Share

Part 4 (Ajakan Alexander)

“Kamu sudah pulang dari kemarin tapi baru hari ini mengunjungi Mommy? Kamu keterlaluan Felix! ” Seru Maria Johnson dengan nafas menggebu.

Laki-laki berusia tiga puluh satu tahun itu terkekeh pelan. Ia segera menghampiri wanita yang telah melahirkannya, merawat dan membesarkannya. Alex memeluk wanita paruh baya yang di sayanginya.

“Jangan marah Mommy. Kemarin Felix ada urusan yang sangat penting.” Bujuk Alex.

Maria melonggarkan paksa pelukan Alex. Wanita paruh baya itu memandang putranya dengan wajah memerah, “Jadi urusanmu lebih penting dari pada bertemu Mommy !!? Iya?!” tanya Maria emosi.

Alex kembali terkekeh. Ia meraih kedua tangan Mommy-nya dan melabuhkan kecupan di sana.

“Ini juga demi Mommy dan juga demi masa depan Felix.” Ucap Alex lembut.

Maria menaikkan satu alisnya. “Demi Mommy? Demi masa depan kamu? Maksudnya?” Maria bingung dengan kata ambigu putranya.

Alex semakin melebarkan senyuman di bibirnya. “Coba Mommy tebak.”

Wanita paruh baya itu tampak berfikir keras. Tiba-tiba ia melebarkan senyuman saat sesuatu melintas di otaknya. Membuat Alex penasaran dengan tebakan Maria.

“Sepertinya Mommy tahu.” Celetuk Maria.

“Oh ya?” kata Alex sanksi. “Coba katakan, apa yang sedang Mommy  fikirkan?” desak Alex.

“Kamu sudah menemukannya?” tebak Maria.

Alex melebarkan senyumannya. Ia menggangguk dan memeluk Maria. “Mommy  benar. Felix telah menemukannya. Terima kasih Mommy selalu mendo'akan Felix.” Alex semakin mengeratkan pelukannya. Tanpa sadar air mata itu menetes dengan tak tahu malu.

Maria menepuk-nepuk punggung putra kesayangannya dengan lembut. Wanita paruh baya itu paham dengan perasaan putranya yang tampak bahagia. Felix-nya telah kembali. Ia pun meneteskan air mata kebahagiaan.

“Kamu sudah berani pulang anak nakal?” Seru William Johnson dari lantai satu.

Mendengar seruan William, Maria mengurai pelukan putranya. “Kamu sudah bertemu dengan Daddy -mu sebelumnya?” tanya Maria menyelidik.

Alex menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kalau dia jujur tamatlah riwayatnya. Maria pasti akan mengulitinya hidup-hidup.

Melihat putranya terdiam membuat Maria semakin berang. “Katakan kalau kamu belum bertemu Daddy ?”  Desak Maria.

William tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah putranya sulungnya yang kini tak bisa berkutik. Kelemahan Alexander Johnson adalah Maria. Jika Mommy -nya yang baik hati itu marah maka  Alex tak akan bisa apa-apa.

Daddy tahu sesuatu?” Tanya Maria saat William sudah berada didekatnya.

William tersenyum geli. Ia menarik pinggang Maria agar merapat padanya. Membuat wanita paruh baya itu memekik.

Daddy !!” pekik Maria.

“Jangan marah-marah Mommy .” bujuk William.

“Jadi? Siapa yang mau bercerita?” tanya Maria menuntut.

William melirik Alex yang kebetulan juga meliriknya. Pria paruh baya itu tersenyum. “Felix kemarin sudah datang ke kantor. Di ...”

“A-apa? J-jadi kalian sudah bertemu? Dan Mommy jadi orang terakhir yang bertemu? Ka...”

Cup ...

William mengecup bibir Maria untuk menghentikan ocehan wanita yang telah mendampinginya lebih dari tiga puluh dua tahun itu.

Daddy!!” seru Maria tidak terima.

“Sepertinya kita akan mempunyai menantu sebentar lagi.” Ucap William.

Maria membelalakkan matanya terkejut. “Benarkah?! Daddy, benarkah?” Maria mengalihkan ke arah Alex yang tampak salah tingkah. “Felix!! Kamu tidak  mau mengatakan kepada Mommy?”

William mengulum senyum melihat keterkejutan Maria tentang putra kesayangannya.

Mom, Felix belum bisa mengatakan sekarang.” Alex menghembuskan nafasnya pelan. “Nanti, Felix janji akan memperkenalkan kepada Mommy secepatnya.” Pinta Alex.

“Kamu tidak berbohong?” tanya Maria.

Alex menggeleng. “Enggak Mommy.”

“Tapi ...”

“Percayalah Mommy. Kali ini Felix tidak akan salah memilih.” Bujuk William.

Akhirnya Maria mengangguk. Ia tak akan mendesak putranya mengatakan sekarang. Setidaknya Felix-nya sudah kembali di sekarang.

“Dan Felix akan tinggal disini mulai malam ini.” Celetuk Alex  yang membuat Maria berteriak antusias.

Tentu saja, orang tua mana yang tak ingin berada di samping anaknya. Maria telah memimpikan sejak tiga tahun lalu. Berpisah dengan Felix kala itu membuatnya bersedih. Karena sejak kecil hanya Felix yang begitu manja padanya. Berbeda dengan anak perempuan yang yang kini menjadi salah satu model internasional. Jennifer Alexis Johnson.

*

Ting tong  ...Ting tong ...

Adelia bergegas menuju pintu utama saat mendengar bunyi bel di unit apartemennya.

Cekrek ...

“Carmen?!”

“Jessy!?”

Jessy menghambur ke arah sahabatnya yang ia rindukan. Padahal mereka baru saja berpisah selama satu bulan.

“Ayo masuk.” Ajak Adelia.

Jessy menarik koper kecil bawaannya. Ia meneliti unit apartemen yang di sewa sahabatnya itu. Lalu, Jessy mendudukkan dirinya di satu-satunya sofa di ruang menonton.

“Bagaimana perjalanan Lo hari ini?” Tanya Adelia yang kini membawa dua kaleng minuman bersoda ke tempat Jessy duduk.

“Melelahkan. CEO gila itu semuanya sendiri.” Gerutu Jessy.

“Hahahahaha, sudah tahu begitu tapi Lo masih betah aja di sana.” Ucap Adelia gemas.

“Huh!” Jessy menghembuskan nafas kasar, “Lo nggak tahu sih. Dia boss yang menyenangkan walau sifatnya sering berubah-ubah semacam bunglon.” Jessy meneguk minuman kaleng yang di berikan padanya. “Trus, Lo sendiri gimana?”

Adelia menyamankan posisi duduknya. “Mr. William baik sama gue. Tapi ...”

“Tapi?” beo Jessy.

“Gue akhir bulan bakalan pindah dari unit apartemen ini.” Ucap Adelia.

“Pindah? Lo nggak betah? Atau ...”

“Gue dapet fasilitas apartemen dari perusahaan.” Jawab Adelia cepat.

“F-fasilitas? L-Lo ...”

Adelia menepuk tangan Jessy agar menghentikan ucapan ngawurnya.

“Sakit tahu!!” keluh Jessy.

Adelia terkekeh melihat tingkah sahabatnya yang berlebihan. Padahal tepukannya tidak keras.

“Gue dapetin itu dari CEO yang baru. Bukan dari Mr. William.” Ucap Adelia.

“CEO baru? Oh jadi Mr. William pensiun dini ya?” tebak Jessy. Adelia mengangguk, membenarkan tebakan sahabatnya.

“Ah, dia masih muda? Atau udah tua?” tebak Jessy.

“Dia masih muda. Berumur tiga puluh satu tahun. Tampan, dingin  dan ... arrogan.” Ucap Adelia

Jessy membelalakkan matanya. “Seriously?!!”

Adelia hanya mengangguk tanpa bersuara. Ia akan kembali suntuk jika menyangkut boss arrogan-nya . Alexander Felix Johnson adalah bos yang seenaknya. Kalau Adelia tak ingat dengan denda yang harus di bayarkan, ia akan mengundurkan diri saat itu juga.

“Ah, Lo nginep berapa hari disini?” tanya Adelia.

“Tiga hari. Boss gue ada pertemuan dengan salah satu relasi bisnisnya. Dan ... gue harus selalu stand by di sampingnya.” Keluh Jessy.

“Gue rasa Lo macem istrinya dia aja sih?” celetuk Adelia heran.

Jessy mengulum senyum malu-malu yang terasa menjijikkan bagi Adelia. Selama mereka bersahabat, Jessy paling anti laki-laki. Tapi lihatlah ia sekarang. Dia seperti gadis yang lagi kasmaran.

“Jangan bilang Lo?!” seru Adelia syok.

“Kelihatan banget ya?” ringis Jessy. “Gue nggak ingin sih,  tapi dia itu selalu memberi sinyal sama gue.” Jessy terkekeh pelan.

Adelia melongo. Tenggorokannya tiba-tiba saja kering. Ia kesulitan berkata-kata.

“Tenang saja. Dia baik kok dan masih single. Nggak bakalan ada yang ngelabrak seandainya kita jadian. Gue juga udah ketemu sama orang tuanya. Mereka ramah-ramah kok.” Ucap Jessy memenangkan.

“Ah, yang penting Lo harus hati-hati. Jangan sampai menyerahkan diri Lo sebelum menikah. Ingat!” pesan Adelia.

Jessy menghambur ke dalam pelukan sahabatnya. Selama ini Adelia lah yang bisa mengerti dirinya. Menasehati dan memperhatikannya. Mereka bagai sepasang kelinci yang bergantung sama lain. Tidak mempunyai orang tua membuat mereka menyayangi satu sama lain.

Selama lebih dari tujuh tahun mereka tinggal di tempat yang sama.  Mereka sudah seperti Adik dan Kakak . Umur mereka pun hanya selisih satu tahun. Jessy satu tahun lebih muda. Walaupun begitu mereka menimba ilmu di tempat yang sama dan lulus bersamaan.

Adelia menenangkan perasaan Jessy yang gampang terbawa suasana. Gadis lebih muda satu tahun darinya itu memang akan menjadi manja bila bersamanya. Dan Adelia menyukai sifatnya yang terbuka. Dengan begitu ia akan lebih mudah tahu bagaimana cara menenangkan perasaan Jessy.

“Ya sudah, mandi sana. Koper Lo taruh di kamar aja.” Ucap Adelia.

Jessy mengangguk dan segera melakukan apa yang Adelia ucapkan. Karena kalau tidak menurut, Adelia akan mengomel sepanjang waktu.

Melihat Jessy berjalan gontai menuju kamar satu-satunya di unit itu, Adelia menggelengkan kepala geli. Ia bergegas menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam yang sempat tertunda. Namun, langkahnya terhenti ketika mendapati ponselnya berdering. Ia tergesa-gesa mengambil ponsel yang terletak di dapur dan perasaannya berubah kesal saat melihat ID caller CEO arrogan -nya yang menelepon.

Dengan malas ia menyentuh layar di ponselnya dan mendengarkan setiap kata yang keluar dari seberang sana.

“Hallo Mr. Felix? Ada yang bisa saya bantu?”

>> “Kamu harus menemaniku besok malam.” Ucap Alex to the point.

“Ok. Jam berapa saya harus bersiap-siap?”

>> “Jam delapan. Aku sendiri yang akan menjemputmu.”

Adelia mengernyit. “Tidak perlu Mr. Saya bisa berangkat sendiri. Be ...”

>> “Aku tidak menerima penolakan.”

Adelia menghela nafas kasar. “Baiklah. Saya akan  mem...”

>> “Tidak perlu. Aku sudah tahu di mana kamu tinggal.”

Setelah mengatakan itu, Alex memutuskan panggilan selulernya. Membuat Adelia di seberang sana merasa geram. Senyum geli terbit di bibir Alex tanpa bisa di cegah.

“Dasar boss gila!!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Edison Panjaitan STh
Ajakan dalam pertemuan yang aneh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status