Sudah hampir sepuluh menit Badai menunggu, tetapi Allura tak kunjung membuka matanya. Ia mengaku sebagai teman Allura saat ditanyai oleh petugas klinik. Ia tidak berani mencari tahu informasi tentang keluarga Allura karena ia takut jika dituduh macam-macam. Badai terus berdoa agar wanita yang ditolongnya itu segera sadar.
Allura menggerakkan tangannya. Ia memegang keningnya yang masih terasa sakit.
“Mbak sudah sadar?” tanya Badai yang langsung membantunya duduk.
“Saya dimana?” tanya Allura bingung.
“Mbak sedang di klinik. Tadi saat Mbak mau pergi dari makam, Mbak jatuh pingsan. Jadi, Saya membawa Mbak kemari.
“Ah, begitu ya Mas. Terima kasih Mas sudah menolong Saya.” Allura ingin mengeluarkan uang dari dalam dompetnya untuk membayar pertolongan Badai.
“Eh, apa ini Mbak?” tanya Badai bingung melihat uang yang disodorkan Allura.
“Ini tanda terima kasih Saya Mas, tolong diterima ya. Saya sudah merepot
Setelah cuaca di luar mulai cerah, Badai mengantar Allura pulang ke rumahnya. Mereka terus berbincang banyak hal soal resep makanan ataupun novel-novel romantis. Tetapi Allura tidak menceritakan sama sekali tentang penyakitnya. Ia hanya mengatakan kalau ia bukanlah istri yang baik untuk suaminya, dan hidupnya tidak akan bertahan lama. “Terima kasih sudah menolongku tadi dan mengantarku pulang ke rumah,” ucap Allura setelah turun dari mobil Badai. “Sama-sama. Aku juga berterima kasih atas traktiranmu,” jawab Badai yang sudah beraku kamu. Sebelumnya mereka hanya memanggil nama dan berbicara secara formal. “Kalau begitu aku pergi dulu ya,” sambungnya. “Iya hati-hati Mas Badai.” Allura melambaikan tangannya. Mobil Badai mulai melaju hingga tak dapat ditangkap lagi oleh pandangan Allura. Senyumnya terus mengembang sampai ke dalam rumah. Ia baru ingat kalau sebentar lagi Rayan akan pulang kerja. Ia pun segera memasak agar merek
Pagi Allura bangun lebih awal. Ia tidak membangunkan Rayan karena sepertinya ia masih merasa lelah. Jadi, ia segera membersihkan diri dan memasak sarapan untuk suaminya. Ia juga tidak membuka tirai jendela karena takut kalau Rayan akan terganggu sinar matahari yang sudah mulai terlihat. “Adek sudah mandi?” tanya Rayan yang baru saja tersadar dari tidurnya. “Iya Mas,” jawab Allura sembari menyisir surainya. “Kenapa tidak bangunkan Mas sejak tadi?” “Mas terlihat sangat lelah, jadi Adek tidak tega untuk membangunkan Mas. Toh ini juga masih pagi, Mas tidak akan terlambat ke kantor kok,” ujar Allura dengan tenang. “Ya sudah Mas mau mandi sekarang.” Allura merapikan tempat tidurnya setelah Rayan masuk ke kamar mandi. Sekalian ia juga mencopot sepreinya untuk dicuci. Sepertinya sudah waktunya untuk diganti. Hari ini juga Allura akan di rumah saja, ia mengambil banyak pekerjaan rumah. Setelah itu ia pun bergegas k
Hari ini adalah hari libur. Seperti biasa, Rayan ingin mengajak Allura untuk jalan-jalan ke luar rumah. Refreshing itu sangat dibutuhkan untuk kesehatan kita sendiri. Jika terlalu lama beridam diri di rumah saja pasti akau terasa suntuk dan jenuh. Apa lagi Allura sedang dalam masa kehamilan, kondisi mentalnya adalah hal nomor satu yang harus Rayan jaga. Ia selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk istri dan calon anaknya.Pertama, Rayan akan mengajak Allura ke dokter kandungan untuk memeriksakan kondisi jabang bayi mereka. Ia memang sudah berjanji untuk menemani Allura cek kandungan kali ini. Sebelumnya, ia tidak bisa karena pekerjaannya yang begitu penting. Jujur saja, Allura sebenarnya merasa sangat takut jika harus ditemani Rayan. Ia takut kalau nanti suaminya itu akan mengetahui tentang penyakitnya. Ia berharap hal itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Karena ia harus mencari satu wanita yang tepat untuk Rayan dan anaknya.Allura
Sepertinya Allura mulai kewalahan dengan penyakitnya. Ia terus merasa pusing dan mual sepanjang waktu. Ia jadi tidak bisa konsentrasi dengan hari liburnya bersama Rayan. Bagaimana ia bisa berbelanja sekarang? Ia bahkan tidak bisa memikirkan keperluan rumah. “Kita akan berbelanja apa saja Sayang?” tanya Rayan sembari mengikuti Allura dengan mendorong troli. “Mmm,” Allura berpikir sejenak. “Kita beli keperluan mandi dulu,” sambungnya. Allura mengambil beberapa sampo dan kondisionernya. Lalu ia masukkan ke dalam troli di depan Rayan. Rayan hanya memperhatikan istrinya yang menaruh barang-barang itu. Ia merasa heran dengan itu semua. “Apa Adek sedang mengganti kondisioner? Biasanya Adek beli yang warna biru,” ujar Rayan kebingungan. Ia tahu benar barang apa saja yang dibeli istrinya. Bahkan ia tahu sabun apa yang istrinya itu pakai hanya dengan mencium wanginya. Entahlah, mungkin Rayan penggemar
Hari sudah menjadi minggu dan minggu berlalu menjadi bulan. Allura merasa tak punya waktu lagi untuk bersantai. Ia harus menemukan wanita itu secepatnya. Bahkan sakit kepalanya kini lebih sering terjadi dalam kurun waktu yang dekat. Entah waktu mengizinkannya berhasil kali ini atau tidak. Ia berharap segera menemukan wanita yang tepat dan misinya akan selesai. Lalu ia hanya tinggal menunggu waktu saja. “Apa keadaan Adek sudah membaik?” tanya Rayan ketika Allura keluar dari kamar mandi. “Uhm, tidak apa-apa Mas.” Allura menundukkan kepalanya lemas. Morning sickness membuatnya harus diam di kamar mandi selama beberapa menit. “Mas mandilah, Adek akan menyiapkan pakaian dan sarapan,” ujarnya. “Baiklah, tapi jangan terlalu memaksa jika badan Adek terasa tidak enak ya,” pinta Rayan. “Iya, Mas.” Sementara Rayan mandi, Allura segera mengambil ponsel suaminya itu untuk menghapus semua jejak tentang a
Allura masih berkutik dengan akun dating-nya. Terus mengobrol dengan wanita yang membuatnya yakin, bahwa ia sudah menemukan wanita yang tepat. Wanita itu bernama Safiya. Wanita sederhana dengan rambut hitam panjang. Seorang sekretaris cantik di sebuah perusahaan ternama. Bukankah ia akan sangat serasi jika disandingkan dengan Rayan? Dibandingkan dengan Allura yang hanya admin pergudangan dan memiliki penyakit yang mematikan. Yang membuat mimpinya dan Rayan menjadi orang tua terancam. Atau bahkan nyaris tidak terwujud. Rayan sudah berangkat kerja sejak tadi. Hari ini ia ada meeting penting. Sebab itu ia sudah membuka laptop padahal hari masih petang. Menyiapkan presentasi sebaik mungkin. Sementara Allura kini sangat asyik mengobrol dengan Safiya. Saking asyiknya sampai Allura memberitahu Safiya kalau Rayan sudah beristri. Safiya Lazuardin
Pagi hari pasangan suami istri ini penuh dengan kecemasan. Bagaimana tidak? Pagi-pagi sekali Rayan sudah bolak-balik ke kamar mandi. Ini semua karena ia menghabiskan dua posri sate ayam sendirian dua hari yang lalu. Sedangkan Allura, ia terus merasa mual dan harus bergantian dengan Rayan untuk memakai kamar mandi. Jadilah mereka berdua ke rumah sakit bersama. Rayan akan ada rapat penting sore nanti. Tidak mungkin kalau ia harus menunggu selama beberapa hari hanya untuk sembuh dari diare. Saat mengantre, Rayan melihat wajah Allura sangat pucat.“Dek, wajah Adek terlihat sangat pucat. Ayo kita periksa sekarang,” pinta Rayan.“Ah, tidak Mas. Ini hanya karena mual saja. Adek juga belum makan apa pun dari pagi,” jelas Allura.“Tapi, Dek, mumpung kita di rumah sakit. Apa salahnya memeriksakan diri?”“Adek tidak apa-apa, Mas.” Allura mencoba m
Hari pertemuan sudah tiba. Allura harus fokus untuk meyakinkan Safiya. Bagaimana pun caranya, Safiya harus setuju. Ia tidak ingin gagal lagi.Allura sudah menunggu selama beberapa menit di kafe dekat perusahaan Safiya bekerja. Ia tidak ingin terlambat sedikit pun. Tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan wanita seperti Safiya. Dari pesan yang Allura terima, Safiya akan sampai sebentar lagi. Dengan penuh kecemasan Allura terus mengelus perutnya. Ia harus yakin, ia akan berhasil meyakinkan Safiya. Instingnya tidak akan salah, Safiya lah wanita yang selama ini dia cari. Wanita yang akan membuat misinya berhasil.“Mbak Allura?” tanya seorang wanita dengan jaz abu-abu dan rambut hitam panjangnya.“Iya. Safiya, terima kasih sudah setuju untuk bertemu!” Allura langsung memeluk Safiya tanpa aba-aba.Safiya yang terkejut dengan perlakuan Allura pun hanya bisa diam di pelu