu aku pergi dulu ya,” sambungnya. “Iya hati-hati Mas Badai.” Allura melambaikan tangannya. Mobil Badai mulai melaju hingga tak dapat ditangkap lagi oleh pandangan Allura. Senyumnya terus mengembang sampai ke dalam rumah. Ia baru ingat kalau sebentar lagi Rayan akan pulang kerja. Ia pun segera memasak agar merek
Pagi Allura bangun lebih awal. Ia tidak membangunkan Rayan karena sepertinya ia masih merasa lelah. Jadi, ia segera membersihkan diri dan memasak sarapan untuk suaminya. Ia juga tidak membuka tirai jendela karena takut kalau Rayan akan terganggu sinar matahari yang sudah mulai terlihat. “Adek sudah mandi?” tanya Rayan yang baru saja tersadar dari tidurnya. “Iya Mas,” jawab Allura sembari menyisir surainya. “Kenapa tidak bangunkan Mas sejak tadi?” “Mas terlihat sangat lelah, jadi Adek tidak tega untuk membangunkan Mas. Toh ini juga masih pagi, Mas tidak akan terlambat ke kantor kok,” ujar Allura dengan tenang. “Ya sudah Mas mau mandi sekarang.” Allura merapikan tempat tidurnya setelah Rayan masuk ke kamar mandi. Sekalian ia juga mencopot sepreinya untuk dicuci. Sepertinya sudah waktunya untuk diganti. Hari ini juga Allura akan di rumah saja, ia mengambil banyak pekerjaan rumah. Setelah itu ia pun bergegas k
Hari ini adalah hari libur. Seperti biasa, Rayan ingin mengajak Allura untuk jalan-jalan ke luar rumah. Refreshing itu sangat dibutuhkan untuk kesehatan kita sendiri. Jika terlalu lama beridam diri di rumah saja pasti akau terasa suntuk dan jenuh. Apa lagi Allura sedang dalam masa kehamilan, kondisi mentalnya adalah hal nomor satu yang harus Rayan jaga. Ia selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk istri dan calon anaknya.Pertama, Rayan akan mengajak Allura ke dokter kandungan untuk memeriksakan kondisi jabang bayi mereka. Ia memang sudah berjanji untuk menemani Allura cek kandungan kali ini. Sebelumnya, ia tidak bisa karena pekerjaannya yang begitu penting. Jujur saja, Allura sebenarnya merasa sangat takut jika harus ditemani Rayan. Ia takut kalau nanti suaminya itu akan mengetahui tentang penyakitnya. Ia berharap hal itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Karena ia harus mencari satu wanita yang tepat untuk Rayan dan anaknya.Allura
Sepertinya Allura mulai kewalahan dengan penyakitnya. Ia terus merasa pusing dan mual sepanjang waktu. Ia jadi tidak bisa konsentrasi dengan hari liburnya bersama Rayan. Bagaimana ia bisa berbelanja sekarang? Ia bahkan tidak bisa memikirkan keperluan rumah. “Kita akan berbelanja apa saja Sayang?” tanya Rayan sembari mengikuti Allura dengan mendorong troli. “Mmm,” Allura berpikir sejenak. “Kita beli keperluan mandi dulu,” sambungnya. Allura mengambil beberapa sampo dan kondisionernya. Lalu ia masukkan ke dalam troli di depan Rayan. Rayan hanya memperhatikan istrinya yang menaruh barang-barang itu. Ia merasa heran dengan itu semua. “Apa Adek sedang mengganti kondisioner? Biasanya Adek beli yang warna biru,” ujar Rayan kebingungan. Ia tahu benar barang apa saja yang dibeli istrinya. Bahkan ia tahu sabun apa yang istrinya itu pakai hanya dengan mencium wanginya. Entahlah, mungkin Rayan penggemar
Hari sudah menjadi minggu dan minggu berlalu menjadi bulan. Allura merasa tak punya waktu lagi untuk bersantai. Ia harus menemukan wanita itu secepatnya. Bahkan sakit kepalanya kini lebih sering terjadi dalam kurun waktu yang dekat. Entah waktu mengizinkannya berhasil kali ini atau tidak. Ia berharap segera menemukan wanita yang tepat dan misinya akan selesai. Lalu ia hanya tinggal menunggu waktu saja. “Apa keadaan Adek sudah membaik?” tanya Rayan ketika Allura keluar dari kamar mandi. “Uhm, tidak apa-apa Mas.” Allura menundukkan kepalanya lemas. Morning sickness membuatnya harus diam di kamar mandi selama beberapa menit. “Mas mandilah, Adek akan menyiapkan pakaian dan sarapan,” ujarnya. “Baiklah, tapi jangan terlalu memaksa jika badan Adek terasa tidak enak ya,” pinta Rayan. “Iya, Mas.” Sementara Rayan mandi, Allura segera mengambil ponsel suaminya itu untuk menghapus semua jejak tentang a
Allura masih berkutik dengan akun dating-nya. Terus mengobrol dengan wanita yang membuatnya yakin, bahwa ia sudah menemukan wanita yang tepat. Wanita itu bernama Safiya. Wanita sederhana dengan rambut hitam panjang. Seorang sekretaris cantik di sebuah perusahaan ternama. Bukankah ia akan sangat serasi jika disandingkan dengan Rayan? Dibandingkan dengan Allura yang hanya admin pergudangan dan memiliki penyakit yang mematikan. Yang membuat mimpinya dan Rayan menjadi orang tua terancam. Atau bahkan nyaris tidak terwujud. Rayan sudah berangkat kerja sejak tadi. Hari ini ia ada meeting penting. Sebab itu ia sudah membuka laptop padahal hari masih petang. Menyiapkan presentasi sebaik mungkin. Sementara Allura kini sangat asyik mengobrol dengan Safiya. Saking asyiknya sampai Allura memberitahu Safiya kalau Rayan sudah beristri. Safiya Lazuardin