Suasana tiba-tiba menjadi sedikit riuh setelah Alexander Johnson mengumumkan satu hal yang membuat mereka syok dan terkejut. Bukan hanya para tamu yang terkejut, melainkan Adelia dan wanita bergaun merah yang tak lain adalah sahabat gadis itu. Jessy Allesya Swan.
“Saya akan segera bertunangan dengan wanita di samping saya ini.”
Setelah mengucapkan hal itu Alexander Johnson mengulurkan tangan ke arah Adelia yang membeku di tempat duduknya.
Memanfaatkan kesempatan itu, Alex dengan sigap berlutut di lantai meraih kedua tangan Adelia yang saling bertaut.
Tentu saja adegan itu membuat para relasi bisnis Alex melongo. Karena memang ini adalah peristiwa yang benar-benar langka.
“Bagaimana menurutmu Sayang?” tanya Alex lembut.
Sial!!!
Ini benar-benar seperti masuk dalam jebakan
Umpat Adelia dalam hati.
“Hm, tentu saja itu bagus.” Adelia melirik ke arah Stella yang membeku. “Aku pikir, setelah kamu mengumumkan pertunangan kita maka tidak akan ada lagi yang terang-terangan mendekatimu. Bukan begitu?” jawab Adelia tenang.
Alex melebarkan senyumannya. “Tentu saja.” Tanpa Adelia duga, Alex melabuhkan kecupan di kedua tangannya. Lalu laki-laki itu berdiri untuk meraih Adelia ke dalam pelukan hangat Alexander Johnson.
Kenapa terasa familiar sekali harum tubuh ini?
Pikir Adelia.
Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh tepat. Kini Adelia duduk di samping Alexander Johnson yang sedang fokus dengan jalanan yang dilewatinya. Gadis itu sedang bertarung dengan dirinya sendiri.
Gara-gara wanita itu, Gue harus berhadapan dengan Alexander Johnson!!!
Tapi? Kenapa tiba-tiba Alexander Johnson mengumumkan pertunangan dengan Gue?
Jangan-jangan ... dia ...???
Adelia membeku. Kilasan pertengkaran dengan Stella di kamar mandi terasa terpampang nyata di matanya.
Flashback On
Adelia berjalan pelan keluar dari ruangan itu menuju ke toilet terdekat. Saat ia mencuci kedua tangannya di sana , tiba-tiba Stella Allison menghampirinya.
“Aku belum pernah melihat Alexander bersamamu sebelumnya?” Stella menelisik penampilan Adelia. Ia mendengus. “Atau kau adalah wanita yang sengaja disewa untuk menemaninya ...” Stella mengikis jarak dengan Adelia. “Di ranjang?”
Emosi tiba-tiba saja menyeruak di hati Adelia. Kedua tangannya terkepal erat. Ingin rasanya melayangkan satu tamparan ke arah wanita yang menghina dirinya sedemikian rupa. Tapi ia tidak boleh gegabah. Adelia harus bermain aman.
“Apakah kau salah satu koleksi Alexander Johnson?” tanya Adelia santai. “Ah, kalau iya seharusnya kau ucapkan selamat tinggal padanya.” Adelia menyeringai. “Karena asal kau tahu! Sampai saat ini Alexander Johnson bahkan tidak tahu tipe bra dan ukuran celana dalam yang aku pakai.” tambah Adelia.
“Kau!!!” Stella melayangkan satu tamparan yang langsung ditangkap oleh Adelia.
“Jangan sekali-sekali menyentuhku!!! Karena level kita berbeda!!” Ucap Adelia angkuh. Adelia menghempaskan tangan Stella. “Dan perlu kau tahu satu hal.” Adelia mengikis jarak antara dirinya dan Stella. “Selama kau mempunyai sikap seperti ini, bukan tidak mungkin jika Alexander Johnson tidak akan pernah menjadi milikmu. Dan akan menjadi milikku.” Adelia tersenyum sombong.
Setelah mengatakan itu, Adelia berlalu dari sana. Ia keluar dengan langkah santai namun dengan dada yang berdebar karena emosi. Sesekali gerutuan kesal keluar dari bibirnya yang terpoles lipstik merah.
Flashback off
Lima belas menit kemudian Lamborghini Aventador yang dikemudikan Alex masuk ke area apartemen di mana Adelia tinggal.
Setelah mobil berhenti, Adelia dengan cepat melepas seatbelt dan berniat segera turun. Tapi tangan kiri Alex segera menahannya. Adeli menghentikan pergerakannya, menoleh ke arah Alex yang kini menatapnya.
“Ada apa?!” tanya Adelia cepat.
“Aku akan segera mengurus semuanya. Besok aku jemput kamu untuk pindah ke unit yang sudah aku siapkan,” jawab Alex datar.
“Mana bisa begitu?! Perjanjiannya kan lima hari?” ucap Adelia tidak terima.
Alex menarik kedua sudut bibirnya. “Bisa saja,” ucap Alex santai. “Kita akan bertunangan dua hari lagi. Jadi besok pagi, mau tidak mau kamu harus pindah.”
Adelia membelalakkan matanya terkejut. “S-siapa yang mau bertunangan denganmu dua hari lagi? Sembarangan!!!” seru Adelia.
“Lalu ... Bagaimana bisa kamu menghadapi Stella Allison hari Jum’at nanti? Kalau kita tidak bertunangan di hari Kamis?” tanya Alex santai.
“A-apa hubungannya dengan wanita itu?! Ini pasti akal-akalan kamu saja!!” ucap Adelia menggebu. “Kamu sengaja menjebakku!!! Kamu ...”
Tanpa aba-aba Alex menarik tekuk Adelia cepat dan menempelkan bibirnya ke bibir Adelia yang masih berwarna merah. Tubuh Adelia menegang. Sedangkan otaknya berkelana.
Harum nafas ini seperti tak asing bagiku
Atau jangan-jangan ....
Merasa tidak mendapatkan penolakan, Alex memanfaatkan situasi Adelia yang membeku. Dengan perlahan Alex menggerakkan bibirnya, melumat kedua belah bibir merah itu dengan hati-hati. Rasa manis Vanila membuat laki-laki itu hanyut dalam rasa yang tak bisa ia jelaskan. Rasa yang membuatnya candu sejak pertama kali merasakannya.
Tak mendapat respon membuat Alex semakin menggoda bibir Adelia. Laki-laki itu menginginkan ciuman malam itu terulang lagi.
Karena tak kunjung mendapat balasan Alex mengurai lumatan bibirnya dengan tak rela. Ia mengecup sesaat sebelum mengusap sisa salivanya di bibir Adelia.
“Rasanya manis,” gumam Alex lirih.
Adelia yang masih membeku tidak bisa menggerakkan kedua bibirnya untuk berbicara. Gadis itu benar-benar terpaku layaknya patung yang tak bernyawa. Otak cerdiknya seakan tak mampu memikirkan apa pun.
Kesiap gadis itu membuat Alex betah memandang wajah ayu dalam polesan kosmetik malam ini.
“Kamu mau ikut aku pulang ke rumah? Atau...” Alex mendekatkan wajahnya di samping telinga Adelia. Membuat hembusan nafas Alex yang beraroma maskulin meremangkan Adelia. “Kamu ingin aku bermalam ... di apartemenmu?” Laki-laki itu dengan sengaja mengecup pelipis Adelia. Membuat gadis itu tersadar dari kebekuan dirinya.
“A-Aku turun!!” Adelia segera membuka pintu mobil Alex dan berjalan cepat menuju lobby apartemennya.
Dari dalam mobil, Alex hanya bisa tertawa geli melihat tingkah Adelia yang menggemaskan baginya.
“Aku akan mengurus semuanya dan aku pastikan kamu akan jadi milik Alexander Johnson seorang.” Monolog Alex.
Setelah berdiam lebih dari sepuluh menit, Alex mengemudikan Lamborghini Aventador miliknya membelah jalanan Kota New York yang tampak sepi.
*
Dengan langkah terburu-buru Adelia keluar dari lift menuju unit apartemennya. Ia menekan beberapa kode password untuk membuka pintu unitnya.
Pintu terbuka, ia pun segera masuk ke dalam. Setelah menutup pintu, Adelia menyandarkan tubuhnya di pintu dengan dada yang naik turun dan nafas yang tak beraturan.
Ceklek ...
Dalam sekejap lampu yang berada di apartemen itu menyala dengan terang. Di depan kamar Adelia berdiri seorang gadis bergaun merah yang tak lain adalah Jessy.
Gadis itu melihat kedua tangannya di depan dada dan menatap Adelia dengan tatapan menyelidik. Merasa mendapat tatapan aneh, gadis itu menjadi salah tingkah.
“L-Lo udah pulang?” tanya Adelia gugup. Sial!!! Gara-gara Alexander Johnson yang seenaknya mengumumkan pertunangan tak masuk akal membuat dirinya dalam masalah.
“Lo mau menghindar? Serius Del?!!” seru Jessy kecewa.
“I-ini bukan seperti yang L-Lo lihat. G-Gue ... Gue nggak ada hubungan apa pun sama Alexander Johnson,” ucap Adelia gugup.
Jessy mendengus. Ia bukannya tak percaya pada sahabatnya. Tapi situasi tadi benar-benar mengejutkan dirinya.
“Kurang jelas apalagi? Bahkan tadi Alexander Johnson mengumumkan pertunangannya dengan Lo ya?” ucap Jessy sanksi. “Jujur sama Gue! Kalau Lo masih anggep Gue sebagai sahabat sekaligus saudara.” Tambahnya.
Adelia menghela nafas pasrah. “Kejadian ini benar-benar di luar akal Gue. Gue sendiri bingung harus mulai dari mana. Semua terjadi begitu tiba-tiba dan sulit diterima. Sampai saat ini pun Gue masih berharap ini semua hanya mimpi.” Adelia berjalan gontai menuju sofa kecil yang berada di ruang menonton. Ia menyandarkan tubuhnya di sana.
Melihat keadaan sahabatnya yang tampak kacau, Jessy menghampiri Adelia. Tiba-tiba ia duduk dan memeluk Adelia dengan erat.
“Lo punya Gue Del! Lo bisa cerita apapun sama gue. Jangan Lo pendem sendiri! Ngerti!!” ucap Jessy galak.
Adelia menganggukkan kepalanya berkali-kali sambil terisak. “Makasih Jess, Lo selalu ada buat Gue.”
“Kita kan saudara. Jadi sudah sewajarnya itu Gue lakukan. Ingat!! Apa pun yang membebani diri Lo, kasih tahu ke Gue. OK!!”
“I-iya. Akan selalu Gue inget,” janji Adelia.
Setelah puas menangis, Adelia beranjak ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya, membersihkan sisa-sisa make up dan mencuci wajah sembabnya.
Belum sampai menuju ke atas kasur, gadis itu mendapati beberapa notifikasi di akun media sosial miliknya. Tak hanya itu. Beberapa majalah elektronik juga mulai memberitakan pertunangan antara dirinya dan Alexander Johnson.
Bahkan banyak akun-akun baru memfollow akun Inst@gram-nya hanya untuk memberikan komentar buruk dan kalimat-kalimat hujatan.
“Baru rencana pertunangan saja sudah kayak gini. Apalagi kalau menikah?” monolog Adelia.
Bersambung ...
Update daily
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny