Aris menjambak rambutnya karena kesal. Sudah berjam-jam dia duduk di kursi kebesarannya sambil menatap layar komputer yang menampilkan laporan pendapatan perusahaan. Tapi tidak sedetikpun otaknya berhenti memikirkan percintaan panasnya bersama Elsha seminggu yang lalu.
Sial.
Pengaruh Elsha masih sebesar itu terhadap dirinya. Sejak dulu, Aris selalu bergantung kepada Elsha. Hanya wanita itu tempat Aris berkeluh kesah dari permasalahan keluarganya. Saat Aris terpuruk, Elsha-lah yang menghibur dan membuatnya bangkit. Lalu, saat cinta sedang mekarnya di antara mereka, Elsha menghilang tak tahu ke mana.
Terakhir mereka bertemu kala itu saat Aris mengajaknya untuk ikut bersamanya ke luar negeri di mana Aris akan kuliah. Tentu saja saat itu Elsha menolak. Ada Sashi yang harus dia jaga. Karena tidak ingin egois, Aris meminta Elsha untuk menunggunya. Tapi wanita itu malah menghilang.
Aris menjalani hari-hari berat tanpa Elsha. Pria itu sempat alpa studi karena tidak ada gairah untuk melanjutkan kuliahnya saat tahu kalau Elsha tidak bisa dia temukan. Entah bersembunyi di mana wanita itu.
Hingga akhirnya Aris memantapkan niat untuk segera menyelesaikan studinya, lalu pulang ke tanah air untuk mencari keberadaan Elsha, kemudian mengikat kekasihnya itu dalam ikatan pernikahan.
Sayangnya, rencana selalu tidak sesuai dengan harapan. Donita yang kala itu sangat keras kepala dan sulit dibantah sudah menyiapkan segala yang terbaik versinya untuk Aris.
Awalnya Arjun yang akan dijodohkan, tapi pria itu menolak dengan alasan tidak berminat pada lawan jenis. Donita jelas marah besar dan mengusir Arjun dari rumah. Sehingga pelampiasan Donita teralihkan kepada Aris. Anak keduanya.
"Woi!"
Aris tersentak dari lamunan masalalu dan mendongak menatap sahabatnya yang kini sudah duduk di sofa ruang kerja Aris.
"Gak kerja lo?" tanya Aris sambil bangkit dari duduknya dan berjalan menuju sofa yang berhadapan dengan Dio.
"Habis rapat deket sini. Jadi sekalian aja gue main ke sini." Dio menatap Aris yang tampak kurang bersemangat. Kantung mata sahabatnya itu tercetak jelas. Apa Aris tidak tidur?
"Lo lagi banyak kerjaan nih?" Dio bertanya sedikit heran.
Aris menggeleng dan memijit pelipisnya. Aris pusing karena bayangan tubuh Elsha yang memabukkan itu menari-nari di benak kotornya. "Lo tahu apa yang terjadi saat kalian menjebak gue di kelab malam itu?"
Dio menahan napas. Sial. Dia kira selama seminggu ini Aris tidak membahasnya karena pria itu sudah melupakan kejadian itu. Rupanya....
"Gue ketemu sama Elsha."
Dio mengerjap. Dia sudah tahu. Lalu?
"Gue masih sangat menginginkan dia, Yo. Gue gak mau kehilangan dia lagi. Gue harus apa?"
Dio tahu perasan Aris. Dio tahu sebesar apa cinta Aris untuk wanita bernama Elsha tersebut. Oleh sebab itu, Dio setuju saat Arkan mengusulkan ide gila seminggu yang lalu.
"Ris, gue mau jujur sama lo, tapi lo jangan marah."
Aris yang tersandar tak berdaya di sofa menatap malas pada Dio. "Kita kenal berapa jam, sih?" tanyanya sarkas.
Dio terkekeh mendengar pertanyaan sinis dari sahabatnya itu. "Sebenarnya, kita bertiga udah tahu kalo Elsha ada di sana. Dan kita yang rencanain itu semua."
Aris langsung menegakkan punggungnya. Matanya mengerjap dan menatap serius pada Dio. "Maksud lo apa?"
Dio memulai ceritanya dan itu sukses membuat Aris melemparkan bantal sofa bertubi-tubi ke wajah sahabat brengseknya itu. "Sialan! Kalian bener-bener sialan! Sumpah, gue kayak orang tolol yang gak tahu apa-apa!"
Dio meringis dan tersenyum lebar saat Aris terbaring pasrah di atas sofa.
"Jadi Elsha baru kerja malam itu?"
Dio mengangguk. "Awalnya sepupu Arkan nawarin tuh cewek buat gue. Lo tahu lah, gue gak bisa sembarangan tidur sama cewek. Jadi gue minta fotonya dulu. Jujur, gue sama Arkan syok pas sepupunya ngasih foto Elsha. Kita masih inget jelas pacar lo pas SMA itu." Ya, Aris dan ketiga sahabatnya memang berteman baik sejak lama. Sejak SMP hingga sekarang.
"Dan gue yang pertama?"
Dio mengangguk lagi.
"Bangsat!"
Dio mengerjap karena terkejut saat Aris mengumpat kuat sambil menjerit dan menjambak rambutnya.
"Lo..., sehat, Ris?"
***
Awalnya, Elsha mengira tidak akan bertemu lagi dengan si mantan pacar setelah menghabiskan malam panas waktu itu. Sudah seminggu juga berlalu, dan selama seminggu itu Aris rutin ke sini, ke tempatnya bekerja. Kadang Elsha bingung, apa Aris selalu seperti ini? Bermalam di kelab dan bermain dengan para jalang?
Memikirkan hal tersebut entah mengapa membuat Elsha kesal. Ada perasaan tidak suka dan tidak rela saat membayangkan kalau pria itu meyentuh banyak wanita dan memasuki banyak liang. Ya, walaupun seminggu ini selalu Elsha yang melayaninya. Entah kebetulan atau tidak.
Elsha menghela napas sambil mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kelab malam. Penuh. Semuanya berpasangan dan saling bercumbu.
"Gak kerja?" tanya seorang bartender yang seminggu ini selalu mencoba mendekati Elsha. Elsha yang memang duduk sendirian di sana lantas menggeleng.
"Gue cuma kerja kalau bos manggil doang."
“Tamu VVIP, hm?” tanyanya lagi. Elsha mengangkat bahu acuh. Dia tidak berminat membagi cerita ranjangnya pada siapa pun.
Bartender tersebut hanya menatapnya sambil tersenyum. Elsha tahu arti tatapan dan senyuman itu. Tapi Elsha pura-pura tidak menangkap kode yang pria itu berikan. Elsha belum siap terlibat dengan pria lagi. Selain Aris, tentu saja.
"El, gak ada pelanggan malam ini buat lo. Jadi, lo bisa pulang lebih awal."
Elsha mengangguk, lalu beranjak dari duduknya setelah berpamitan kepada bosnya. Tapi ada satu hal yang mengganjal dihatinya. Elsha berbalik dan kembali mendekati sang bos untuk bertanya.
"Anne?"
Wanita yang dipanggil Anne itu menatap Elsha dengan pandangan bertanya. "Kenapa?”
Elsha yang kembali ragu segera menggeleng, lalu tersenyum lebar dan berlalu dari sana membuat Anne mengernyit bingung.
"Dan aku bisa tidur nyenyak malam ini," desah Elsha saat berjalan ke ruangan ganti untuk mengambil tasnya. Elsha segera pulang dan saat tiba di rumah, ia menemukan adiknya masih terjaga sambil menonton televisi di ruang tamu.
"Kenapa belum tidur, Dek?"
Sashi yang fokus pada tayangan di televisi seketika menjerit membuat Elsha ikutan menjerit.
"Apa, sih?!" kesal Elsha.
Sashi mengusap dadanya yang berdebar hebat. "Kakak pulang gak bilang-bilang. Aku kaget!"
Elsha memutar bola mata dan menjentik kening Sashi membuat gadis itu mengaduh. "Sok-sok an banget kamu tuh nonton horor. Udah tahu sendirian di rumah. Kalau Kakak gak pulang cepat, gimana? Berani sendirian?"
Sashi menyengir, lalu meraih remot untuk mematikan televisi. "Cuma itu yang ada. Yang lainnya acara dangdut sama drama alay. Males."
Elsha menghela napas dan geleng-geleng kepala.
"Tidur, besok kamu ada jadwal kuliah loh," ujar Elsha sambil mencium kening Sashi sebelum wanita itu beranjak untuk masuk ke dalam kamarnya.
Elsha meletakkan tas di atas sofa single di kamarnya, lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tubuhnya sangat kontras dengan aroma rokok dan alkohol. Meskipun Elsha tidak menyentuh dua benda itu, tetap saja berada di satu ruangan pengap dengan orang-orang seperti itu meninggalkan bekas bau di tubuh dan pakaiannya.
Hanya dua puluh menit Elsha membersihkan diri sebelum berbaring dan mendesah lega karena akhirnya setelah seminggu menjadi budak seks Aris, Elsha bisa tidur nyenyak tanpa kelelahan karena ditunggangi.
"Siapa, sih, ya Allah...." Elsha mengerang kesal saat ponselnya berdering, lalu seketika matanya mengerjap bingung menatap nama yang tertera di sana.
Aris menelponnya. Ada apa?
"Halo?"
"El,"
Kening Elsha mengernyit bingung. Ini Aris, kan? Kenapa suaranya jadi aneh begitu?
"Halo? Mas?"
"El, kamu bisa ke sini?"
Elsha mendengar suara batuk di seberang sana. Sial. Apa Aris tengah sakit sekarang? Oleh karena itu pria tersebut absen datang ke kelab malam ini?
"Kamu di mana?"
"Apartemen."
Elsha bergerak lincah di dapur apartemen Aris. Wanita itu tengah membuatkan bubur untuk Aris. Benar. Pria itu ternyata tengah demam. Elsha tadi juga sudah mampir ke apotek membeli beberapa obat untuk jaga-jaga kalau saja di sini tidak ada obat apa pun."Akhirnya," Elsha bernapas lega saat bubur yang dibuatnya sudah jadi.Elsha melirik ruang tamu di mana Aris tengah berbaring di sofa. Pria itu sama sekali tidak mau Elsha suruh untuk pindah ke dalam kamar. Padahal lebih nyaman tidur di atas kasur daripada sofa.Setelah meletakkan mangkuk berisi bubur dan gelas berisi air putih ke atas nampan, Elsha berjalan ke ruang tamu. Wanita itu meletakkan nampan ke atas meja di depan sofa lalu mendekat ke tempat Aris berbaring."Mas, bangun dulu," panggil Elsha sambil menepuk pelan pipi Aris.Aris mengerjap dan membuka mata, lalu menatap wajah Elsha yang kini sangat dekat dengannya. Aris tersenyum dan menarik tangan Elsha untuk dia bawa ke pipinya sebagai bantal
Aris bahkan tidak terpengaruh dengan penolakan Elsha yang mendorong tubuhnya. Pria itu jauh lebih kuat. Elsha mana mungkin menang melawannya."Mending kamu diem deh, daripada ini mobil makin heboh goyangannya."Elsha melotot. Aris benar-benar sudah gila. Ini masih sangat pagi untuk melakukan hal mesum. Apalagi mereka berada di depan rumah Elsha. Kemungkinan besar orang-orang yang lewat di jalanan depan akan curiga kalau seandainya memang benar mobil ini bergoyang. Dan jangan lupakan Sashi yang bisa saja keluar tiba-tiba."Mas, plis," ujar Elsha memohon agar Aris tidak melanjutkan aksi nekatnya.Boro-boro berhenti, Aris malah semakin menindih Elsha dan mengendus tubuh wanita itu. Elsha menyerah. Matanya nyalang menatap atap mobil. Sekuat tenaga Elsha menahan segala suara yang akan keluar dari bibirnya.Aris tersenyum di ceruk leher Elsha. Dia menang. "Diem, aku janji cuma sebentar," bisik Aris lembut sambil mengecup pipi Elsha.Ya, aksi jinga
Aris mendengar pintu ruangannya diketuk, tapi dia tidak mengalihkan pandangannya pada layar ponsel di atas meja kerja. Sejak lamarannya tertolak tadi pagi, Aris tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Pria itu sibuk melamun memikirkan kekurangan apa yang ada pada dirinya sehingga Elsha menolaknya."Woi!"Aris terlonjak kaget sehingga kursi yang ia duduki terdorong ke belakang. Mata tajam pria itu menatap jengkel pada pelaku yang baru saja memasuki ruangannya."Ngapain lo ke sini?" tanya Aris pada adiknya, Andreas."Gak ada. Mampir."Aris mengusap rambutnya lalu bangkit dan ikut duduk di sofa yang berhadapan dengan Andreas. "Gak kuliah lo?"Andreas menggeleng. "Dosennya gak masuk. Btw, Mas, gue butuh bantuan."Aris menatap adiknya dengan sebelah alis yang terangkat. Bantuan? Dia kira Aris akan sukarela membantunya? Terlalu percaya diri."Apaan? Gak mungkin lo kekurangan duit," cibir Aris."Bukan, Dog. Bantu
Aris terus menyerang Elsha tanpa ampun. Bibirnya tidak berhenti mengecup dan menghisap dengan lembut leher jenjang wanita itu. Yang Elsha lakukan hanya mendesah dan menjambak rambut Aris sebagai pelampiasan."Tubuh kamu gak bisa bohong, El," bisik Aris kala kini wajahnya dan wajah Elsha saling berhadapan.Napas Elsha masih memburu karena menikmati sisa-sisa cumbuan Aris di bibir dan lehernya. Wanita itu tahu kalau dirinya munafik. Bibirnya berkata tidak, tapi tubuhnya mengatakan semua yang ia rasakan. Seberapa besar cintanya pada Aris, dan seberapa pasrah dia disentuh oleh pria itu."Aku benci sama kamu," balas Elsha di depan bibir Aris.Mata Aris tidak lepas menatap ekspresi wanita di atas pangkuannya. Aris tahu Elsha sedang menguji kesabarannya saat ini. Wanita itu ingin memancing amarahnya lebih banyak lagi."Kamu suka lihat aku marah-marah?" tanya Aris dengan suara serak.Mereka tidak hanya sibuk saling membalas ucapan. Tapi tubuh keduan
Pagi hari, sebelum Aris bangun dari tidur lelapnya, Elsha sudah lebih dulu meninggalkan apartemen pria itu. Elsha akan segera pulang karena adiknya pasti akan mencarinya. Saat Elsha tiba di rumah, ternyata Sashi masih tertidur. Wanita itu tersenyum melihat Sashi yang tidur nyenyak di dalam kamarnya. Elsha menutup pintu kamar Sashi, lalu memasuki kamarnya di sebelah kamar sang adik.Elsha merasakan perutnya mual tapi dia tidak muntah. Mungkin dia masuk angin atau sakit mag-nya kambuh. Menghela napas, Elsha meraih obat di dalam tasnya. Lebih tepatnya obat yang ditukar oleh Aris dengan vitamin kesuburan.Elsha meminum dua butir sekaligus karena dia tidak mau hamil anak mantan kekasihnya itu. Elsha menganggap ini sebagai pekerjaannya untuk memuaskan hasrat duda tersebut. Elsha tidak akan terikat lagi dengan Aris karena Elsha tahu, keluarga pria itu bukan keluarga yang selevel dengannya."Kak?"Elsha menoleh kala pintu kamarnya terbuka dan Sashi melongok kan k
Elsha menatap pintu kamarnya yang terbuka. Sashi tersenyum padanya. "Aku pergi dulu, ya, Kak, mau nitip sesuatu gak? Sekalian, kan, di minimarket juga," tawar Sashi."Hm, beliin es krim rasa vanila dong. Lagi kepengin itu," kata Elsha pelan.Sashi mengangguk dan berlalu dari hadapan Elsha. Sepeninggalan sang adik, Elsha kembali memejamkan mata. Sosok Aris tiba-tiba terlintas di benaknya. Pria itu bilang otw ke sini, tapi belum juga sampai. Dan ini sudah beberapa jam berlalu sejak Aris mengatakan hal tersebut."Baguslah kalau tuh laki gak jadi ke sini," Elsha mendengkus pelan dalam pejaman matanya.Dalam sudut hati Elsha ada sedikit rasa khawatir. Apa sesuatu terjadi pada Aris? Elsha tahu Aris sejak dulu, kalau sudah mengatakan A maka pria itu pasti akan melakukannya. Kalau pun membatalkannya, Aris pasti juga akan memberitahukannya."Ish! Nyebelin banget sih tuh laki. Mondar-mandir mulu di pikiranku!Elsha meraih ponselnya yang berad
Aris menatap khawatir pada Elsha yang masih mengeluh pusing. Meski wanita itu sudah ia baringkan di atas kasur, tapi Aris tahu kalau Elsha tetap saja tidak merasa lebih baik."Sebentar, aku telpon dokter aja," Aris hendak beranjak dari duduknya di tepi kasur Elsha, tapi lengannya lebih dulu ditahan oleh wanita itu."Gak usah. Kamu pulang aja. Aku mau istirahat. Paling nanti juga enakan," Elsha tidak mau merepotkan siapa pun malam ini."El, kamu gak bisa abai gini sama keadaan kamu. Dari kapan kamu ngerasa pusing begini?"Elsha menghela napas panjang. Dia lupa kalau pria yang sedang bersamanya ini adalah pria yang keras kepala menyangkut keadaan orang yang disayanginya."Mas, aku cuma pusing biasa. Bukannya kena penyakit mematikan. Plis, jangan lebay. Ini tuh gara-gara kamu juga yang sering bikin aku kurang waktu istirahat!"Aris mencebikkan bibir mendengar penuturan terlalu jujur dari bibir Elsha. Aris jadi merasa bersalah. "Apa kamu hamil,
Usai berbelanja kebutuhan rumah, Elsha dan Sashi memutuskan untuk membeli sarapan sebelum kembali pulang. Tadi mereka memang tidak memasak apa pun karena stok bahan makanan juga sudah habis. Tidak biasanya mereka seperti ini. Sebelumnya Elsha yang selalu rutin mengecek kebutuhan dapur dan kebutuhan lainnya. Tapi entah kenapa, beberapa hari belakang ini wanita itu jadi malas dan seakan lupa."Sebentar," Elsha berlalu dari hadapan Sashi untuk menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya."Kenapa?""Kamu ke mana? Aku keliling nyariin gak ada, mobil aku juga gak ada. Kabur?"Elsha memutar bola mata jengah. Ya, kali kabur pakai mobil si duda itu. Yang ada Elsha lebih dulu ditemukan sebelum mencapai tempat tujuan."Lagi belanja sama Sashi. Ini lagi beli sarapan bentar.""Oh, oke. Aku porsidoubleya, laper banget dari semalam belum makan."Elsha menghela napas pelan. Jadi pria itu belum makan sejak semalam