Share

Alter Ego (Bab 4)

Seorang laki-laki usia dua puluh tahun terlihat tengah berbaring di atas kasurnya sambil memandangi poto gadis di ponselnya.

Waktu sudah menunjukkan jam 10.00 waktu Cambridge. Dia adalah Reza. Entah kenapa dia tampak sangat gelisah memikirkan gadis pemilik hatinya, KANIA.

"Kania, kamu lagi ngapain sekarang? Lagi sama siapa sekarang? Masihkah kamu menungguku? Masihkan kamu ingat janji kita?" Reza bertanya pada dirinya sendiri.

Dia terus berfikir keras. Kenapa Kania tidak bisa dihubungi? Apakah Kania sudah bersama laki-laki lain?

Tak terasa air mata mengalir dari sudut matanya. Cepat-cepat dia usap air mata itu.

Baru satu tahun dia berada di negara dengan umat muslim yang minoritas, namun kerinduannya terhadap Kania seperti sudah tak terbendung lagi. Sedangkan masih tersisa satu tahun lagi untuk Reza menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas di negara itu.

"Astaghfirullahal adziim ... Kenapa perasaanku bisa secemas ini? Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padanya. Apalagi aku tahu penyakit psikologi yang dideritanya," gumam Reza seraya mengucapkan Istighfar berkali kali.

Perubahan sikap Kania itu sudah terlihat sejak sebelum dirinya menjalin hubungan dengan Reza.

Awalnya Reza kaget sekaligus takut, bahkan sempat menghindar. Tapi akhirnya Reza berpikir untuk membantu Kania. Dia mencari informasi dari berbagai sumber, hingga Kania sering merasa tenang dan bisa mengendalikan diri ketika berada di dekat Reza.

"Makasih, Kak. Aku gak tahu kalau gak ada kakak."

"Kamu harus bisa, Kania. Aku gak mungkin selalu berada dekat kamu," ujar Reza di taman belakang kala itu.

"Akan aku coba, Kak."

Reza melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Dia mengambil air wudhu. Kemudian melaksanakan sholat sunat dua rakaat dengan harapan bisa menghilangkan kegelisahannya.

Reza berdo'a dalam sujud lamanya. Menumpahkan segala kegelisahan hatinya pada Sang Kholik.

"Ya Allah Ya Robby … Hamba mencintainya karena-Mu. Hamba hanya berharap Engkau berkenan mempertemukan kami lagi. Jaga dia ketika hamba jauh darinya. Jaga hati kami agar senantiasa saling memegang teguh janji kami hari itu. Namun sepenuhnya hamba menyerahkan keputusan terakhir dalam tangan-Mu, Ya Allah. Hamba berpasrah hanya kepada-Mu. Aamiin Yaa Robbal Alaamiin …."

Begitulah kira-kira do'a Reza dalam sujudnya. Selesai sholat malam dia membaca Al-Qur'an. Lantunan suaranya benar-benar membuat siapa pun yang mendengarnya akan merasa tenang.

Selesai membaca Al-Qur'an, Reza kembali merebahkan badannya di atas kasur. Dia kembali menatap poto gadis cantik itu.

"Kania, aku merindukanmu!"

Kecemasan Reza sebenarnya bukan tanpa alasan. Nyatanya gadis yang sedang diingatnya dalam kecemasannya sedang berada dalam bahaya.

"Mulus sekali kulitmu. Sudah lama aku tidak menikmati indah surga dunia," ujar Fero setelah berhasil menyeret Kania ke r∆n-j∆ng. "Lagian aku yakin kalau kamu bukan anak kandungku. Sudah saatnya kamu membalas budi padaku, Kania. Puaskan aku sekarang juga!"

Dia yang dalam keadaan setengah mabuk, sudah berhasil mendesak Kania sambil mengelus betis dan paha Kania.

"Jangan, Pak! Aku ini anakmu!" Kania terus meronta dan berteriak sambil menamgis. Berusaha melepaskan diri dari kungkungan Fero, bapaknya sendiri.

Fero yang sudah dikuasai naf-s√ b€-j∆t, sudah tidak bisa mengontrol dirinya. Setelah kalah berjudi, Fero pun meminum minuman keras.

Langkahnya gontai pulang menuju rumahnya yang agak jauh dari pemukiman warga. Dia melewati kamar Kania dan terbersit untuk menikmati Kania.

"Dia pasti masih pe-r∆-w∆n. Dulu aku dapat ibunya yang sudah bekas. Sebagai gantinya, anaknya yang harus kupe-r∆-w∆ni. Ini namanya impas. Hehehe ...," Pikiran me-s√m seketika menguasai otaknya.

Fero terus mengetuk pintu kamar Kania. Begitu pintu terbuka, padahal Kania sedang memakai daster batik remaja sepanjang lutut.

Fero menatap betis mulus Kania hingga membuat naf-s√ bi∆-d∆bnya bangkit.

Hasrat kelelakiannya pun muncul. Miliknya seketika menegang. Dengan langkah lebar dia langsung menerkam tubuh molek itu. Akal sehatnya sudah hilang.

"Tidak! Lepasin aku, Pak." Kania terus menjerit dan meronta sambil menangis. Dia sedang berusaha melepaskan cengkraman tangan bapaknya.

"Layani aku sekarang. Hahaha … Tenang saja, nanti aku pasti bakal nikahin kamu dan membuang si Ranti yang mulai peot itu," ucapnya sambil berusaha mencium wajah Kania.

Sekuat tenaga Kiranna berusaha melawan. "Lepaskan Aku biadab! Tolooong!"

Kedua mata Kania tampak melotot. Bola matanya bergulir ke kiri dan ke kanan. Jari-jari di kedua tangannya sudah saling berjarak, seperti hendak men-c∆-k∆r.

Fero yang tak menyadari perubahan Kania,  terus berusaha melepaskan pakaian gadis itu.

Hanya dengan sekali tarikan saja, daster motof batik itu sudah robek depannya.

Tampak dua gundukan sintal dalam balutan br∆ warna biru. Fero semakin bernafsu melihat gundukan itu. Sedikit lagi mulutnya hendak melahap gundukan itu.

BUKK!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status