Sorot mata Clarice tampak terlihat tenang, meski sebenarnya ia sangat ketakutan. Inilah salah satu cara agar ia tidak terlihat terintimidasi oleh sepasang penguasa di hadapannya ini. Tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut, Clarice memilih menyesap cokelat panas miliknya, guna menetralisir rasa gugup dan debaran jantung yang menggila akibat rasa takut tersebut.
"Bolehkah saya berpikir terlebih dahulu?" tanya Clarice yang berusaha menjaga intonasi suaranya agar terdengar tetap tenang.
Mata polos Clarice memandang penuh harap, agar kedua orang dihadapannya ini mau memberikan waktu untuk dirinya berpikir, lagipula ini menyangkut masa depannya, tega sekali jika kedua orang ini tidak memberinya waktu untuk berpikir sama sekali.
Deffin dan Azkia sejenak saling pandang, lalu kemudian Azkia kembali menoleh kepada Clarice dan mengatakan, "Baiklah, kami akan memberikanmu waktu untuk berpikir, tapi hanya sampai malam ini, karena besok kamu harus mengatakan jawabannya."
Clarice menyembunyikan tangannya yang terkepal di bawah meja, apapun yang ia pilih nantinya, terlihat tidak menguntungkan sama sekali bagi hidupnya. Clarice mungkin bisa lolos dari maut yang diciptakan oleh nenek sihir itu, namun menikah dan tinggal bersama dengan lelaki arogan bernama Reynand Wirata, juga bukanlah hal yang baik.
"Baik, saya ucapkan terima kasih atas kebaikan, Tuan dan Nyonya Wirata, yang sudah memberikan waktu untuk saya berpikir," ujar Clarice terdengar tulus.
"Ibu, panggil aku ibu, dan kamu juga harus memanggil suamiku dengan sebutan Ayah," sahut Azkia seraya tersenyum manis. "Sebentar lagi kamu kan jadi menantu kami," lanjutnya riang.
"Baik, Ibu, Ayah," ujar Clarice terdengar canggung, namun ia memang harus menuruti semua kemauan wanita di hadapannya ini, jika ia ingin tetap bisa hidup di negara ini.
"Em ... Tapi, bagaimana jika Reynand menolak?" Tiba-tiba saja Clarice kepikiran hal yang masuk akal itu, alasan itu bisa dibuat ia untuk menghindari pernikahan ini, dan Clarice sangat berharap dari penolakan Reynand nantinya.
"Tidak akan! Percaya pada Ibu, dia pasti mau menikah denganmu," sahut Azkia yakin, jika dirinya tidak bisa membuat Reynand setuju untuk menikah dengan Clarice, tenang saja, Azkia masih mempunyai Deffin sang suami yang selalu bisa diandalkan nya.
Tepat setelah pembicaraan itu, beberapa pelayan masuk dengan membawa hidangan terbaik milik restoran mereka, dan di saat yang sama, seseorang lelaki muda dan berwajah tampan juga masuk ke dalam ruangan private tersebut.
"Ibu, Ayah," sapa Reynand setelah ia berdiri tepat di belakang gadis yang sedang duduk memunggunginya, dalam benak ia bertanya-tanya, siapa gadis tersebut? Kenapa bisa duduk bersama kedua orang tuanya?
"Kenapa lama sekali? Cepat duduklah," omel Azkia kepada putra semata wayangnya.
"Maaf, aku harus mengantarkan Erlena pulang terlebih dahulu," sahut Reynand seraya menggeser kursi sedikit ke belakang untuk ia duduki, kursi yang berada tepat di samping gadis tersebut, karena hanya itu yang tersedia.
Saat hendak duduk, Reynand terkejut ketika melihat wajah gadis yang sedang duduk di hadapan orang tuanya ini, saking kagetnya, Reynand malah berdiri lagi.
"Ayah, Ibu," panggil Reynand seraya menunjuk ke arah Clarice bingung, Reynand semakin dibuat penasaran dengan acara pertemuan makan siang hari ini yang diatur secara mendadak, kenapa orang tuanya mengajak dia? Tiba-tiba saja perasaan tidak enak menyelimuti hatinya.
"Duduklah," pinta Azkia dengan senyuman jail yang ia sembunyikan. Azkia merasa terhibur melihat wajah terkejut putranya, dan dia semakin penasaran, kira-kira bagaimana reaksi putranya jika akan dijodohkan dengan gadis di sebelahnya?
Dengan patuh Reynand duduk di kursi tersebut, matanya melirik sinis saat Clarice tanpa sengaja juga meliriknya. Sebenarnya kedua orang itu jarang berinteraksi, namun entah mengapa Reynand terlihat tidak suka dengan gadis di sebelahnya ini, apakah mungkin karena penampilannya juga?
"Jelaskan!" Itulah arti tatapan Reynand saat ini, dia sangat kesal dengan kelakuan orang tuanya kali ini.
"Sayang, kamu pasti sudah mengenal Clarice, dan ibu ingin kalian segera menikah, karena Clarice adalah gadis pilihan ibu, yang sangat cocok untuk menjadi istrimu," ujar Azkia yang tanpa nada bercanda sama sekali di setiap ucapannya.
"Apa?!" Reynand tidak bisa lagi menutupi rasa terkejutnya. "Ibu, Ibu ini bicara apa? Bagaimana bisa aku disuruh menikah dengan gadis aneh ini? Aku tidak mau!" tolak Reynand tegas.
"Reynand!" Kali ini Deffin langsung angkat bicara, matanya menatap tajam ke arah Reynand, ia tidak suka ada orang yang menolak keinginan istrinya, meskipun itu termasuk anaknya sendiri. "Kamu tidak bisa menolak permintaan Ibumu! Apakah kamu ingin menjadi anak durhaka?" lanjutnya sinis.
"Tapi, Ayah. Kumohon jangan dia, kalian bisa menjodohkanku dengan gadis lain, tapi jangan gadis aneh ini," sahut Reynand tanpa perasaan, bahkan ia tidak segan menunjuk Clarice dengan telunjuk tangan kirinya.
"Reynand, tidak ada gadis lain lagi yang ibu inginkan jadi menantu ibu, kalau kamu tidak mau, kamu bisa hidup sendiri dan jangan temui ibu lagi!" ujar Azkia final, ia terpaksa mengatakan ini agar Reynand mau menuruti keinginannya.
Deffin sempat terperangah mendengar perkataan istrinya tersebut, namun ia segera sadar jika istrinya memanglah yang terbaik, buktinya Reynand langsung patuh meski terpaksa.
"Baiklah, aku memang tidak bisa menolak permintaan Ibu," jawab Reynand pasrah, setidaknya untuk saat ini, setelah ini ia harus cari cara agar pernikahan konyol ini tidak akan terjadi.
Azkia yang puas dengan jawaban anaknya, ia tersenyum lebar. "Terima kasih, kamu memang anak yang baik," puji Azkia bangga. "Kalau begitu, ayo kita makan," lanjutnya.
Lalu kemudian mereka berempat makan dengan tenang, tidak ada lagi pembicaraan hingga makanan di piring mereka masing-masing telah habis.
"Reynand, tolong antar Clarice pulang," ujar Azkia setelah Clarice pamit untuk pergi terlebih dahulu.
"Oh, Ibu. Itu tidak perlu, saya bisa pulang sendiri," sahut Clarice tidak enak, apalagi ketika melihat wajah malas milik Reynand, ia juga tidak suka.
"Tidak perlu sungkan," ujar Azkia seraya menepuk pelan bahu Clarice. "Sebentar lagi 'kan kalian menikah," bisik nya seraya tersenyum geli.
Clarice yang hendak menjawab, namun dipotong Reynand terlebih dahulu.
"Ayo," ujar Reynand datar, ia sebenarnya sangat malas, apalagi setelah melihat wajah pura-pura malu milik Clarice ketika berbicara dengan ibunya, ia semakin muak dengan gadis aneh tersebut.
Dengan terpaksa akhirnya Clarice mengikuti langkah Reynand, ingin rasanya Clarice segera pergi dari tempat ini, namun melihat beberapa pengawal mengawasi langkah mereka, itu membuat nyalinya menciut, Clarice yakin ia sekarang masih dalam pengawasan Tuan dan Nyonya Wirata.
Mobil milik Reynand sudah disiapkan oleh juru parkir restoran, tanpa mempedulikan Clarice, ia masuk terlebih dahulu. Sedangkan sang juru parkir dengan baiknya membukakan pintu untuk Clarice, setelah mengucapkan terima kasih, dengan canggung Clarice hendak masuk ke dalam mobil tersebut, namun saat Clarice hendak menapakkan sebelah kakinya...
"Tunggu! Pastikan sepatumu bersih sebelum masuk ke dalam mobilku!" ujar Reynand pongah. Sekian lama ia memperhatikan gaya pakaian gadis aneh ini, Reynand yakin jika gadis itu juga termasuk gadis yang jorok.
Clarice menghela napas kesal, lalu kemudian ia menjawab, "Anda tenang saja, Tuan. Kemarin saya baru mencuci sepatu saya, jadi bisa dipastikan sepatu saya. Ber-sih!"
Dengan sangat terpaksa Clarice akhirnya duduk di samping Reynand yang sudah siap mengemudi. Dari awal Clarice tidak menyukai sikap Reynand, dan ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi, Clarice tidak tahan dengan sikap Reynand, ia harus berbicara kepada Reynand untuk membatalkan rencana pernikahan mereka...
***
Setelah mobil melaju membelah jalanan, Clarice mulai mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya."Tuan-""Aku bukan majikanmu," potong Reynand cepat, ia menyahut tanpa sedikit pun menoleh kepada Clarice.Clarice menghela napas dalam-dalam, dia butuh banyak-banyak kesabaran untuk menghadapi lelaki di sampingnya ini. "Baiklah, Reynand. Aku ingin rencana pernikahan itu tidak pernah terjadi, jadi kita harus menentangnya bersama," ujar Clarice mantap.Reynand tersenyum sinis, lalu kemudian ia menjawab, "Jangan pura-pura menolak! Bukannya kamu yang sudah merencanakan ini semua? Pasti kamu terlebih dahulu mendekati ibuku ketika beliau berkunjung ke panti asuhan, kamu berpura-pura baik hingga ibuku ingin menjodohkanku denganmu," tukas Reynand.Clarice membuka mulutnya 'tak percaya, bagaimana bisa Reynand mempunyai pemikiran seperti itu kepada dirinya? Padahal tidak pernah sedikit pun terl
Clarice POV.Setelah keluar dari mobil Reynand, tanpa menunggu waktu yang lama, taksi yang dikemudikan Alvin langsung berhenti di depanku. Aku sudah tidak mempedulikan Reynand yang masih berada di belakang, tujuanku hanya ingin cepat pergi dari negara ini, karena sudah tidak memungkinkan lagi untuk tinggal di sini, sebab taruhannya lagi-lagi adalah nyawaku."Ayo kita cepat pergi dari sini, segera suruh orang kepercayaanmu untuk menyiapkan pesawat sekarang juga!" perintahku kepada Alvin.Tanpa perlu bertanya, Alvin langsung menuruti perintahku, bahkan dapat kurasakan jika taksi ini melaju dengan kencang, Alvin memanglah pengawal sekaligus sahabat terbaik yang kupunya.Beruntung aku telah menitipkan barang-barang berhargaku di apartemen Alvin, jadi aku tidak perlu repot-repot datang ke panti asuhan untuk mengambil baju-bajuku dan juga pamit, karena bisa dikatakan aku memang akan kabur dari negara ini.
Deffin tersenyum tipis mendengar perkataan Clarice, ada setitik rasa iba di dalam hatinya setelah mengetahui semua informasi gadis di hadapannya ini dari cerita istrinya, dan sekarang ia puas karena sepertinya pada akhirnya keinginan istrinya untuk membantu dan melindungi gadis ini akan terwujud, meski harus menggunakan cara yang hampir sama dengan kisahnya, yaitu menjerat dengan sebuah tali pernikahan. "Baiklah, sebaiknya kamu harus menemui istriku sekarang, dialah yang akan memberitahukan alasannya," sahut Deffin cepat, lalu kemudian ia beralih memandang Alvin dengan tatapan tajam. "Dan Kau, lebih baik pulanglah ke negara asalmu, karena mulai sekarang kami yang akan menjamin keselamatannya." Meski Clarice belum menyetujui rencana pernikahan ini, namun Deffin dengan percaya dirinya menyuruh Alvin pergi, dan entah mengapa ia kurang suka dengan pengawal setia gadis ini. "Maaf, Tuan. Tapi saya tidak akan pernah pergi dari sisi Nona Clarice, karena ini adalah tu
Sesuai dengan perintah Deffin, Reynand harus mengantarkan Clarice hingga sampai panti asuhan, meski ia sangat malas, Reynand tentu tidak bisa melanggar perintah ayahnya, nyalinya tidak cukup besar untuk menentang seorang Deffin Wirata."Kita mau ke mana?" tanya Clarice saat mobil tidak melaju ke arah panti asuhan."Cafe," sahut Reynand singkat, ia sama sekali tidak mempedulikan raut wajah Clarice yang kebingungan."Untuk apa?""Kita harus membicarakan perjanjian pra nikah." Reynand sejenak melirik Clarice yang terkejut mendengar perkataannya."Apakah kita akan melakukan pernikahan kontrak secara diam-diam?" tanya Clarice antusias, ia sering mendengar tentang pernikahan seperti itu, dan ia tidak menyangka akan mengalami kejadian ini di dalam hidupnya. Namun, ia sangat bahagia jika pernikahannya ini hanya akan menjadi pernikahan kontrak."Dasar bodoh! Kamu kira
Tidak tahu apa yang direncanakan ibunya Reynand, yang jelas saat ini Clarice harus bisa datang ke acara pesta perpisahan tersebut, dan yang lebih menyebalkan lagi, Clarice dilarang berangkat bersama Alvin. Namun bukan Clarice jika ia tidak mencoba menentang larangan tersebut, ia akan tetap diantar oleh Alvin."Kamu yakin datang ke pesta dengan pakaian seperti itu?" tanya Alvin yang melihat penampilan Clarice terlihat seperti biasanya.Hanya mengenakan celana panjang dengan model wide leg pants , dan juga blouse bewarna pastel. Namun, tampak manis dikenakan Clarice.Sejenak Clarice melihat penampilannya sendiri. "Bagus kalau aku nanti langsung diusir," sahut Clarice acuh tak acuh, ia memang tidak berniat datang ke acara ini.Alvin terkekeh geli, lalu ia langsung melajukan taksinya dengan kecepatan sedang. "Jam berapa acaranya selesai?""Kamu jemput saja jam sembilan.""Baiklah, maaf ya ... tidak bisa menemanimu," ujar Alvin menyesal, ia
Clarice berjalan terburu-buru meninggalkan area restoran, ia tidak mempedulikan tatapan penasaran orang-orang yang berpapasan dengannya. Dari rambut hingga ujung kaki semua terlihat basah, bahkan air terlihat masih menetes membasahi setiap jalan yang ditapakinya.Semilir angin malam hanya menambah penderitaannya, Clarice semakin memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil kedinginan. Sejenak Clarice menghentikan langkahnya, ia berniat memberhentikan taksi agar bisa pulang ke panti, ponselnya telah rusak, ia tidak bisa menghubungi Alvin untuk meminta pertolongan.Tidak lama kemudian ada sebuah mobil yang berhenti di depannya, sebuah mobil sport mewah yang sangat dikenalinya. Clarice membuang muka saat orang yang di dalam mobil membuka pintu untuknya."Hei ... ayo, cepat naik!" seru Reynand seraya menatap Clarice dengan tidak sabaran.Clarice bergeming, ia mengabaikan perkataan Reynand, kepalanya tetap setia menoleh ke kanan untuk mencari sebuah taksi yang koso
Clarice langsung pergi ke depan ketika Alvin sudah berada di depan gerbang panti asuhan, dengan memberikan alasan menginap di rumah temannya, ibu panti tidak akan khawatir, karena Clarice sudah biasa meminta izin untuk tidur di rumah Bella, yaitu teman kerjanya di toko bunga.Setelah Clarice masuk ke dalam taksi. "Bagaimana bisa kamu sampai demam seperti ini? Kita harus pergi ke dokter sekarang," ujar Alvin setelah menempelkan telapak tangannya di kening Clarice yang terasa panas."Tidak perlu, minum obat demam biasanya juga pasti akan sembuh. Kita ke apartemen saja sekarang, aku hanya butuh tempat yang nyaman untuk istirahat." Clarice langsung mencari sandaran yang nyaman untuk merebahkan tubuhnya yang terasa sakit semua.Alvin tentu langsung menurut, ia melajukan taksinya menuju apartemennya. Meski didera rasa penasaran, mengapa Clarice bisa sampai sakit seperti ini? Namun, Alvin masih bisa menahannya, melihat wajah pucat Clarice, Alvin tidak tega untuk
"Ah, Ibu. Itu tidak perlu, biar Alvin saja, dia yang sudah biasa merawatku jika aku sakit," sahut Clarice."Itu kan dulu, sekarang berbeda. Sekarang sudah ada Reynand di sini, dia yang harus merawatmu," ujar Azkia seraya menarik tangan Reynand mendekat ke arah ranjang.Reynand terlihat menggerutu. Namun, ia tidak bisa menepis tangan ibunya."Alvin, tolong berikan mangkuknya kepada Reynand, biar Reynand yang menyuapi Clarice."Dengan terpaksa Alvin menyerahkan mangkuk itu kepada Reynand. Sedangkan Reynand tampak acuh tak acuh menerimanya.Selera makan Clarice mendadak hilang seiring dengan tangan Reynand yang mendekatkan sendok ke mulut Clarice. Bubur yang tadinya lembut berubah bagaikan batu kerikil yang sulit ditelan karena melihat wajah masam Reynand. Semua ini hanya menambah penderitaan Clarice di kala sakit."Sudah," ujar Clarice seraya mengangkat tangannya menolak bubur yang akan disendokkan Reynand."Kenapa sudah?