Share

Bab 7 Kamu Harus Mempertanggungjawabkannya

Dering ponsel berhenti digantikan dengan notifikasi pesan masuk.

 Bunda:

 [ Yoona siapa pria itu?! Jika dia alasanmu menolak Barack maka aku harap dia lebih tampan dan mapan darinya. Jika tidak. Besok akan aku nikahkan paksa Kau dengan Barack!! ]

Membaca itu Yoona langsung membuang ponselnya.

"Ohhh.. tidak. Aku terjebak antara jurang dan neraka," gumamnya menatap ponsel yang terjatuh dari tempat dia duduk. "Ini jelas bencana. Jika Bunda sudah berkata itu, maka keputusannya mutlak," gumamnya lagi.

Dante yang duduk tak jauh dari Yoona hanya bisa menautkan alis melihat perubahan dari marah menjadi seputih kapas setelah membaca pesan. Dante bahkan dapat mendengar jelas apa yang diucapkan oleh wanita yang kini hanya memandangi pensil yang terjatuh begitu saja.

"Sepertinya kabar yang Kamu terima lebih mengerikan dari apa yang dapat aku lihat!" sindir Dante tajam.

Mendengar apa yang diucapkan pria yang beberapa lalu menyentuh bibirnya yang sampai saat ini masih ia rasakan akibat janggut Dante yang lebat membuat Yoona menggeram penuh amarah.

"Yah, dan itu semua karena Kamu!!" tuduhnya

"Aku? Yang benar saja!" sangkalnya dengan bibir tersungging.

"Kamu harus mempertanggung jawabkannya!!" ucap Yoona asal karena mengingat kembali aksi mereka. Yoona sendiri tidak tahu dapat pikiran gila dari mana hingga berani berkata seperti itu.

"Baiklah, ayo kita turun. Aku akan menemui orang tuamu dan menikahimu malam ini juga!" ucap Dante penuh keyakinan.

'Sial, apa pria ini bisa mengetahui isi pikiranku? Bagaimana mungkin?! Ahh masa bodoh dia bisa atau tidak membaca pikiranku yang jelas aku harus menikah dengannya daripada dengan Mr Merchant.'

"Tidak. Aku ingin kamu menemui ibuku setelah kita menikah. Dan aku mau besok!" ucap Yoona tak kalah yakin.

Dante memandang wajah Yoona dengan intens berusaha mencari keraguan di sana, tapi sayangnya tidak, "Kita akan pergi ke catatan sipil besok."

 'Eh... Serius! Kenapa dia gampang banget mau tanggung jawab seolah gue lagi hamil anak dia. Gue harus buat perjanjian sebelum pergi ke kantor catatan sipil,' ujarnya dalam hati.

Yoona dapat melihat Dante berjalan ke arah sopir dan berkata sesuatu dan tak lama mobil pun berhenti. Tanpa kata Dante turun dari mobil dengan cara meloncat, melihat itu Yoona segera mengambil ponselnya dan memasukkannya kedalam tas. Tanpa menunggu uluran tangan dari Dante Yoona pun turun dari mobil tanpa hambatan padahal dia masih memakai heels-nya.

Melihat itu Dante hanya berdecak kagum. Jarang yang bisa melakukan hal itu, terutama dengan hak tinggi seperti seperti yang dikenakan oleh Yoona.

Yoona mengamati sekitarnya, ia sama sekali tidak tahu mereka ada di mana. Seolah tahu apa yang di pikiran Yoona Dante menghampiri wanita itu. Dante berdiri tepat di belakang tubuh Yoona dengan sedikit memajukan wajah kearah ceruk leher Yoona.

"Kita akan makan malam dan setelah itu mencari penginapan," ucap Dante nyaris seperti bisikan.

Merasakan hembusan nafas yang yang hangat membuat tengkuk Yoona meremang. Yoona memutar tubuhnya menghadap ke arah Dante.

"Menginap di hotel?!" tanya Yoona tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar, "Aku harus bekerja besok. Bisakah kita menikah di catatan sipil di Jakarta. Jam makan siang?" tanya Yoona seolah menantang pria di hadapannya ini. Lagi pula Yoona tidak bisa menginap di Bandung, ia harus pulang ke Jakarta malam ini juga, jika Yoona besok tidak masuk ke kantor yang ada dia dianggap menghindari Mr Merchant.

Yoona bisa merasakan hembusan nafas kasar dari pria dihadapannya ini, "Baiklah aku akan memesan taksi kalau begitu!" ujar Dante acuh.

Mereka melanjutkan perjalan setelah menikmati makan malam. Selama dalam perjalanan Dante dan Yoona seperti dua kubu yang berlawanan. Tidak ada pembahasan sama sekali selama perjalan yang memakan waktu kurang lebih dua jam.

Setibanya di Jakarta Dante menahan tangan Yoona yang hendak meninggalkannya begitu saja, "Kita masih ada urusan," ucapnya datar.

Yoona yang sudah merasa sangat lelah hanya bisa menghembuskan nafas pasrah, "Apah? Bukankah kita akan kecacatan sipil besok dan ini sudah malam. Aku sangat lelah...," ucap Yoona lirih.

"Aku butuh berkasmu. Dan yah... berikan ponselmu!" Dante menengadahkan tangan.

Tanpa kata lagi Yoona mengeluarkan ponsel dan KTP dari dalam dompetnya lalu menyerahkannya kepada Dante dengan kasar.

Dante menerima apapun yang diberikan oleh Wanita di hadapan yang terlihat sangat tidak bersahabat. Dante mengotak-atik ponsel di genggamannya dan tak lama dari itu ponselnya bergetar. Dengan kasar pula Dante menarik tangan Yoona dan meletakkan ponsel milik Yoona di telapak tangan wanita itu.

 "Aku butuh akta kelahiranmu. Aku tunggu besok jam tujuh pagi!" ucap Dante tanpa melepaskan pandangannya dari wajah Yoona. Setelah mengatakan itu Dante langsung berlalu pergi ke rumahnya.

Melihat kepergian Dante yang begitu saja membuat Yoona memaku dirinya di tempat dengan bola mata yang selalu mengikuti pergerakan pria yang akan menikahinya esok hari.

 "Gila, apa iya gua mau nikah sama dia. Apa kata dunia. Gak papa Yoona, lebih baik menyandang status janda daripada perawan tua," gumamnya.

Yoona berjalan dengan gontai menuju ke dalam rumahnya, tanpa mengganti pakaiannya Yoona menghempaskan tubuhnya di ranjang.

"Aku harus membuat perjanjian, jangan sampai orang komplek ini tahu, dan juga aku tidak mau satu atap dengan dia. Aku harus membicarakannya besok pagi sebelum berangkat ke kantor," ucap Yoona dengan memandangi langit kamarnya.

Yoona masih tidak menyangka akan menikah dengan Dante. Ia sendiri masih tidak tahu kegilaan dari mana yang didapatkan sehingga ia mau menikah dengan pria yang bahkan belum ia kenal luar dan dalam. Yoona hanya berpikir dengan menikahi pria itu dia akan terbebas dari tuntutan Ibunya.

Dante memang bukan kriteria yang ibunya inginkan, tapi karena itulah alasan Yoona mau menikah dengan Dante. Katakan ini adalah sebagai bentuk pemberontakan kecil dari Yoona yang selalu dipaksa oleh ibunya untuk menikah.

Menurut Yoona, Dante adalah pria urakan yang tanpa pekerjaan, bahkan lebih gilanya Yoona mengira Dante adalah seorang pemabuk dan penikmat barang haram. Yoona tahu hal itu akan membuat ibunya darah tinggi, tapi itu adalah tujuan Yoona agar Ia tidak lagi dikekang dan selalu dijodohkan bahkan dibanding-bandingkan dengan saudara kembarnya.

Yoona membuka matanya lebih pagi dari dering jam weker yang sudah dipasang. Tanpa bermalas-malasan Yoona langsung turun dari ranjang dan menuju bathroom.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nini
lebih seru nikah aja ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status