Share

Ternyata, Aku Pelakor

"Mas, tolong jelasin. Apa maksud semua ini?" Aku menginterogasi mas Rendi setelah kami dikamar kami. Mas Rendi menghela napas.

Tadi hampir saja terjadi perang, bahkan wanita itu berhasil menampar pipiku, dan mengataiku 'pelakor', 'wanita sialan', dan kata kata berisi makian kotor lainnya, sebelum kemudian akhirnya mas Rendi mengalihkanku ke kamar. Sementara ibu dan wanita tadi berteriak teriak marah dan memaki maki dari luar. Aku sedikit banyak sudah dapat meraba apa yang terjadi. Mas Rendi sudah beristri. Jadi aku pelakor?

Aku memegang kepalaku yang mendadak terasa berat. Kejutan? hah! kamu sudah berhasil memberi kejutan untukku mas. Tapi aku harus mendengar langsung dari mulutmu langsung.

"Bukankah aku sudah bilang berkali kali Vi. Jangan kaget jika yang terjadi tidak sesuai dengan bayanganmu."

"Tapi kan gak gini juga mas,"

"Benar, bukan ini yang aku bayangkan. Khayalanku salah total. Aku kira aku akan mendapat sambutan hangat. Tapi nyatanya apa ...." Aku terisak. Sesak sekali dada ini mendapati fakta menyakitkan itu. Bagaimana bisa, mas Rendi membohongiku. Ya Tuhan ... Aku telah menjadi pelakor tanpa sadar.

"Aku? Aku istri kedua mas?" Aku menggeleng lemah. Tak percaya dengan yang aku lihat dan alami saat ini.

"Kenapa mas tega bohongin aku?" Derai air mata cukup menggambarkan rasa sakitku saat ini.

"Aku tidak berbohong, Via. Lagipula kamu memang pernah nanya apa statusku kan? Aku tidak salah." Aku menggeram. Tidak bersalah katanya?

"Lalu, waktu mas bilang orangtua mas gak bisa datang itu karena ini kan?" tekanku lagi. Ah, rasanya aku ingin mencakar-cakar wajahnya itu. Tapi, rasa cinta buta justru membuatku tak tega melihat wajahnya yang kini menunduk, mengangguk pelan.

"Mas, bahkan disituasi seperti ini mas gak mau minta maaf?" tanyaku getir. Apa yang aku harapkan? Jelas saja permintaan maafnya. Dia bersalah, telah membohongiku untuk menikah dengan dia yang telah berstatus.

"Sudahlah Vi. Lagipula aku nikahin kamu karena aku sayang sama kamu Vi."

Aku memejamkan mata, sakit sekali, sesak. Apalagi ini? Aku kecewa. Tak sadarkah kamu mas? apa dengan modal cinta kamu bisa menikahi wanita seenaknya. Bahkan aku sudah rela melepas semua untukmu. Kuliahku, kehidupan mudaku, orang tuaku yang jauh disana. Dan justru kamu balas dengan kenyatan pahit. Istri kedua? oh. Sama sekali aku gak pernah membayangkan dalam mimpi sekalipun.

"Kamu disini aja. Biar mas yang bicara sama mama," ujarnya, seraya bangkit meninggalkanku.

Aku terisak. Ingin rasanya aku pulang lagi kerumah orang tuaku disana. Tapi, bahkan jalan kearah sana pun tidak ada dalam bayanganku. Gelap. Meski nekat, tidak akan menjamin aku bisa kembali dengan aman.

"Brengsek kamu, Mas!" Aku menoleh samar. Itu suara wanita muda tadi, istri pertama mas Rendi.

"Jadi izin kerjamu itu buat nikah sama wanita lain." Samar samar aku mendengar teriakan istri mas Rendi. Aku memejamkan mata. Ah, bahkan sekedar mengasihi diriku sendiri saja aku tidak berhak. Posisinya, aku yang salah telah merusak pagar ayu rumah tangga orang lain.

Aku tahu perasaanmu mbak. Maafkan aku. Aku bahkan gagal menyadari bahwa dia pria beristri. Aku paham bagaimana kecewanya wanita yang dikhianati, apalagi setelah ada ikatan sakral pernikahan.

Tapi, lagi-lagi aku sadar. Aku bisa apa, aku juga korban disini. Aku menelungkupkan tubuhku di ranjang. Menutup telinga dengan bantal. Menangis terisak. Meski diluar sana suara teriakan dan pertengkaran masih mampir ketelingaku.

Oh, aku ingin melupakan semua ini. Aku ingin berlari sejauh-jauhnya. Aku hanya bisa berharap bahwa ini mimpi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status