Aris bahkan tidak terpengaruh dengan penolakan Elsha yang mendorong tubuhnya. Pria itu jauh lebih kuat. Elsha mana mungkin menang melawannya.
"Mending kamu diem deh, daripada ini mobil makin heboh goyangannya."
Elsha melotot. Aris benar-benar sudah gila. Ini masih sangat pagi untuk melakukan hal mesum. Apalagi mereka berada di depan rumah Elsha. Kemungkinan besar orang-orang yang lewat di jalanan depan akan curiga kalau seandainya memang benar mobil ini bergoyang. Dan jangan lupakan Sashi yang bisa saja keluar tiba-tiba.
"Mas, plis," ujar Elsha memohon agar Aris tidak melanjutkan aksi nekatnya.
Boro-boro berhenti, Aris malah semakin menindih Elsha dan mengendus tubuh wanita itu. Elsha menyerah. Matanya nyalang menatap atap mobil. Sekuat tenaga Elsha menahan segala suara yang akan keluar dari bibirnya.
Aris tersenyum di ceruk leher Elsha. Dia menang. "Diem, aku janji cuma sebentar," bisik Aris lembut sambil mengecup pipi Elsha.
Ya, aksi jingannya dimulai. Aris menyusupkan tangannya untuk membelai kulit perut Elsha. Telapak tangan hangatnya semakin naik ke atas dan menemukan apa yang dia cari.
Gizi di pagi hari.
Aris beranjak sedikit dari leher jenjang Elsha untuk bisa meraih bibir wanita itu. Mau cium, sih, sebenarnya. Tapi Elsha membuang muka membuat bibir Aris mendarat di pipi mulusnya saja.
"Cium," ujar Aris.
"Gak! Buruan deh! Sebelum aku tendang burung kamu!"
Aris terkekeh dan segera menurunkan wajahnya menuju dada Elsha. Kancing piyama tidur wanita itu sudah dibukanya. Kini Aris dengan leluasa mengecup di sana dan mulai melumat benda kenyal kesukaannya. Aris tahu kalau Elsha tidur tidak pernah menggunakan bra. Dan pria itu bersyukur karena aksinya dimudahkan dengan hal tersebut.
Elsha menggigit bibir dan memejamkan mata agar rasa nikmat dari permainan mulut dan lidah Aris di payudaranya bisa teralihkan. Dalam hati Elsha mengumpat. Bukannya teralihkan, Elsha malah semakin menikmati permainan sialan ini.
"Mashh.... Sashi...."
Elsha berusaha untuk menyudahi acara 'sarapan' yang Aris sebut ini dengan alibi Sashi. Aris tidak percaya dan terus melanjutkan kegiatannya. Bukannya tidak suka, hanya saja Elsha takut kebablasan bercinta di sini. Gairah Elsha mudah sekali terpancing semenjak bertemu lagi dengan pria bajingan ini.
"Mashhh...."
"Bentar, Sayang…."
Oh, sial!
Elsha mendesah saat Aris mulai nakal dengan mengelus pinggul, paha, lalu semakin berani untuk menyentuh intinya meskipun masih ada penghalang.
"Stophh... Aah...."
Elsha menyerah karena permintaannya berakhir sia-sia. Wanita itu menarik kepala Aris dan menekannya ke dada kenyal miliknya saat jari Aris berhasil menerobos masuk di bawah sana. Sialan. Aris selalu tahu kelemahannya. Duda sialan.
"Ka...muhh... Bilanghhh.... Sebentarhhh...mhmm...."
"Mhmm... Bentar lagi....." Aris bergumam di sela kulumannya.
Kini mata keduanya sudah diselimuti oleh kabut gairah. Aris ingin lebih. Sarapan dengan susu saja tidak bikin kenyang. Aris mau menu utama. Mau roti lapis yang di bawah juga.
"Aku gak mau berhenti," bisik Aris saat bibirnya kini sudah melepaskan bukit kembar kesukaannya. Aris menatap wajah Elsha yang sama-sama diselimuti oleh gairah. Aris tahu Elsha juga menginginkannya saat ini.
"Aku gak mau berhenti," ulang Aris sambil mengecup bibir Elsha. Tidak puas, Aris mencecap rakus bibir wanita di bawah tindihannya.
"Kamu.... Nekat...."
Elsha berujar disela desahannya saat Aris kini sudah membenamkan diri di dalam milik Elsha. Beruntung lagi pria itu karena Elsha tidak menggunakan piyama tidur bercelana. Jadi mengurangi pekerjaan Aris untuk buka membuka. Hanya bermodal menarik ke samping celana dalam wanita itu, dan miliknya sudah bisa masuk sarang.
"Aku bakal pelan," bisik Aris.
Omong kosong. Aris main pelan? Berontak burungnya. Elsha hafal sekali dengan hobi burung jingan satu ini. Maunya menghentak kuat dan kasar.
"Gak enak di sini...."
Aris membawa Elsha ke atas pangkuannya dan kini posisi pria itu duduk menyandar dengan Elsha yang duduk di atas pahanya.
"Gerak," pinta Aris. Elsha bergerak pelan. Wanita itu sedikit was-was sambil menatap ke arah jalanan lalu menatap ke arah pintu rumah. Aris tahu kegelisahan Elsha. Dengan seringaian tipis, Aris menahan pinggul Elsha dan menghentak dengan kuat dari bawah.
Elsha terbelalak dan mencengkram pundak Aris semakin kencang. Wanita itu yakin kalau pundak pria itu pasti sakit karena cengkraman kukunya. Tapi bodo amat. Elsha akan segera mendapatkan puncaknya.
"Masshh...."
Aris bergerak semakin gila sambil meremas kedua bongkahan bokong Elsha. Napas keduanya memburu dan bersahutan. Bunyi berisik dari percintaan mereka memenuhi mobil Aris.
Elsha kini sudah lupa untuk bersikap was-was. Wanita itu mengejan kuat, miliknya mencengkram junior Aris saat pelepasannya tiba. Aris terus menghentak dengan liar dan menyusul Elsha mendapatkan apa yang sejak tadi selalu dia inginkan.
Rasa hangat di dalam dirinya membuat Elsha bernapas lega. Aris menatap wanita di atas pangkuannya dengan senyuman lembut. Satu tangan Aris melingkar di pinggang Elsha untuk memeluk wanita itu. Lalu, satu tangan lagi terulur ke kursi penumpang depan.
Elsha mengancingkan lagi piyama tidurnya dan menyisir rambutnya yang acak-acakan dengan jari. Elsha hendak beranjak dari atas Aris agar penyatuan mereka terlepas namun ditahan oleh pria itu, jelas saja hal tersebut membuat kening Elsha berkerut bingung.
Aris meraih tangan kiri Elsha dan membawa ke bibirnya. Pria itu mengecupnya dengan penuh perasaan. Elsha masih diam menunggu Aris untuk berbicara. Tapi sesuatu yang masuk ke dalam jari manisnya membuat Elsha terpaku.
Ini....
"Will you marry me, El?"
Elsha mengerjap dan menelan air ludahnya susah payah. Apa-apaan ini? Aris melamarnya? Yang benar saja! Bahkan posisi mereka masih seperti ini.
"Mas...."
"Aku mau kita mulai semuanya dari awal. Mulai semuanya dengan layak. Aku mau kamu jadi istriku. Jadi wanita yang melahirkan anak-anakku kelak. Aku mau kamu, El," bisik Aris serius.
Elsha gugup dan takut. Dia sudah lama tidak merasakan perasaan seperti ini. Membuncah akan bahagia, tetapi Elsha lebih banyak diselimuti rasa gelisah. Hubungan mereka terlalu mendadak. Elsha sama sekali tidak pernah berpikir untuk hal seperti ini.
"Aku..." Elsha menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. Ditatapnya wajah Aris yang serius menunggu jawabannya. "Maaf. Aku gak bisa, Mas," lanjut Elsha dan beranjak dari atas pangkuan Aris, lalu membuka pintu mobil dan pergi begitu saja.
Aris masih duduk terpaku sambil memandangi cincin berlian yang ada di tangannya karena tadi Elsha lepaskan. Aris tidak menyangka akan ditolak seperti ini. Dalam bayangannya, Elsha menerimanya lalu mereka menikah dan hidup bahagia bersama anak-anak mereka kelak.
"Haha. Hahaha.... Sial! Hahaha...." Aris tertawa kencang seperti orang gila dengan mata yang memerah. Pria itu menahan kekesalan dan rasa sedih secara bersamaan.
Aris mendengar pintu ruangannya diketuk, tapi dia tidak mengalihkan pandangannya pada layar ponsel di atas meja kerja. Sejak lamarannya tertolak tadi pagi, Aris tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Pria itu sibuk melamun memikirkan kekurangan apa yang ada pada dirinya sehingga Elsha menolaknya."Woi!"Aris terlonjak kaget sehingga kursi yang ia duduki terdorong ke belakang. Mata tajam pria itu menatap jengkel pada pelaku yang baru saja memasuki ruangannya."Ngapain lo ke sini?" tanya Aris pada adiknya, Andreas."Gak ada. Mampir."Aris mengusap rambutnya lalu bangkit dan ikut duduk di sofa yang berhadapan dengan Andreas. "Gak kuliah lo?"Andreas menggeleng. "Dosennya gak masuk. Btw, Mas, gue butuh bantuan."Aris menatap adiknya dengan sebelah alis yang terangkat. Bantuan? Dia kira Aris akan sukarela membantunya? Terlalu percaya diri."Apaan? Gak mungkin lo kekurangan duit," cibir Aris."Bukan, Dog. Bantu
Aris terus menyerang Elsha tanpa ampun. Bibirnya tidak berhenti mengecup dan menghisap dengan lembut leher jenjang wanita itu. Yang Elsha lakukan hanya mendesah dan menjambak rambut Aris sebagai pelampiasan."Tubuh kamu gak bisa bohong, El," bisik Aris kala kini wajahnya dan wajah Elsha saling berhadapan.Napas Elsha masih memburu karena menikmati sisa-sisa cumbuan Aris di bibir dan lehernya. Wanita itu tahu kalau dirinya munafik. Bibirnya berkata tidak, tapi tubuhnya mengatakan semua yang ia rasakan. Seberapa besar cintanya pada Aris, dan seberapa pasrah dia disentuh oleh pria itu."Aku benci sama kamu," balas Elsha di depan bibir Aris.Mata Aris tidak lepas menatap ekspresi wanita di atas pangkuannya. Aris tahu Elsha sedang menguji kesabarannya saat ini. Wanita itu ingin memancing amarahnya lebih banyak lagi."Kamu suka lihat aku marah-marah?" tanya Aris dengan suara serak.Mereka tidak hanya sibuk saling membalas ucapan. Tapi tubuh keduan
Pagi hari, sebelum Aris bangun dari tidur lelapnya, Elsha sudah lebih dulu meninggalkan apartemen pria itu. Elsha akan segera pulang karena adiknya pasti akan mencarinya. Saat Elsha tiba di rumah, ternyata Sashi masih tertidur. Wanita itu tersenyum melihat Sashi yang tidur nyenyak di dalam kamarnya. Elsha menutup pintu kamar Sashi, lalu memasuki kamarnya di sebelah kamar sang adik.Elsha merasakan perutnya mual tapi dia tidak muntah. Mungkin dia masuk angin atau sakit mag-nya kambuh. Menghela napas, Elsha meraih obat di dalam tasnya. Lebih tepatnya obat yang ditukar oleh Aris dengan vitamin kesuburan.Elsha meminum dua butir sekaligus karena dia tidak mau hamil anak mantan kekasihnya itu. Elsha menganggap ini sebagai pekerjaannya untuk memuaskan hasrat duda tersebut. Elsha tidak akan terikat lagi dengan Aris karena Elsha tahu, keluarga pria itu bukan keluarga yang selevel dengannya."Kak?"Elsha menoleh kala pintu kamarnya terbuka dan Sashi melongok kan k
Elsha menatap pintu kamarnya yang terbuka. Sashi tersenyum padanya. "Aku pergi dulu, ya, Kak, mau nitip sesuatu gak? Sekalian, kan, di minimarket juga," tawar Sashi."Hm, beliin es krim rasa vanila dong. Lagi kepengin itu," kata Elsha pelan.Sashi mengangguk dan berlalu dari hadapan Elsha. Sepeninggalan sang adik, Elsha kembali memejamkan mata. Sosok Aris tiba-tiba terlintas di benaknya. Pria itu bilang otw ke sini, tapi belum juga sampai. Dan ini sudah beberapa jam berlalu sejak Aris mengatakan hal tersebut."Baguslah kalau tuh laki gak jadi ke sini," Elsha mendengkus pelan dalam pejaman matanya.Dalam sudut hati Elsha ada sedikit rasa khawatir. Apa sesuatu terjadi pada Aris? Elsha tahu Aris sejak dulu, kalau sudah mengatakan A maka pria itu pasti akan melakukannya. Kalau pun membatalkannya, Aris pasti juga akan memberitahukannya."Ish! Nyebelin banget sih tuh laki. Mondar-mandir mulu di pikiranku!Elsha meraih ponselnya yang berad
Aris menatap khawatir pada Elsha yang masih mengeluh pusing. Meski wanita itu sudah ia baringkan di atas kasur, tapi Aris tahu kalau Elsha tetap saja tidak merasa lebih baik."Sebentar, aku telpon dokter aja," Aris hendak beranjak dari duduknya di tepi kasur Elsha, tapi lengannya lebih dulu ditahan oleh wanita itu."Gak usah. Kamu pulang aja. Aku mau istirahat. Paling nanti juga enakan," Elsha tidak mau merepotkan siapa pun malam ini."El, kamu gak bisa abai gini sama keadaan kamu. Dari kapan kamu ngerasa pusing begini?"Elsha menghela napas panjang. Dia lupa kalau pria yang sedang bersamanya ini adalah pria yang keras kepala menyangkut keadaan orang yang disayanginya."Mas, aku cuma pusing biasa. Bukannya kena penyakit mematikan. Plis, jangan lebay. Ini tuh gara-gara kamu juga yang sering bikin aku kurang waktu istirahat!"Aris mencebikkan bibir mendengar penuturan terlalu jujur dari bibir Elsha. Aris jadi merasa bersalah. "Apa kamu hamil,
Usai berbelanja kebutuhan rumah, Elsha dan Sashi memutuskan untuk membeli sarapan sebelum kembali pulang. Tadi mereka memang tidak memasak apa pun karena stok bahan makanan juga sudah habis. Tidak biasanya mereka seperti ini. Sebelumnya Elsha yang selalu rutin mengecek kebutuhan dapur dan kebutuhan lainnya. Tapi entah kenapa, beberapa hari belakang ini wanita itu jadi malas dan seakan lupa."Sebentar," Elsha berlalu dari hadapan Sashi untuk menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya."Kenapa?""Kamu ke mana? Aku keliling nyariin gak ada, mobil aku juga gak ada. Kabur?"Elsha memutar bola mata jengah. Ya, kali kabur pakai mobil si duda itu. Yang ada Elsha lebih dulu ditemukan sebelum mencapai tempat tujuan."Lagi belanja sama Sashi. Ini lagi beli sarapan bentar.""Oh, oke. Aku porsidoubleya, laper banget dari semalam belum makan."Elsha menghela napas pelan. Jadi pria itu belum makan sejak semalam
Aris memasuki apartemen dengan helaan napas Panjang. Pria itu melempar ponsel yang dia genggam ke atas sofa. Pikiran Aris sedang tidak baik-baik saja. Hatinya pun juga sama. Tapi Aris bisa apa untuk meluluhkan Elsha selain dengan bersabar, lalu menunjukkan semua perjuangannya. Kalau nanti Elsha masih saja menolaknya, Aris benar-benar akan mengirimkan santet pada wanita itu.Aris memilih duduk terkapar seperti orang yang mau mati enggan hidup pun segan. Yang dilakukannya hanya menghela napas berkali-kali seperti manusia yang memikul beban terberat di dunia. Ponselnya berdering, Aris meraih benda pipih itu dengan malas. Tanpa melihat nama si pemanggil, Aris segera menjawab panggilan tersebut."Hm?""Di mana lo?""Hm?""Di mana lo?""Hm?""Bangsat!"Tawa Aris berderai. Ternyata membuat orang kesal itu menyenangkan. Pantas saja Elsha hobi melakukannya dan Aris selalu menjadi korban. "Apaan? Kalau enggak p
Seperti biasa, Aris akan melampiaskan semua kekesalan dan kegundahan hatinya ke kerjaan. Bahkan pria itu meminta sekretarisnya untuk memberinya pekerjaan yang sangat sulit agar dia bisa berpikir keras dan melupakan sejenak penolakan Elsha."Bangke! Gue minta kerjaan paling susah, ini sejam doang udah kelar."Lagi, Aris mengeluh kesal karena apa yang dia kerjakan sudah selesai. Aris mencebikkan bibir, lalu duduk menyandar di kursi kebesarannya. Mata Aris mengerjap karena baru sadar kalau meja kerjanya sudah tidak ada celah lagi untuk menaruh barang. Benar-benar penuh oleh tumpukan map-map dan beberapa bungkus makanan.Ketukan di pintu ruangannya membuat Aris sedikit mendongak untuk melihat siapa yang kini berjalan masuk. Sekretarisnya tidak mungkin masuk sebelum Aris mengatakan 'ya'. Itu pasti antara Arjun atau Andreas.Benar."Allahuakbar! Lo habis ngapain, Mas?! Gulung tikar? Perusahaan mau bangkrut? Lo pasti stres berat nih. Gue harus lapor Mas A