Share

5. Sarapan

Elsha bergerak lincah di dapur apartemen Aris. Wanita itu tengah membuatkan bubur untuk Aris. Benar. Pria itu ternyata tengah demam. Elsha tadi juga sudah mampir ke apotek membeli beberapa obat untuk jaga-jaga kalau saja di sini tidak ada obat apa pun.

"Akhirnya," Elsha bernapas lega saat bubur yang dibuatnya sudah jadi.

Elsha melirik ruang tamu di mana Aris tengah berbaring di sofa. Pria itu sama sekali tidak mau Elsha suruh untuk pindah ke dalam kamar. Padahal lebih nyaman tidur di atas kasur daripada sofa.

Setelah meletakkan mangkuk berisi bubur dan gelas berisi air putih ke atas nampan, Elsha berjalan ke ruang tamu. Wanita itu meletakkan nampan ke atas meja di depan sofa lalu mendekat ke tempat Aris berbaring.

"Mas, bangun dulu," panggil Elsha sambil menepuk pelan pipi Aris.

Aris mengerjap dan membuka mata, lalu menatap wajah Elsha yang kini sangat dekat dengannya. Aris tersenyum dan menarik tangan Elsha untuk dia bawa ke pipinya sebagai bantalan.

"Mas, bangun, makan dulu habis itu minum obat. Aku udah capek masakim kamu bubur loh," keluh Elsha dengan helaan napas panjang.

Entah kenapa Elsha harus peduli kepada pria ini. Padahal bisa saja, kan, Elsha mengabaikan panggilan Aris untuk ke sini. Tapi memang dasarnya hati tidak bisa dibohongi. Seberapa kuat pun Elsha mencoba untuk menyangkal perasaannya kepada Aris, Elsha tahu hatinya masih dimiliki oleh pria itu.

Kalau pun Aris tidak ada di dalam sana, mungkin sudah sejak dulu Elsha menerima berbagai tawaran kencan dari pria yang dikenalnya. Tapi Elsha sama sekali tidak memikirkan soal kisah cintanya karena sibuk mencari uang dan masih terjebak dengan cinta pertamanya.

"Kepalaku pusing," keluh Aris sambil memijit pelipisnya.

Elsha akhirnya mengalah dan meraih nampan untuk dia pangku. Elsha membantu Aris untuk duduk dan wanita itu menyuapinya. Aris menatap setiap gerakan yang Elsha lalukan. Dia rindu momen seperti ini.

Dulu, saat mereka masih berpacaran, Elsha adalah gadis yang sangat perhatian dan penuh cinta. Salah satu alasan kenapa Aris tergila-gila padanya. Hingga sekarang.

"Kamu nginap, ya," pinta Aris.

Elsha terus menyuapi Aris dengan telaten sehingga bubur di mangkuk itu habis. Lalu, Elsha membantu Aris untuk minum obat juga. Setelahnya, wanita itu menyuruh Aris untuk pindah ke kamar dengan sedikit paksaan.

"El, nginap, ya," pinta Aris lagi menahan tangan Elsha yang hendak beranjak meninggalkan kamarnya.

"Sashi sendirian di rumah," ujar Elsha sambil menarik selimut hingga sebatas dada Aris. Wanita itu juga meletakkan kain kompres di kening Aris agar panas badannya menurun.

"Mending kamu telpon mami kamu atau siapa pun yang bisa jaga kamu malam ini," lanjut Elsha sambil bersedekap dada memperhatikan pria yang kini terbaring lemah di atas ranjang.

"Kamu pulang aja. Aku bisa sendiri," ucap Aris memejamkan mata.

"Oke. Aku saranin kamu telpon mantan istri kamu aja buat ngerawat kamu selama demam." Elsha berjalan keluar dari kamar Aris sambil menutup pintu kamar dan meraih tasnya di sofa ruang tamu lalu keluar dari unit apartemen Aris.

Elsha sudah membersihkan juga dapur Aris karena tadi sedikit berantakan setelah dia pakai untuk memasak bubur.

"Ngaco," desis Aris setelah dirinya tinggal sendirian di dalam kamar. Aris meraih ponsel dan menghungi seseorang. "Pastikan dia aman sampai ke rumahnya."

Setelahnya panggilan berakhir, Aris memilih duduk dan membuka laci nakas di sebelah ranjang. Aris meraih botol kecil yang tadi sempat dia ambil dari dalam tas Elsha. Hasil menggeledah ilegal.

"Kamu gak akan bisa kabur lagi dari aku, El, tunggu aja."

Aris tersenyum sinis dan meletakkan kembali botol kecil itu. Botol kecil berisi pil yang selalu Elsha konsumsi sehabis bercinta dengannya. Aris sudah mengambil pil sialan itu dan menggantinya dengan pil yang lain. Botolnya mungkin masih sama, tapi isinya? Hanya Aris yang tahu.

"Kasihan benih gue selama ini terbunuh sia-sia."

***

Elsha membuka mata saat suara ketukan di pintu kamarnya terdengar. Tak lama setelahnya, sosok Sashi masuk dan tersenyum lebar. Elsha menguap dan merentangkan tangannya mengode Sashi. Perempuan itu segera mendekat dan memeluk sang kakak dengan manja. Elsha mencium puncak kepala Sashi membuat sang adik mengurai pelukan mereka.

"Aku udah masak sarapan. Ayo makan," ajak Sashi sambil menarik lengan Elsha untuk bangkit dari atas ranjang.

Elsha tertawa dan menyuruh Sashi menunggu sebentar agar dia bisa membasuh wajah dan menggosok gigi. Lalu wanita itu mengikuti langkah Sashi keluar kamar dan menuju ke dapur.

"Tadi malam Kakak pulang jam berapa?" tanya Sashi sambil menuangkan susu putih ke dalam gelas Elsha.

"Hm, gak tahu, lupa. Kamu udah tidur pulas pas Kakak pulang," jawab Elsha.

Sashi duduk di depan Elsha dan mereka mulai menyantap sarapan yang telah Sashi masak. Elsha selalu memuji keahlian memasak adiknya. Beginilah mereka, saling melengkapi. Elsha bekerja keras untuk menghidupi keduanya, dan Sashi yang selalu tahu cara untuk mengobati rasa lelahnya.

"Kamu gak kampus hari ini?"

Sashi menggeleng. "Dosennya gak masuk. Cuma ngasih tugas aja."

Elsha mengangguk. Mereka membahas berbagai hal mengenai perkuliahan Sashi. Elsha tampak semangat saat Sashi bercerita tentang kesehariannya di kampus yang sama sekali tidak mempunyai teman.

"Gak papa. Kadang menyendiri itu lebih baik daripada berteman tapi cuma dimanfaatkan. Kakak gak mau nanti teman kamu gak tulus temenan sama kamu. Asal kamu enjoy sama keseharian seperti sekarang, Kakak dukung kok apa pun itu."

Sashi tersenyum dan mengangguk. "Aku nyaman kok kayak sekarang. Gak perlu terikat sama siapa pun dan gak ada batasan harus begini begitu."

Elsha menepuk tangan Sashi dan tersenyum bangga. Selain cantik, adiknya juga berprestasi. Hal itulah yang selalu Elsha jadikan motivasi untuk giat bekerja. Agar adiknya meraih pendidikan yang layak. Agar otak briliannya tidak terbuang sia-sia.

"Siapa itu?" tanya Sashi saat bel rumah mereka berbunyi.

Elsha mengedikkan bahu, lalu beranjak untuk membuka pintu rumah. Sedangkan Sashi melanjutkan sarapannya. Elsha membuka pintu dan melotot saat pria di depannya tersenyum lebar. Elsha menutup pintu rumah dari luar dan menarik Aris menjauh.

"Kamu ngapain ke sini?!" serunya panik.

Aris terkekeh. "Jangan galak-galak dong. Masih pagi ini."

Elsha mendengkus. "Udah waras kamu?"

Aris berdecak dan geleng-geleng kepala. "Aku tadi malem itu demam, bukan gila."

Elsha mendorong Aris untuk kembali memasuki mobil pria itu. "Kenapa sih?" tanya Aris heran.

"Ada Sashi di dalam. Kamu mending pergi, deh. Nanti Sashi lihat!"

Aris balik mendorong tubuh Elsha untuk masuk ke kursi penumpang di bagian belakang lalu pria itu ikut menyusul masuk juga.

"Mas!"

"Bentar, El. Aku cuma butuh waktu sebentar."

"Mau apa?!" tanya Elsha sangsi melihat Aris kini mendekatinya.

"Sarapan," jawab Aris sambil mendorong Elsha berbaring dan menindih tubuh wanita itu.

"Kamu gila, hah?! Jangan nekat, Mas!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status